Headline

Kisah Sejarah dalam Sepucuk Pesan Cinta

Mengarak Pengantin Pakai Kerete
Hendak Menuju Rumah Penghulu
Sebelum Masuk Ke Bahasan Kite
Kami Haturkan Salam Terlebih Dahulu

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Sungguh Lemak Si Ikan Duri
Siap Dimasak Tepat Pukul Lime
Menjelang Sudah Idul Fitri
Marilah Kite Bermaafan Sesame

Memasuki hari ke 27 bulan Ramadan 2024 yang berarti hari kemenangan pun semakin mendekat.

Segala macam amal ibadah yang dilakukan selama bulan suci ramdan, harap diterima oleh Allah SWT.

Rekan-rekan, Encik dan Puan, Saudara Saudari,

Melalui sepucuk pesan cinta ini, kami segenap Keluarga Besar Bernas Network mengucapkan,

“Selamat Menyambut Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1445 Hijriah”

Bilamana terdapat salah kata atau khilaf dalam bertutur bahasa dan perilaku selama ini, sudilah kiranya untuk kita semua agar saling bermaafan dihari yang fitri ini.

Kami susun jari nan sepuluh dengan menyampaikan,

Minal Aidin Walfaidzin Mohon Maaf Lahir dan Bathin.

Makna Tersirat Gambar Ucapan dari Bernas Network

Momentum perayaan Idul Fitri Redaksi dan Manajemen Bernas Network tahun ini diberikan tema bernuansa Melayu dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Terlihat dalam poster ucapan tersebut, beberapa tulisan yang ditulis menggunakan ejaan arab melayu diantaranya ;

Terletak dibawah logo Bernas Network dengan bacaan,
“Redaksi dan Manajemen Bernas Network Mengucapkan”

Kemudian sebait pantun dibawah tulisan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1445 Hijriah, diartikan dalam Bahasa Melayu Kepri yang dibaca,
Kuih Muih Bermacam Rase
Molek Bersusun Dekat Dalam Tin
Kalau Ade Salah Kate dan Bahase
Saye Pohonkan Maaf Lahir dan Bathin

Untuk diketahui, pantun merupakan karya sastra lama yang masih eksis hingga saat ini. Sebuah bentuk pusisi melayu yang tiap baitnya terdiri atas empat dan dua baris bersajak (a-b-a-b).

Adalah Haji Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji, merupakan orang pertama yang berhasil membukukan sastra lisan ini. Antologi pantun yang pertama itu diberi berjudul “Perhimpunan Pantun-Pantun Melayu”.

Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat (Foto : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang)

Makna lain yang terkandung dalam gambar tersebut adalah tampak menjadi latar belakang, sebuah Masjid berwarna kuning yang dinamai Raya Masjid Sultan Riau.

Masjid tersebut merupakan Masjid bersejarah yang terletak di Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang Provinsi Kepri. Dimana, Pulau Penyengat itu sendiri adalah mas kawin yang diberikan oleh Sultan Mahmud Syah III saat meminang Raja Hamidah atau Engku Putri menjadi Permaisurinya pada masa itu.

Hingga Kini, Pulau Penyengat masih menjadi tempat wisata pilihan bagi wisatawan yang datang ke Kota Tanjungpinang. Mulai dari keunikan tata pulau, ciri khas bangunan, sejumlah cagar budaya, kendaraan khusus untuk mengelilingi pulau, hingga makanan khas yang menjadi daya tarik untuk singgah ke pulau bersejarah tersebut.

Masjid dengan warna keemasan itu mulai dibangun sekitar tahun 1771-1815. Pada awalnya, masjid ini hanya berupa bangunan kayu sederhana berlantai batu bata yang hanya dilengkapi dengan sebuah menara setinggi lebih kurang 6 meter. Namun, seiring berjalannya waktu, masjid ini tidak lagi mampu menampung jumlah anggota jemaah yang terus bertambah sehingga Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman, Sultan Kerajaan Riau-Lingga pada 1831-1844 berinisiatif untuk memperbaiki dan memperbesar masjid tersebut.

Untuk membuat sebuah masjid yang besar, Sultan Abdurrahman berseru kepada seluruh rakyatnya untuk beramal dan bergotong-royong di jalan Allah. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada tanggal 1 Syawal 1248 Hijriah (1832 M) atau bertepatan dengan hari raya Idul Fitri.

Panggilan tersebut ternyata telah menggerakkan hati segenap warga untuk berkontribusi pada pembangunan masjid tersebut. Kemudian datanglah orang-orang dari seluruh pelosok teluk, ceruk dan pulau-pulau di kawasan Riau Lingga ke Pulau Penyengat untuk bergotong royong bahan bangunan, makanan, dan tenaga, sebagai tanda cinta yang tulus kepada Sang Pencipta dan Sang Sultan.

Bahkan, kaum perempuan pun ikut serta dalam pembangunan masjid tersebut sehingga proses pembangunannya selesai dalam waktu yang cepat. Terbukti, fondasi setinggi sekitar 3 meter dapat selesai hanya dalam waktu 3 minggu.

Dikisahkan pula, karena banyaknya bahan makanan yang disumbangkan penduduk, seperti beras, sayur, dan telur, para pekerja sampai merasa bosan makan telur sehingga yang dimakan hanya kuning telurnya saja. Sisa telur putih yang tidak dimakan, tak ingin terbuang sia-sia, sang arsitek pun berinisiatif untuk memanfaatkan sebagai bahan bangunan dan kemudian dijadikan sebagai bahan perekat, dicampur dengan pasir dan kapur, sehingga membuat bangunan masjid dapat berdiri kokoh, bahkan hingga saat ini.

Dikenal juga dengan nama Masjid Raya Penyengat, ditetapkan pemerintah sebagai benda cagar budaya bersama sejumlah situs sejarah lainnya di Pulau milik Engku Puteri itu.

Mengantuk Sungguh Duhai Mate
Untuk Membukapun Berat Rasenye
Tibelah sudah diakhir cerite
Semoge berkesan bagi yang membacenye

Manis Dirase Buah Mempelam
Walau Perut Sakit Tapi Taklah Mengape
Sebab Dimulai Dengan Ucapan Salam
Make Ditutup Juge Dengan Hal Serupe

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Atas Nama Redaksi dan Manajemen Bernas Network,
Adv. BAKRI REMMANG, S.H., M.H., CPL., CTLA., Med., CNC.
CEO BERNAS NETWORK

Juru Tulis/Editor :
Indah Permata Illahi
Kaperwil Provinsi Kepulauan Riau

Media Bernas Network :

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button