Daerah

Geruduk Kantor Desa Wringinpitu, Warga Pertanyakan Keuangan Sumur Bor

BeritaNasional.ID,
BANYUWANGI – Pengelolaan pemanfaatan air sumur bor yang ada di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo di pertanyakan warga. Karena selama ini diduga diduga tidak ada transparansi. Pengelolaan sumur bor ini dilakukan oleh bumdes dan sempat berganti kepengurusan sebanyak 2 kali.

Menurut Kepala Desa Wringinpitu, Budi Purnomo, dalam sambutan saat pertemuan dia sampaikan, bahwa aset Desa Wringinpitu harus di jaga.

“HIPPA dimohon bisa mengkoordinir untuk pengairan, jangan sampai HIPPA diam saja atas keluhan kebutuhan pengairan,” paparnya, Jumat (5/4/19).

Dikatakan kades, tujuan warga dikumpulkan di kantor desa sebagai jawaban atas permintaan warga yang mempertanyakan aset dan pengelolaan bumdes terkait sumur bor. “Jadi warga disini ingin tahu dana yang dikelola untuk apa saja dan ada berapa banyak dananya hingga sekarang, selama pengelolaan air sumur bor tersebut berlangsung,” bebernya.

Sementara menurut ketua HIPPA, Sukirin, yang hadir dalam acara tersebut mempertanyakan tentang keuangan yang dikelola oleh bumdes pada Unit Kerja pengelolaan Air Tanah atau sumur bor. “Awalnya pengelolaan sumur bor itu ditangani HIPPA yang di serahkan pada kelompok sumur masing masing. Setelah kepala desa sekarang menjabat, saya di nonaktifkan. Selanjutnya diserahkan ke bumdes atas dasar perintah dari kepala desa. Namun setelah rame-rame seperti ini saya diangkat kembali menjadi ketua HIPPA,” ujarnya.

Dari hasil rapat, lanjut Sukirin, dia mendengar bahwa uang bumdes lama sudah diserahkan pada bumdes yang baru.

“Kita awalnya tanya pada Pak Supri, namun tidak bisa menjawab dengan jelas. Akhirnya memanggil pengurus yang lain dan juga di hadiri kepala desa, lalu kita minta dikumpulkan semua pengurus sumur bor. Harapan dari semua kelompok sumur bor, uang yang masuk ke bumdes sekitar Rp 60 juta lebih itu, maunya diminta kembali berupa uang bukan bentuk barang. Dan pengelolaan dikembalikan lagi pada kelompok sumur bor sampai selesainya pilkades. Ini untuk menyelamatkan aset sumur bor yang ada,” ungkap Sukirin lagi.

Sementara ketua bumdes yang baru Desa Wringinpitu, Paimin, dia sebutkan penerimaan uang dari bumdes lama hanya sekitar Rp 16.600 juta.
“Kita menerima uang dari bumdes lama hanya Rp 16.600 juta, dan sudah kita gunakan untuk usaha sembako. Sampai sekarang, uang tersebut masih ada,” jelasnya

Menanggapi situasi itu, ketua bumdes lama Jatmiko menyatakan, dirinya mendapat tugas dari kades. Namun pada tanggal 4 april 2016, dirinya mengundurkan diri dan sudah diserah terimakan pada pengurus bumdes yang baru.

“Tanggal 26 april 2017 kami lakukan pertanggung jawaban kepada pengurus sumur bor secara rinci dan disetujui oleh forum saat itu serta disepakati oleh pengurus sumur bor. Dulu kita menerima dari kelompok sumur sekitar Rp 45 juta, kenapa saat serah terima kepada bumdes yang baru kita serahkan Rl 16.600 juta ? Karena ada pemasukan dan pengeluaran,” bebernya.

Jatmiko juga menjelaskan, selama menjadi ketua bumdes tidak ada kegiatan sama sekali.
“Selama saya menjadi ketua bumdes tidak pernah melakukan kegiatan apapun dan keuangan itu kami kelola untuk keperluan sumur dan perjalanan rapat ke surabaya serta biaya rapat waktu itu juga biaya bersih desa ketika itu sekitar Rp 2 juta,” jelas Jatmiko lagi.

Sementara perwakilan kelompok sumur masing-masing mengungkapkan keuangan yang diserahkan kepada bumdes waktu itu,
Disebutkan, keuangan seluruhnya telah di berikan kepada pengurus bumdes yang lama.

“Kita semua sudah serahkan kepada pengurus bumdes yang lama waktu itu,” sergah para pengurus sumur serempak.

Dari penelusuran yang diungkapkan para pengurus sumur saling berbeda dari apa yang telah disetorkan dan yang di terima oleh bumdes lama, sehingga terjadi kerancuan dalam forum yang sempat memanas. Hingga terungkap selisih dana yang diserahkan kepada pengurus bumdes baru, yakni masih dipinjam oleh salah satu anggota bumdes lama bernama Supri.

Hasil musyawarah, salah satu warga bernama Nyoto mengungkapkan, penarikan dana dan pengalihan pengelolaan diambil alih bumdes dianggap tidak berdasarkan hukum.

“Kami sangat menyayangkan sistem administrasi birokrasi pemerintahan atau lembaga kita ini. Seharusnya dulu pengalihan pengelolaan pemanfaatan air sumur bor dari kelompok sumur pada bumdes dirapatkan atau permisi dulu. Tidak ujug-ujug (tiba-tiba) langsung diambil alih. Dan untuk penyerahan dana kas, kita mengetahui bahwa SDM pengurus kelompok sumur kita ini kan bervariasi, seharusnya waktu itu pengurus bumdes yang menerima dana juga tertib administrasi dengan dibuatkan kwitansi atau apa, sehingga tidak rancau seperti ini,” sesalnya

Sebelumnya Sekdes Wringinpitu Hary, menceritakan kronologis kepengurusan pengelolaan pemanfaatan air sumur bor.

“Dulu pengelolaan pemanfaatan air sumur dikelola oleh kelompok tani masing-masing atau disebut kelompok petani sumur. Namun pada tahun 2015, AD ART Bumdes Wringinpitu menyebutkan salah satu unit usaha adalah pengelolaan sumber air tanah dan air minum. Sehingga pengelolaan pemanfaatan air sumur bor diambil alih oleh bumdes waktu itu. Dan perlu diketahui, awalnya bisa turun bantuan hibah sumur bor dari P2AT itu berdasarkan surat hibah dari pemilik tanah yang digunakan untuk sumur bor tersebut. Jadi tidak boleh ada yang mengklaim itu milik siapa, yang pasti uang dari semua unit usaha bumdes tidak masuk ke APBDes. Kami karena kami menyadari masih belum bisa memberikan apa-apa untuk bumdes sebagai modal usaha,” ungkap Sekdes.

Mengakhiri kegiatan musyawarah tentang pengelolaan pemanfaatan air sumur bor, warga penerima manfaat kompak menyuarakan bahwa pengelolaan pemanfaatan air sumur bor di kembalikan kepada kelompok sumur seperti semula sebelum dikelola oleh bumdes waktu itu.

“Kami menginginkan pengelolaan sumur dikembalikan pada kelompok sumur seperti waktu itu. Karena sangat disayangkan jika modal utama yang diambil dari pengelolaan air sumur bor tidak berkembang. Justeru malah berkurang drastis dari Rp 45 juta menjadi Rp 16 juta, terbukti kegiatan-kegiatan yang dilakukan bumdes lama bersumber dari uang pengelolaan sumur bor. Anehnya biaya bersih desa juga diambilkan dari bumdes, dan biaya perjalanan bumdes juga kenapa dibiayai oleh uang dari pengelolaan sumur. Banyak kegiatan yang kami tidak tahu, kalau seperti ini terkesan dana dari masyarakat untuk pengelolaan sumur bor dibuat banca’an,” sergah warga. (Yoga)

Caption : Puluhan warga Desa Wringinpitu saat menggeruduk kantor Desa, Jumat (5/4/19).

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button