Daerah

Jika Menang, PKB Sulit Jadi Singgle Mayority

BeritaNasional.ID,
BONDOWOSO – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Bondowoso terlihat sangat mendominasi dalam peta politik pada Pemilu legislatif yang akan dihelat secara serentak bersama Pilpres pada 17 April 2019 mendatang. Bahkan, aura kemenangan partai yang dilahirkan oleh NU dalam pileg nanti itu sangat terasa kendati saat ini PKB tidak lagi menjadi partai penguasa setelah kalah di Pilkada 2018 kemarin, namun kekuatan politik PKB masih sulit untuk dikalahkan.

Direktur Aksara Institut, Fathor rasi menjelaskan bahwa meskipun nantinya PKB menjadi partai pemenang di pileg 2019, namun PKB juga sulit untuk menjadi partai singgle mayoritas sebab perolehan suara PDIP tidak akan beda jauh dengan perolehan kursi yang didapat PKB.

“Saya kira susah memprediksi PKB akan kalah di Pilleg 2019 yg akan datang, meskipun PKB kalah dalam Pilbup kemaren, bukan berarti PKB akan kalah juga di pilleg yg akan datang, karena Pilbup dan Pilleg sangat berbeda. Pilbup, sosok calon benar-benar menjadi pertimbangan para pemilih, sedangkan di pilleg, bukan hanya sosok yang menjadi pertimbangan pemilih melainkan banyak hal lain yang juga menjadi alasan dan pertimbangan,” ujarnya

Fathor rasi kemudian menjelaskan karakter pemilih di Bondowoso. Menurut dia, para endors partai, terutama PKB juga memiliki kemampuan komunikasi yang cukup massif, terutama para incumbent.

“Pertama, karakter pemilih, rata rata pemilih di Bondowoso adalah strong voters. PKB memiliki para pemilih setia yang susah dipengaruhi untuk berpindah hati. Salah satu yang menjadikan mereka kuat bertahan di PKB adalah budaya patron yang masih kuat di masyarakat. Mereka cendrung mengkaitkan pilihan dengan agama, maka tak heran jika kiai dan ustad menjadi rujukan utama para pemilih dalam pilleg,” terangnya.

Selain itu, PKB memiliki endors yang kuat memiliki akar di masyarakat, yaitu para kiai, terutama kiai kyai NU struktural di Bondowoso.

“Terakhir, para calon dari PKB, terutama para incumbent telah memiliki jejaring yang kuat di masyarakat. Mereka tentu telah membuat jejaring pemilih di akar rumput. Karena PKB adalah partai yang lahir dari NU, maka instrumen konsolidasi antara anggota DPRD dari PKB dengan jamaah atau warga NU lebih terjaga, misal melalui tahlilan, yasinan dan lainnya,” jelasnya.

Berbeda dengan ketua DPD Jaka Jatim, Jamharir. Kata dia, meskipun PKB nanti menjadi partai pemenang namun hal itu tidak akan memiliki pengaruh besar dalam kancah perpolitikan di Bondowoso sebab, ia melihat PKB tidak akan bisa menjadi partai yang mendominasi parlemen.

“Tidak akan terpaut jauh perolehan kursinya. Perolehan kursi PDIP tidak akan terpaut jauh dari PKB sehingga distribusi kekuasaan akan merata,” katanya.

Bahkan kata dia, tak ada alasan PKB kalah,  apalagi, PPP yang menang dalam Pilbup tak pandai memanfaatkan memontum, mereka telat melakukan konsolidasi, buktinya, mereka nampak inferior di depan PDIP dalam perebutan jabatan di Bondowoso.

Dia menambahkan bahwa pemilih di Bondowoso adalah pemilih tradisional, tersebar di desa-desa. “Mereka adalah pemilih fanatik, mateh odik norok kiaeh, begitu kira kira pengandaian yang paling gampang. Sedang pemilih rasional, yang lebih mempertimbangkan program partai sebagai alasan memilih hanya berada di kota, dan itupun menjadi medan perang yang sangat kompetitif antar partai-partai nasionalis, seperti PDIP, Gerindra, Golkar. Sekali lagi, PPP tidak akan bisa maksimal di dapil kota. Tapi, PKB masih akan menyisakan suara di dapil kota ini. Figur figur calon seperti Supriadi dan Darsono sebagai incumbent pasti sudah memiliki basis massa yang kuat. belum lagi ditambah pendatang baru seperti H. Fadli dan lainnya pasti akan menjaga stabilitas suara PKB di dapil kota,” katanya. (Muhlis)

Caption : Ketua DPD Jaka Jatim Jamharir

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button