Nasional

IPW Sarankan Pansel Tak Ikutkan Petahana Dalam 10 Besar

Anggap Selama Ini Kepemimpinan KPK Gagal Bangun Soliditas

BeritaNasional.ID, BANYUWANGI – Proses seleksi ketat yang dilakukan Pansel terhadap Capim KPK patut diacungi jempol. Sebab dari 104 capim, pansel berhasil menyisihkan 64 dan menyisakan 40 orang, termasuk menyisihkan tiga jenderal senior Polri.

Indonesia Police Watch (IPW) berharap pada proses assessment 8-9 Agustus mendatang, Pansel KPK bisa menyeleksi secara ketat capim yang tersisa hingga menyisakan 4 polisi dan 2 jaksa dan 14 figur lainnya yang punya kompetensi untuk ikut seleksi tahap akhir 10 besar Capim KPK. Mengingat kepemimpinan selama ini gagal membangun soliditas KPK, IPW menyarankan agar pansel tidak mengikutkan petahana dalam 10 besar.

“Kita berharap, Pansel KPK tidak perlu menggubris isu LHKPN. Sebab LHKPN bukanlah hal prinsip dalam sistem rekrutman capim KPK yang dilakukan pansel KPK. Karena mereka baru tahap seleksi, kecuali mereka sudah dinyatakan menjadi pimpinan KPK. UU juga tidak mewajibkan LHKPN itu diminta saat proses seleksi. Jadi adalah salah kaprah jika ada pihak yang mempermasalahkan LHKPN di tahap seleksi,” papar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, sebagaiman siaran pers yang dia kirim ke media ini, Kamis (15/8/19).

Kalaupun ada capim yg menyerahkan LHKPN nya, lanjut Neta, tentu tidak masalah. Lagian di UU tidak menyebutkan adanya sanksi bagi pejabat negara yg tidak menyerahkan LHKPN.

“Kenapa orang orang pada ribut soal LHKPN dalam proses seleksi capim KPK. Aneh. Bagi IPW, LHKPN itu tidak penting, sepanjang UU tidak menegaskan sanksinya. LHKPN itu sekadar basa basi yang tak penting dipersoalkan,” sergah Neta.

IPW melihat KPK ke depan harus diisi oleh 2 Pati Polri sebagai pimpinan agar pimpinan KPK bisa tegas dan tidak takut pada bawahan dan WP KPK.

“Karena selama ini ketidaktegasan pimpinan KPK dan sikap takut mereka pada bawahan menjadi sumber kacaunya KPK. Ke depan, phal ini harus segera diperbaiki,” pinta Neta.

Dikatakan, IPW masih melihat banyak hal yang harus diperbaiki di KPK, yakni meliputi instrumental (UU dan PP), pengembangan struktural dengan titik berat pada orientasi (public education). pemberantasan korupsi dengan pendekatan prevention, tugas pembantuan program pemerintah, peningkatan pendapatan negara dan daerah, recovery asset negara dan daerah, memperkuat fungsi koordinasi dan supervisi dengan instansi yang bertugas dlm pemberantasan korupsi.

“Selanjutnya tugas penegakan hukum law enforcement terhadap tindak pidana korupsi dengan titik berat kerugian negara dan perekonomian negara sebagaimana pasal 11 UU No 30 Tahun 2002. Fakta fakta inilah yang menjadi tantangan pimpinan KPK periode 2019-2023,” tandasnya.

Selama ini, tambah Neta, KPK sudah menjelma menjadi monster yang sangat ditakuti, tentu ini sangat berbahaya. Jika suatu lembaga menjadi lembaga yang sangat ditakuti, maka tidak ada yang berani mengkoreksi. KPK pun menjadi otoriter dan sok benar sendiri. Apa pun yang terjadi dan apapun yang dilakukannya, sekalipun keliru atau salah akan dianggap selalu benar.

“IPW sangat respek dan apresiasi kepada ketua dan anggota BPK. Sebab baru tahun 2018 ini BPK berani menilai LKP KPK th 2018 dengan predikat WDP. Inikan sangat memalukan. Lembaga superbody dalam pemberantasan korupsi ini tidak tampil WTP. Dengan WDP berarti banyak kekeliruan dalam penggunaan anggaran yang ujung2nya potensi korupsinya tinggi. Tapi siapa yang berani mengusut dugaan korupsi di KPK. Inilah masalah besar yang harus diperbaiki di KPK dan bukan masalah LHKPN capimnya. Untuk itu pansel harus benar benar bisa mendapat pimpinan KPK yang membawa aura baru di lembaga anti rasuha ini,” tegasnya. (red) 

Caption : Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) 

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button