ArtikelOpini

BANJIR MENGUNDANG, ARSIP MELAYANG

Oleh: Irzal Natsir, SE, M.Si *

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surah Ar Rum 41 diatas melegitimasi  proses-proses perjalanan kehidupan yang tidak hanya hidup serba baik, hidup serba lancar, hidup serba terpenuhi, hidup dengan kondisi alam yang serba ramah saja melainkan ada waktu dimana kehidupan itu tersentil dengan kondisi-kondisi  yang menimbulkan kejadian yang berefek negative dalam hiruk pikuk keduniaan , terjadi bencana maupun musibah yang tak diduga duga oleh kita yang berakibat musnah dan sirnanya harta milik kita hingga berakibat pada hilangnya nyawa manusia yang menjadi korban dari bencana tersebut.

Kondisi Negeri  kita saat ini sedang tak baik-baik saja, dari layar kaca, dari layar piranti teknologi era milenial saat ini dengan vulgar dan transparan memperlihatkan secara terang benderang  tingginya intensitas alam  yang seolah-olah melemparkan amarah dan sikap emosional kepada penghuni yang hidup di bumi. Ya kita saksikan Gunung yang bersin bahkan batuk batuk mengeluarkan isi perutnua, gempa bumi yang menggedor gedor pintu dasar bumi yang rentan bermuara pada tsunami hingga kejadian banjir bandang yang menghiasi penampakan sebuah wilayah dan daerah di Negeri nyiur melambai ini,  yang tidak biasanya kita saksikan seperti ini. Bencana ataupun musibah lain yang datang silih berganti sepertinya memberikan surprise bagi penghuni jagad Raya bumi Indonesia tercinta. Jika ditilik secara scientifik  baik dari sisi geografis, geologis, demografis, topografis, Indonesia merupakan negara yang sangat  rawan terjadi bencana. Tak heran pengalaman negeri ini sudah sangatlah sering mencicipi kejadian kejadian bencana alam yang bersifat extra ordinary yang menimbulkan korban yang tidak sedikit, mungkin sampai saat ini kita belumlah lupa kejadian Tsunami yang terjadi di bumi Serambi Mekkah, Provinsi Nangro Aceh Darussalam hampir dua dasawarsa yang lalu tepatnya 26 Desember 2004 yang diawali dengan terjadinya Gempa dengan kekuatan 9,3 Skala Richter. Arsip pun secara gamblang menceritakan bahwa Tsunami Aceh menyisakan kisah pilu bagi Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita karena menimbulkan korban yang sangat teramat banyak, kerusakan dan kerugian yang sulit terkalkulasi, dan pastinya menciptakan  super traumatik bagi rakyat Indonesia.

Menurut analisis Aqueduct Global Flood Analyzer pada data beberapa waktu lalu, Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi terdampak bencana banjir terbesar ke-6 di dunia. Boleh jadi analisis ini menimbulkan persepsi pada sebagian masyarakat bahwa tidak heranlah jika sering terjadi banjir, karena faktor indikator alamnya memang seperti itu. Tapi pastilah ada solusi untuk meminimalisir terjadinya banjir dan perlu diketahui bahwa  bencana alam yang paling sering terjadi di negeri ini adalah banjir. Menurut data BPNP yang pernah ada bahwa ada tiga faktor utama penyebab banjir dan longsor yang paling banyak disoroti, yaitu berkurangnya tutupan pohon, cuaca ekstrem, dan kondisi topografis Daerah Aliran Sungai (DAS) dan ada beberapa daerah di Indonesia yang sering terjadi banjir dan tanah longsor .

MITIGASI ARSIP TERDAMPAK BENCANA,  PERKUAT LKD

Rententan bencana di bumi nusantara teruslah terjadi bahkan ter up to date beberapa waktu lalu belum lebih 3 x 24  jam adalah yang terjadi pada beberapa Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu : Luwu, Sidenreng Rappang, Enrekang, Wajo dan Sinjai . Banjir bandang  dan ekstreem yang terjadi di Indonesia inipun  kembali mengulang  sejarah  kejadian serupa yang terjadi  pada daerah daerah tersebut di Indonesia. Media Sosialpun terus terusan untuk mengulang informasi tersebut  disertai iringin lagu ataupun musik kedukaan, salah satu lagunya adalah milik penyanyi lawas Indonesia, Ebiet G.Ade, yang bagian liriknya mengatakan: ……”mungkin alam mulai bosan , bersahabat dengan kita”…… ya lirik inipun menjadi perenungan positive tuk kita karena terkadang kesadaran kan muncul jika penyesalan menjadi sebuah kesimpulan hati kita.

Disinilah sisi baiknya zaman now bahwa dengan bermunculan teknologi informasi dan komunikasi yang lebih canggih dan smart , kebutuhan informasipun  menjadi tambahan kebutuhan primer bagi kita, dan kita dapat pula mengetahui perkembangan informasi terkait bencana banjir yang terjadi. Kesedihan pun muncul tatkala informasi nya disajikan dengan video terbaru yang mempertontonkan  bagaimana spontanitas antisipasi masyarakat, bantuan bantuan yang datang dari pemerintah, lembaga lembaga lain dan masyarakat lain yang bahu membahu penuh ketulusan, rumah rumah yang hanyut serta menginformasikan tentang jatuhnya korban jiwa, perih ataupun pedih pastinya menyelimuti hati kita dan tak jarang matapun berkaca meneteskan air mata.

Ada yang terlupakan bagi kita ketika bencana banjir melanda  yaitu arsip arsip yang dimiliki oleh organisasi pemerintah maupun yang dimiliki oleh masyarakat sebagai bukti yang menjadi hak keperdataan mereka. Terkadang ketika bencana banjir  datang bukan hanya menjadikan manusia sebagai obyek korban, bukan pula rumah atapun kendaraan tetapi juga mengubur dan merusak arsip vital dari masyarakat antara lain : Sertifikat Bangunan atapun tanah,  Bpkb kendaraan dan yang lainnya yang memiliki nilai kebuktian secara yuridis yang mana jika iya hilang sangatlah sulit dan rumit untuk mengembalikan sisi orisinalitas dan otentitas arsip tersebut. Sangatlah jelas dalam Undang undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan  pasal 3, bahwa tujuan penyelenggaraan kearsipan antara lain : menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara juga menjamin perlindungan kepntingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat. Artinya pemerintah mulai dari tingkat pusat, provinsi hingga tingkat kabupaten/kota memiliki tanggungjawab besar didalam menjamin perlindungan terhadap arsip dari bencana baik sebelum maupun sesudah melalui Lembaga Kearsipan yang telah dibentuk di tiap lini pemerintahan seperti Arsip Nasional RI pada tingkatan pusat, sementara di tingkat provinsi ataupun Kabupaten/Kota adalah Lembaga Kearsipan Daerah yang nomenkelatur secara familiar adalah: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan ataupun Dinas Kearsipan.

Hal ini menunjukkan bahwa tugas dan peran Lembaga Kearsipan Daerah (LKD) ini sangat besar dan mulia bahkan  jika terjadi bencana besar  seperti banjir, gempa bumi dan longsor sedianya LKD inipun yang harus menjadi partner bagi Badan Penanggulangan Bencana maupun SAR dalam melakukan tindakan mitigasi bencana dan terdampak khusus arsip arsip pemerintah dan masyarakat. Yang menjadi persoalan dan sangatlah ironi bahwa LKD yang dibentuk pada lini pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota tidak seperti yang kita bayangkan dan  kita inginkan karena realita dilapangan sangat berbanding terbalik, yaitu: anggarannya tidak memadai  dan cenderung super minimalis, kurangnya perhatian terhadap sdm kearsipa khususnya Arsiparis, sarana dan prasarana tidaklah sempurna salah satu contoh bangunan depot arsip  yang menyimpan dan mengamankan arsip yang bersifat lestari  yang menjadi icon utama dibentuknya LKD,  sebagian besar Pemerintah daerah tidak memiliki kalaupun ada cenderung seadanya padahal Pembangunan Depot Arsip itu harus memenuhi kaidah yang telah diatur oleh Pemerintah melalui Arsip Nasional RI untuk memastikan keamanan dan keselamatan arsip, adapula yang hingga saat ini belum memiliki kantor mandiri alias masih menumpang dan yang sangat membuat kita sedih yaitu beberapa Pemerintah Daerah melikuidasi atau menghapus LKD, karena dianggap tidak penting padahal arsip menjadi marwah pemerintahan karena menjadi indikator utama terciptanya akuntabilitas administrasi pemerintahan yang kan bermuara pada tata kelola pemerintahan yang bersih, bermartabat bebas dari korupsi, kolusi dan Nepotisme.

Kesadaran Kearsipan haruslah menjadi salah satu bagian dari kesadaran berkepemerintahan karena rumus Tertib Arsip sama dengan Tertib Administrasi sampai saat ini belum berubah dan bergeser walaupun secara sadar diakui bahwa kesadaran kearsipan dari  pemerintah dan masyarakat masihlah lemah. Tapi semua tergantung ikhtiar dari pemerintah sendiri, jika pemerintah daerah memiliki niat baik untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya yakin dan percaya akan berimplikasi pada kesadaran kearsipan yang tinggi dari masyarakat  sehingga faktor faktor  yang mengancam kerusakan bagi arsip vital masyarakat bisa terminimalisir  bahkan zero kerusakan dan arsip arsip ini pula yang akan mengawal dan menjaga peradaban Negeri Indah Nan Permai ini hingga akhir. Akhirnya menjadi do’a bagi kita bersama semoga  nanti dibawah Nahkoda Presiden Prabowo Subianto, kemajuan kearsipan semakin nampak, anggaran kearsipan lebih dan memadai, sarana dan prasarana terbangun secara lengkap dan komplit, seluruh LKD memiliki depot arsip, jaringan digitalisasi kearsipan semakin smart and advance, karakter Arsiparis semakin profesional dan adaftif dan tingkat kesejahteraan Arsiparis dan SDM Kearsipan semakin baik  dan diperhatikan oleh pemerintah.

Semoga…Aamiin.

Salam Arsip

*Penulis : Irzal Natsir, SE, M.Si
Sekretaris Pengurus Wilayah
Asosiasi Arsiparis Indonesia (AAI)
Provinsi Sulawesi Selata

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button