Error Sistem Omspan, 99 Desa di Tasikmalaya Tertahan Dana Desa Earmark dan Non Earmark Tahap 2

Beritanasional.id – Tasikmalaya – Menjelang akhir November 2025, sejumlah kepala desa di Kabupaten Tasikmalaya menyuarakan keluhan atas keterlambatan pencairan Dana Desa (DD) tahap kedua. Kondisi ini dinilai berpotensi menghambat jalannya pembangunan serta program pemberdayaan masyarakat di tingkat desa, terutama karena waktu pelaksanaan tinggal menyisakan satu bulan sebelum tutup tahun.
Kepala Dinas Pemerintahan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Tasikmalaya, Asep Darisman, saat dikonfirmasi tim beritanasional.id melalui pesan singkat WhatsApp, membenarkan adanya kendala teknis. Ia menjelaskan, keterlambatan pencairan terjadi akibat error pada sistem Omspan, aplikasi milik Kementerian Keuangan yang menjadi pintu utama pencairan dana desa.
“Keterlambatan pencairan Dana Desa tahap 2 dikarenakan error dari sistem Omspan. Kami sudah berkirim surat ke KPPN sebagai kepanjangan tangan dari Kemenkeu sejak satu bulan lalu. Dari 351 desa, sebanyak 252 desa sudah cair (earmark dan non-earmark), sementara 93 desa baru cair earmark, dan 6 desa masih dalam proses,” ungkap Asep, Senin (24/11/2025).
Dana Earmark dan Non-Earmark
Dana earmark adalah dana yang penggunaannya telah ditentukan secara spesifik sesuai regulasi pemerintah, misalnya untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), ketahanan pangan, dan penurunan stunting. Sebaliknya, dana non-earmark lebih fleksibel, dapat digunakan untuk berbagai program prioritas desa sesuai potensi dan karakteristik masing-masing, termasuk penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Keterlambatan pencairan dana non-earmark dinilai lebih krusial karena dana tersebut menjadi motor penggerak berbagai program pembangunan desa, mulai dari infrastruktur hingga pemberdayaan ekonomi lokal.
APDESI Desak Evaluasi Sistem
Kepala Desa Mandalamekar Kecamatan Jatiwaras sekaligus Bidang Hukum Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Tasikmalaya, Alfie Ahmad Sa’dan Hariri, menilai masalah ini tidak bisa dianggap sepele.
“Kalau memang itu hambatannya, Kemenkeu harus segera mengevaluasi perangkat sistemnya agar harapan Pak Purbaya untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi di bawah bisa terealisasi tepat dan cepat. Ada masyarakat yang bekerja sebagai tukang dalam sistem padat karya, ada yang berdagang material, ada yang menjual makanan untuk pekerja. Setelah pembangunan selesai, masyarakat akan lebih mudah mencapai tujuan pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Kalau jalan dibangun, semua bergerak maju sesuai harapan,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui pesan singkat whatsapp miliknya, pada Selasa, (25/11/2025).
Alfie menambahkan, keterlambatan pencairan Dana Desa tahap 2 bukan hanya menghambat pembangunan fisik, tetapi juga berpotensi menimbulkan efek domino. Dengan sisa waktu yang semakin sempit menjelang akhir tahun, desa-desa dikhawatirkan kesulitan merealisasikan program yang sudah direncanakan, mulai dari pembangunan jalan hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Dampak Lebih Luas
Keterlambatan pencairan ini tidak hanya berdampak pada desa sebagai institusi, tetapi juga langsung menyentuh kehidupan masyarakat. Program padat karya yang mengandalkan Dana Desa, misalnya, melibatkan banyak tenaga kerja lokal. Ketika dana belum cair, para pekerja tidak bisa segera diberdayakan, pedagang material kehilangan pembeli, dan warung makan di sekitar lokasi proyek kehilangan pelanggan.
Selain itu, keterlambatan pencairan juga berpotensi mengganggu target nasional terkait penurunan angka stunting dan penguatan ketahanan pangan. Dana earmark yang sudah cair sebagian memang bisa digunakan, tetapi tanpa dukungan dana non-earmark, program desa tidak dapat berjalan optimal.
Laporan: Chandra F Simatupang.


