Artikel/OpiniCitizenLiterasiMetroOpiniRagam

Pengaruh Pranata Keluarga serta Lingkungan terhadap Kesehatan Mental Gen Z

Oleh: Giszela Jania Neza *)

BeritaNasional.ID — Generasi Z, atau yang sering disebut Gen Z, adalah generasi yang lahir dalam lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, globalisasi, dan transformasi sosial yang cepat. Generasi ini menghadapi berbagai tantangan yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya, termasuk tekanan akademis, ekspektasi sosial, hingga paparan informasi yang intens melalui media sosial. Hal ini menjadikan kesehatan mental sebagai isu utama yang perlu diperhatikan. Faktor yang mempengaruhi kesehatan mental Gen Z sangat kompleks dan salah satu yang paling penting adalah pranata keluarga serta lingkungan sekitar. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga dan lingkungan sosial memainkan peran signifikan dalam membentuk kesehatan mental generasi ini.

Keluarga merupakan pranata sosial pertama yang membentuk pola pikir, nilai, dan pandangan hidup individu. Bagi Gen Z, keluarga masih menjadi sumber dukungan utama meski mereka terpapar teknologi dan memiliki akses luas ke dunia luar. Namun, tekanan dalam keluarga juga bisa menjadi faktor risiko bagi kesehatan mental mereka. Menurut penelitian dari National Alliance on Mental Illness (NAMI), sekitar 1 dari 5 remaja di Amerika Serikat mengalami gangguan mental setiap tahunnya, dengan faktor keluarga sering menjadi penyebab utama. Keluarga yang memberikan dukungan emosional dan menciptakan suasana aman membantu mengurangi risiko stres dan kecemasan pada Gen Z.

Di Indonesia, data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 14 juta orang dari kelompok usia 15 hingga 24 tahun mengalami gangguan mental, dengan 3,7% dari mereka mengalami depresi berat. Pranata keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang dapat mengurangi kemungkinan tersebut. Sebaliknya, lingkungan keluarga yang dipenuhi konflik, ketidakstabilan ekonomi, atau kurangnya perhatian terhadap anak dapat memperburuk kesehatan mental anak-anak Gen Z. Remaja yang hidup di lingkungan keluarga yang disfungsional cenderung merasa tidak diterima dan mengalami tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang memiliki dukungan keluarga yang kuat.

Selain keluarga, lingkungan sosial juga memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan mental Gen Z. Lingkungan sosial di sini mencakup lingkungan sekolah, teman sebaya, hingga komunitas di sekitar mereka. Di sekolah, misalnya, tekanan akademis, persaingan antar teman, dan bullying menjadi masalah serius yang dihadapi oleh Gen Z. Sebuah survei dari UNICEF pada tahun 2020 menunjukkan bahwa 45% remaja di Indonesia pernah mengalami bentuk intimidasi atau bullying di lingkungan sekolah. Pengalaman ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, hingga kecenderungan untuk isolasi sosial.

Tekanan dari teman sebaya juga memiliki pengaruh besar terhadap kesejahteraan mental Gen Z. Banyak dari mereka yang merasa harus mengikuti standar tertentu dalam pertemanan, gaya hidup, dan prestasi untuk bisa diterima. Hal ini diperburuk dengan adanya media sosial, yang seringkali menciptakan ekspektasi yang tidak realistis. Banyak remaja yang membandingkan diri mereka dengan orang lain di media sosial dan merasa kurang percaya diri jika tidak mampu mencapai standar yang sama. Kondisi ini bisa mengakibatkan masalah kesehatan mental seperti body dysmorphia, kecemasan sosial, dan depresi. Data dari Asosiasi Psikiatri Amerika menunjukkan bahwa 90% remaja yang terlalu sering menggunakan media sosial mengalami kecemasan dan depresi lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki penggunaan yang lebih moderat.

Tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi, khususnya media sosial, memiliki dampak signifikan pada kesehatan mental Gen Z. Mereka adalah generasi pertama yang tumbuh besar dengan akses yang hampir tanpa batas ke internet dan media sosial. Sementara teknologi menawarkan banyak keuntungan, eksposur yang terlalu sering terhadap media sosial juga membawa berbagai risiko kesehatan mental. Salah satu risiko utama adalah fenomena fear of missing out (FOMO), yaitu perasaan takut tertinggal atau tidak mengikuti tren tertentu, yang sering dialami oleh Gen Z.

Studi dari Pew Research Center menyatakan bahwa 54% Gen Z merasa bahwa media sosial membuat mereka lebih sulit untuk membedakan antara kenyataan dan ekspektasi. Hal ini sering kali menciptakan tekanan untuk mengikuti standar kecantikan, gaya hidup, dan pencapaian yang mereka lihat di platform-platform tersebut. Rasa tidak puas terhadap diri sendiri karena membandingkan kehidupan nyata mereka dengan kehidupan “ideal” di media sosial dapat meningkatkan risiko gangguan kecemasan dan depresi. Fenomena ini semakin parah dengan adanya budaya cancel culture dan cyberbullying yang marak di dunia maya, sehingga menambah beban psikologis bagi Gen Z.

Untuk membantu Gen Z dalam menjaga kesehatan mental mereka, peran aktif dari keluarga dan lingkungan sangatlah penting. Orang tua dan anggota keluarga dapat menjadi tempat yang aman bagi Gen Z untuk mengekspresikan perasaan mereka tanpa takut dihakimi.

Komunikasi yang terbuka dan tanpa prasangka dapat membantu remaja mengatasi tekanan yang mereka alami sehari-hari. Orang tua juga bisa memberikan pendidikan yang tepat mengenai penggunaan teknologi dan media sosial agar anak-anak mereka tidak mudah terjebak dalam ekspektasi palsu yang diciptakan di dunia maya.

Sekolah dan lingkungan sosial juga perlu lebih peka terhadap isu kesehatan mental. Program bimbingan konseling dan edukasi mengenai kesehatan mental dapat diadakan secara rutin di sekolah untuk membantu siswa mengenali tanda-tanda gangguan mental dan cara mengatasinya. Meningkatkan kesadaran mengenai dampak bullying serta menyediakan lingkungan yang inklusif dan suportif bagi para siswa adalah langkah konkret yang dapat diambil oleh institusi pendidikan.

Komunitas dan organisasi sosial juga dapat berperan dalam meningkatkan kesehatan mental Gen Z. Dengan menyediakan platform untuk mereka berpartisipasi dalam kegiatan positif, seperti kegiatan sukarela atau pelatihan keterampilan, Gen Z bisa mendapatkan pengalaman yang meningkatkan kepercayaan diri dan mengurangi kecemasan. Studi dari American Psychological Association menunjukkan bahwa remaja yang aktif dalam kegiatan komunitas cenderung memiliki kesejahteraan mental yang lebih baik karena mereka merasa memiliki tujuan dan mendapatkan dukungan sosial yang berarti.

Pranata keluarga dan lingkungan sosial memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan mental Gen Z. Dalam menghadapi tekanan yang berasal dari teknologi, ekspektasi sosial, serta tantangan akademis, dukungan dari keluarga dan lingkungan sangat dibutuhkan. Keluarga yang suportif dan lingkungan sosial yang positif dapat memberikan perlindungan bagi kesehatan mental Gen Z, sementara faktor-faktor risiko, seperti keluarga disfungsional, tekanan dari media sosial, dan bullying, dapat memperburuk kondisi mental mereka.

Diperlukan kesadaran dari berbagai pihak, mulai dari keluarga, sekolah, hingga pemerintah, untuk membangun ekosistem yang mendukung kesehatan mental Gen Z. Dengan adanya dukungan yang tepat, diharapkan generasi ini dapat menghadapi berbagai tantangan yang ada tanpa mengorbankan kesejahteraan mental mereka. Gen Z merupakan generasi masa depan yang akan memegang kendali berbagai aspek kehidupan di masa depan, sehingga menjaga kesehatan mental mereka adalah investasi penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera di masa yang akan datang.

Generasi Z, yang lahir antara pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh di tengah kemajuan teknologi yang pesat dan perubahan sosial yang dinamis. Kondisi ini memengaruhi kesehatan mental mereka secara signifikan. Faktor keluarga dan lingkungan menjadi aspek penting yang dapat menentukan kondisi kesehatan mental mereka, baik dalam aspek dukungan maupun tantangan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang bagaimana peran keluarga dan lingkungan sekitar dalam membentuk kondisi kesehatan mental Gen Z serta mengidentifikasi faktor utama yang mempengaruhi.

1. Mengapa Pranata Keluarga Penting bagi Gen Z?

Pranata keluarga merupakan unit dasar dalam masyarakat, yang menjadi tempat pertama di mana seseorang mempelajari norma, nilai, dan dukungan emosional. Bagi Gen Z, keluarga memainkan peran penting dalam perkembangan emosional dan mental mereka. Sebagai generasi yang lahir di era digital, Gen Z cenderung lebih terbuka terhadap berbagai informasi tentang kesehatan mental. Mereka juga menghadapi tantangan unik seperti tekanan akademis yang tinggi, harapan masyarakat yang kompleks, serta ekspektasi keluarga yang besar. Keluarga yang memberikan dukungan emosional, komunikasi terbuka, serta pemahaman terhadap masalah kesehatan mental memiliki pengaruh positif terhadap kondisi mental Gen Z. Sebaliknya, keluarga yang kurang mendukung atau kurang peka terhadap kesehatan mental bisa meningkatkan risiko gangguan mental pada Gen Z.

Menurut Nailatul Zhofira, seorang mahasiswa di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Jurusan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, Program Studi D3 Asuransi Kesehatan, “Keluarga adalah tempat saya mendapatkan dukungan utama. Namun, ketika saya merasa keluarga saya tidak memahami kondisi mental saya, ini membuat saya merasa tertekan. Terkadang, saya merasa harus menyembunyikan perasaan untuk menjaga kedamaian dalam keluarga.”

2.Bagaimana Lingkungan Sekitar Memengaruhi Kesehatan Mental?

Selain keluarga, lingkungan sosial juga memiliki pengaruh signifikan terhadap kesehatan mental Gen Z. Lingkungan pertemanan, komunitas sekolah atau kampus, serta lingkungan digital dapat memengaruhi pandangan Gen Z tentang kesehatan mental. Misalnya, lingkungan pertemanan yang suportif dapat menjadi tempat bagi mereka untuk saling berbagi perasaan, sedangkan lingkungan yang penuh dengan tekanan sosial dapat menyebabkan rasa cemas dan ketidaknyamanan. Di era media sosial, Gen Z sering kali terpapar standar hidup ideal yang dapat memengaruhi harga diri mereka. Interaksi digital yang berlebihan juga bisa menyebabkan rasa kesepian yang cukup tinggi, karena interaksi virtual tidak selalu memberikan kepuasan emosional yang sama seperti interaksi langsung.

Zhanira Dwia Viony, mahasiswa Universitas Andalas, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, menyatakan bahwa “Media sosial bisa menjadi sumber stres. Saya sering merasa bahwa hidup saya tidak cukup baik dibandingkan dengan apa yang saya lihat di media sosial. Kadang, lingkungan teman saya juga ikut menambah tekanan dengan menyamakan hidup saya dengan standar yang tidak realistis.”

3.Apa Dampak Kesehatan Mental yang Dialami oleh Gen Z?

Dampak kesehatan mental pada Gen Z sangat bervariasi, tergantung pada tingkat dukungan yang mereka dapatkan dari keluarga dan lingkungan mereka. Beberapa masalah kesehatan mental yang umum di kalangan Gen Z termasuk kecemasan, depresi, dan gangguan tidur. Kecemasan, misalnya, sering kali disebabkan oleh tekanan sosial yang besar dan harapan yang tinggi dari keluarga. Depresi dapat muncul sebagai akibat dari kurangnya pemahaman dari orang-orang terdekat mereka, termasuk keluarga, yang cenderung tidak peka terhadap tanda-tanda gangguan mental. Gangguan tidur sering terjadi karena paparan terhadap media sosial yang berlebihan, membuat mereka cenderung sulit untuk mendapatkan tidur yang berkualitas.

Salah satu responden berusia 21 tahun menyatakan, “Saya mengalami kecemasan yang cukup parah saat dihadapkan pada ekspektasi orang tua. Saya merasa selalu harus mencapai hal-hal besar agar mereka bangga, namun saya merasa tertekan dan kadang itu berdampak pada kualitas tidur saya.”

4. Kapan Pranata Keluarga dan Lingkungan Menjadi Krisis bagi Kesehatan Mental?

Krisis kesehatan mental pada Gen Z cenderung meningkat ketika mereka merasa tidak ada dukungan dari keluarga maupun lingkungan. Masa transisi dari remaja ke dewasa awal, seperti saat memasuki perguruan tinggi atau dunia kerja, sering kali menjadi titik rawan yang rentan terhadap tekanan mental. Pada fase ini, Gen Z dihadapkan pada tekanan untuk menemukan jati diri dan menghadapi tantangan hidup secara mandiri. Ketika keluarga dan lingkungan mereka tidak memberikan dukungan yang memadai, hal ini dapat memperburuk kondisi mental mereka, mengingat periode ini adalah masa di mana mereka membutuhkan dukungan moral yang lebih tinggi.

5. Siapa yang Terpengaruh oleh Pranata Keluarga dan Lingkungan?

Hampir seluruh generasi Z mengalami dampak dari pranata keluarga dan lingkungan terhadap kesehatan mental mereka. Mereka yang memiliki lingkungan keluarga dan sosial yang stabil cenderung lebih mampu mengelola stres dan tekanan yang ada, dibandingkan dengan mereka yang tumbuh dalam lingkungan penuh konflik atau ketidakstabilan emosional. Selain itu, Gen Z yang tumbuh di lingkungan sosial yang mendukung kesehatan mental, seperti adanya layanan konseling di sekolah atau kampus, cenderung lebih tangguh dalam menghadapi tantangan mental.

6.Bagaimana Mengatasi Pengaruh Negatif Pranata Keluarga dan Lingkungan?

Mengatasi pengaruh negatif pranata keluarga dan lingkungan membutuhkan kolaborasi antara keluarga, institusi pendidikan, dan masyarakat luas. Keluarga perlu memiliki pemahaman yang baik tentang pentingnya kesehatan mental, dengan memberikan dukungan emosional yang stabil dan komunikasi yang terbuka. Institusi pendidikan juga memiliki peran penting, misalnya melalui penyediaan fasilitas konseling atau program yang mengedukasi siswa tentang pentingnya kesehatan mental. Di sisi lain, Gen Z sendiri juga perlu memiliki kemampuan untuk menyaring informasi yang mereka konsumsi dari media sosial serta membangun lingkungan pertemanan yang positif.

Zhanira Dwia Viony menambahkan, “Keluarga saya akhirnya belajar tentang kesehatan mental setelah saya menjelaskan pentingnya konseling. Lingkungan saya sekarang lebih mendukung, dan itu sangat membantu dalam menjaga keseimbangan emosional saya.”

*) Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Universitas Andalas

DAFTAR PUSTAKA

 Widyasari, L. (2024). Analisis penggunaan media sosial TikTok pada kesehatan mental generasi Z di SMKN 1 Ngasem Kediri. IAIN Kediri.

Aisy, R., & Ghifary, M. T. (2023). Implementasi kebijakan kesejahteraan karyawan Gen Z dalam menanggulangi burnout di lingkungan kerja. Musytari: Neraca Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi, 1(12), 71–80.

Balqis, S. Z., Indriani, P. N., Irian, S. Z. A., Rahayu, D. S., & Hambali, B. (2024). Pengembangan personal melalui pendidikan jasmani: Peran penting dalam pembentukan kesehatan mental dan fisik. Jurnal Ilmiah Spirit, 24(2), 29–38.

Pranata, M. A., Naufalina, F. E., & Supriadi, O. A. (2020). Perancangan aplikasi meditasi untuk mengatasi stres dan burnout. eProceedings of Art & Design, 7(2).

Wilodati, W., & Wulandari, P. (2023). Sosiologi keluarga: Sebuah pengantar. Eureka Media Aksara.

Kalanjati, V. P. (2020). Polimorfisme gen dopaminergik dan serotonergik terkait obesitas dan indeks massa tubuh pada usia dewasa muda sebagai faktor risiko penyakit degeneratif. Universitas Airlangga Surabaya.

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button