tasikmalaya

Pemkab Tasikmalaya Bentuk Satgas Validasi Data Anak Putus Sekolah

 

Beritanasional.id – Jawa Barat,- Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mulai mengambil langkah tegas dalam menangani persoalan anak putus sekolah. Angka yang disebut mencapai 29.000 jiwa dinilai perlu diverifikasi ulang agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran di masyarakat.

Wakil Bupati Tasikmalaya, Asep Sopari Al-Ayubi, menegaskan bahwa data tersebut harus diuji akurasinya sebelum disampaikan ke publik. Ia mengingatkan seluruh pihak agar berhati-hati dalam mengutip angka tanpa memastikan sumber dan metode pengumpulan data.

“Data itu harus dicek dahulu kebenarannya, apakah benar mencapai 29.000,” ujar Asep, Rabu (26/11/2025).

Angka Kelanjutan Pendidikan

Berdasarkan laporan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, angka kelanjutan sekolah dari tingkat SD ke SMP mencapai 99%. Namun, dari SMP ke SMA persentasenya turun drastis menjadi 57%. Kondisi ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam memastikan keberlanjutan pendidikan di tingkat menengah atas.

Asep menduga, jumlah 29.000 anak yang disebut putus sekolah bukan seluruhnya benar-benar berhenti belajar. Sebagian di antaranya diduga berhenti di tengah jalan karena berbagai faktor sosial maupun ekonomi.

Satgas Validasi Data

Untuk memastikan penanganan persoalan ini berjalan tepat, Pemkab Tasikmalaya membentuk Satuan Tugas (Satgas) Validasi Data dan Penanggulangan Anak Putus Sekolah. Satgas tersebut ditugaskan melakukan verifikasi data sekaligus merumuskan langkah cepat penanggulangan.

Santri Pesantren Salafiah

Asep juga menyoroti kemungkinan adanya kekeliruan pengategorian, terutama terkait santri di pesantren salafiah. Banyak anak yang belajar di pesantren tercatat seolah-olah tidak melanjutkan pendidikan formal, padahal mereka tetap mendapatkan pendidikan yang diakui undang-undang.

“Santri di pesantren salafiah tidak bisa disebut putus sekolah. Mereka tetap mendapatkan pendidikan yang diakui dan dilindungi,” tegasnya.

Payung Hukum

Asep berharap, peraturan bupati segera diterbitkan sebagai dasar teknis pelaksanaan agar hak pendidikan santri tercatat sama seperti peserta didik di sekolah umum. Ia menduga, angka 29.000 anak putus sekolah muncul karena banyak anak masuk ke pesantren salafiah sehingga tidak tercatat dalam sistem pendidikan formal.

Laporan : Chandra F Simatupang

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button