ACEHDaerahMetro

Antara Upaya Pemerintah dan Pengabaian Masyarkat, Corona Melenggang Bebas di Aceh

BeritaNasiomal.Id, Banda Aceh– Pertengahan Oktober 2020 Aceh genap delapan bulan berada di tengah- tengah suasana ancaman Corona Virus Disease alis Covid-19. Berbagai upaya sudah dan sedang terus dilakukan oleh pemerintah, mulai dari Pusat hingga Pemerintah desa.

Ironinya, angka terinfeksi Covid-19 di Aceh bukan malah berkurang, tapi terus terjadi lonjatan bahkan mengalahkan angka kesembuh suspek setiap harinya. Mengapa hal itu bisa terjadi, apa penyebabnya hingga wacana menekan “rem” Covid-19 tidak dapat terwujud ?.

Pertanyaan di atas tidak harus dijawab secara langsung, apalagi saling mempersalahkan. Tetapi, hendaknya semua pihak harus introspeksidiri dan menyadari kewajiban yang harus dilaksanakan, dalam rangka memutuskan rantai infeksi Covid-19 di Provinsi Aceh, yang telah menelan korban jiwa hingga 226 orang masyarakat Aceh, sebagaimana laporan Jubir Covid-19 Provinsi Aceh, Saifullah AG Jumat,16 Oktober 2020.

Masih versi Jubir Covid -19 Aceh, kecuali angka kematian yang diklim terinfeksi Covid-19 mencapai 226 orang, jumlah yang terkonfirmasi terinfeksi covid-19 pun tidak berkurang malah sudah mencapai angka 6.252 orang per tanggal 16 Oktober lalu.

Bila merujuk pada aturan yang ada dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, rasanya sudah dititik “ujung perjuangan”. Memgapa tidak selain telah melahirkan aturan agar terlaksananya penerapan anjuran protokol kesehatan secara menyeluruh, menjaga jarak, mencuci tangan, menggunakan masker, sejumlah kebijakan di sektor ekonomi pun sudah dan sedang berlangsung, semua itu dicetuskan guna mendukung kenyamanan bagi masyarakat untuk mencegah permasalahan di sektor ekonomi pasca ancaman pandemi Covid-19 ini melanda.

Jutaan masker berbagai merek dan sosialisasi telah disampaikan hingga ke pelosok perkampungan warga, tidak cuma oleh instansi terkait, melainkan dilibatkan semua pihak untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat, guna menjalankan anjuran protokol kesehatan yang dianggap mampu memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 di tengah‐tengah masyarakat.

Anjuran Protokol Covid Dipatuhi, Akibat Takut Sanksi

Awal dari munculnya pandemi Covid-19 di Aceh Khususnya dan Indonesia umumnya menjelang triwulan tahun anggaran 2020. Hampir seluruh indonesia menerapkan dan menjalankan lockdown, meski pemerintah tidak memgintruksikannya. Bahkan di Provinsi Aceh sempat lockdown hingga aktivitas masyarakat nyaris vakum total saat itu.

Namun, kondisi itu kian hari terus melonggar, apalagi pasca diumumkan oleh pemerintah pusat bahwa lockdown tidak dianjurkan. Selama masa 15 hari pertama, kondisi benar-benar mencekam bahkan sikap antisipasi yang berlebihan pun ikut menghiasi suasana awal pandemi melanda.

Banyak desa yang menolak tamu dari luar daerah bahkan luar desa, meskipun kerabat sendiri, dengan dalih khawatir terinfeksi Covid-19 yang nantinya dapat mewabah di lingkungan dimaksud. Penerapan jam malam salah satu upaya mencegah warga luar desa masuk bebas ke desa tertentu.

Namun, pasca New Normal seluruhnya berubah total, aktivitas masyarakat pun bak kondisi normal seperti sediakala.

Di masa new normal dan perubahan perilaku ini justeru angka terkonfirmasi Covid-19 terus melaju lancar bahkan angka kematian terus meningkat.

Pada masa perubahan perilaku ini, pemerintah tidak tinggal diam, selain kebijakan di sektor ekonomi, kemudahan pelayanan bahkan perubahan sistem jam kerja di perkantoran, turut menerbitkan aturan yang menekan berat kepada masyarakat untuk menjalankan anjuran protokol kesehatan.

Tidak, tanggung-tanggung aturan tersebut juga dibaringi dengan sanksi. Mulai dari sanksi sosial hingga sanksi administrasi atau bayar denda untuk pelanggar perorangan dan pencabutan izin usaha bagi pelaku usaha yang mengabaikan aturan tersebut.

Tapi, alhasil di lapangan kepatuhan masyarakat hanya sebatas menghindari dari sanksi, bukan untuk menghindari diri dari ancaman terinfeksi Covid-19 sebagaimana tujuan dari diterbitkan aturan tersebut oleh pemerintah.

Hasil penelusuran wartawan media ini, di lapangan tampak aktivitas masyarakat seperti biasa. Di waktu pagi, siang maupun malam. Anjuran menjaga jarak nyatis tidak berlaku lagi bahkan penggunaan masker yang senantiasa diwanti-wanti pun ikut terabaikan.

Saat ditanyakan mengapa tidak menggunakan masker dan mènjaga jarak saat berkontamisani dengan sesama, warga memilih tersenyum dan seakan tidak ada anjuran dan kewajiban melaksanakan anjuran prokes tersebut.

“Ngak apa-apa, kita kan sesama warga di sini, kecuali ada orang lain, itu ya,” jawab salah seororang warga yang ditemui di sela sela sarapan pagi di salah satu kota Kabupaten di Aceh, baru-baru ini.

Perilaku tersebut terjadi hampir di seluruh daerah di Aceh, bahkan secara terang terangan saat meng upload gambar di media sosial miliki warga bersangkutan juga mengabaikan prokes dan hal itu tidak cuma terjadi pada kalangan masyatakat biasa, tapi juga dilakukan oleh pihak oknum pelaku pemerintah.

Seharusnya, pelaku pemerintah tidak melakukan aksi-aksi yang mengabaikan anjuran prokes, baik di alam nyata maupun untuk sebuah gambar di alam maya, mengingat upaya membangkitkan kepercayaan di tengah-tengah masyarakat guna mendorong pemutusan matarantai infeksi Covid-19 di Aceh masih sangat dibutuhkan, bila mana tidak ingin Aceh Jadi lautan manusia terjengkit Corona.

Di lain sisi masyarakat perlu mematuhi anjuran prokes yang dianjurkan baik pada diri sendiri maupun keluarga, dan mengurangi aktivitas di luar rumah, bila tidak dibutuhkan. Sebab Covid -19 masih mengancam, bila bukan dengan kesadaran mematuhi anjuran protokol kesehatan, tidak tertutup kemungkinan kita juga akan jadi sasaran serangan virus mematikan yang sedang mengancam. (Alan)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button