Daerah

APDESI Aceh Ingatkan Pemerintah Agar Tinjau Ulang Perpanjangan HGU

BeritaNasional.ID, ACEH TAMIANG — Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia ( APDESI ) Propinsi Aceh meminta kepada pemerintah agar tidak mudah memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang akan berakhir.

Penegasan tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Propinsi Aceh Wilda Muklis melalui Sekretaris DPD APDESI Yusran kepada Beritanasional.id di Karang Baru, Jumat (4/8/2023).

“BPN dan Tim B agar dapat meneliti perusahaan perkebunan yang mau perpanjangan HGU. Karena selama ini perusahaan perkebunan banyak yang tidak patut pada aturan,” tegas Yusran.

Untuk dirinya mengimbau agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) dapat lebih tegas dalam menerbitkan izin Hak Guna Usaha (HGU) kepada perusahaan kelapa sawit. Pasalnya banyak sekali penyimpangan HGU, seperti tumpang tindih antara HGU dengan kawasan hutan, konflik sengketa antara HGU dengan tanah masyarakat, penggarapan lahan yang tidak sesuai dengan izin HGU.

Kemudian persoalan kewajiban perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi peraturan yang  mengharuskan mereka memberi plasma minimal 20 persen, tapi izin HGU tetap diterbitkan dan bahkan diperpanjang. Pertanyaannya kenapa diterbitkan? Atau malah diperpanjang

“BPN harus tegas. Dalam proses pengajuan izin baru, harus langsung dan jelas plasma (kelapa sawit) 20 persen itu diserahkan kepada siapa dan dalam bentuk yang bagaimana. Jika sudah tidak memenuhi saat perpanjangan ya evaluasi, plasma minimal 20 persen. Tidak ada plasmaya tidak usah diterbitkan lagi izin perpanjangannya. Ini soal law enforcement dan ketegasan dari pemerintah,” tegasnya.

Yusran sangat setuju dengan DPRK Aceh Tamiang untuk menghadirkan Tim B dan membentuk Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB, dan HPL.

Yusran berharap dengan adanya Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB dan HPL, permasalahan  pertanahan yang masih sangat banyak ini dapat segera terselesaikan.

Menurutnya bahwa perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit atau perkebunan lainnya berkewajiban alokasikan lahan bagi petani rakyat seluas 20% yang berada diluar hak guna usaha ( HGU ) yang sudah di miliki. Hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang 39 Tahun 2014, terutama pasal 58 ayat 1.

Dalam amanat Undang-undang itu dipahami dan dimaknai bahwa perusahaan perkebunan yang memiliki usaha perkebunan, wajib memfasilitasi pembangunan perkebunan masyarakat sekitar paling rendah 20% dari total luas kebun yang di usahakan oleh perusahaan perkebunan.

“Pertanyaannya ada gak pengusaha perkebunan memfasilitasi 20% lahan bagi petani rakyat,” ungkapnya.

Disamping sambung Yusran sesuai Permentan Nomor 98 Tahun 2013 kemudian Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2012 ada ketentuan perusahaan perkebunan wajib memberikan plasma sebesar 30%.

Pengusaha perkebunan harus mematuhi aturan yang ada dan berkontribusi untuk daerah. Tanah sudah digarap untuk perkebunan, masyarakat sudah sulit untuk bercocok tanam.

Perusahaan perkebunan yang melanggar ketentuan tersebut bisa dikenai sanksi administratif dan denda berupa pemberhentian sementara dari kegiatan usaha perkebunan dan atau pencabutan izin usaha perkebunan.

“Pemerintah daerah atau dinas terkait harus meninjau ulang dan memastikan perusahaan mana saja sudah melaksanakan undang-undang no. 39 Tahun 2014 tersebut. Ini sangat penting dan perlu mengingat situasi ekonomi masyarakat saat ini. Kalau perlu secepatnya di buatkan Pansus tentang Undang-Undang No 39 Tahun 2014 ini,” pinta Yusran.

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button