DaerahJawa TimurPendidikan

Fenomena Hoaks dan Literasi Digital di Kalangan Generasi Muda

BeritaNasional.ID – MALANG JATIM, – Fenomena hoaks di kalangan anak muda saat ini menjadi tantangan serius di era digital. Hal itu karena adanya kemudahan akses informasi yang sering kali tidak diimbangi dengan kemampuan memilah dan memverifikasi kebenaran sumber informasi dimaksud, Senin (16/12/2024)

Ditambah lagi rendahnya literasi digital yang menyebabkan banyak anak muda cepat percaya pada informasi yang bersifat sensasional atau provokatif tanpa mengecek sumbernya terlebih dahulu. Hal ini tidak hanya berdampak pada individu, seperti penyebaran informasi yang keliru, tetapi juga dapat memicu keresahan sosial yang lebih luas.

“Ini yang dikupas Kelompok 1 mata kuliah Kewarganegaraan prodi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang, dengan melakukan pengerjaan project citizen dengan tema Fenomena Hoaks dan Literasi Digital di Kalangan Generasi Muda sebagai tugas akhir dari mata kuliah kewarganegaraan,” jelas Qurrota A’yun Mahasiswi Psikologi UMM. https://www.umm.ac.id/

Tulisan ini, sambung Qurrota A’yun, dapatkan dari hasil wawancara dengan dosen dan beberapa mahasiswa dalam pengerjaan project citizen. “kami wawancara dengan Dr. Muhamad Amin, M.Hum, Dosen Hukum UMM,” tutur Qurrota A’yun.

Qurtota A’yun menambahkan, Hoaks muncul dari sensasi dan kurangnya pemahaman tentang informasi yang benar. Lingkungan pertemanan dan diskusi kritis juga dapat membantu memilah fakta. “Media sosial jadi sumber utama hoaks, sehingga verifikasi informasi diperlukan. Informasi valid ditandai dengan bukti konkret,” jelasnya.

Qurrota A’yun menjelaskan bahwa, meningkatkan literasi digital dan berpikir kritis merupakan hal yang penting dalam menghindari dan atau tidak mudah terjebak hoaks. “Kita harus meningkatkan literasi digital dan berpikir kritis agar tidak terjebak hoaks,” pungkasnya.

Sementara M. Rafi Putra Z. Mahasiswa Ekonomi Pembangunan UMM, menambahkan bahwa Hoaks sering disebarkan untuk kepentingan golongan tertentu, memanfaatkan kemudahan teknologi dan media sosial. Informasi cepat tersebar dan mudah dipercaya tanpa verifikasi.

“Untuk mencegahnya, penting membandingkan sumber informasi yang terpercaya. Misalnya, akun centang biru atau lembaga resmi. Generasi muda perlu melek digital dan berpikir kritis untuk memverifikasi informasi sebelum membagikannya,” kata Rafi.

Lebih lanjut, Rafi mengatakan, pentingnya literasi digital terletak pada kemampuan untuk berpikir kritis, memahami cara kerja media, serta menyaring informasi berdasarkan fakta, bukan opini atau emosi.

“Dengan literasi digital yang baik, maka anak muda dapat berpikir lebih cerdas dalam menggunakan media sosial, lebih waspada terhadap berita palsu, dan lebih bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi. Oleh karena itu, peningkatan literasi digital harus menjadi prioritas, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun melalui kampanye edukasi masyarakat yang melibatkan semua pihak,” jelas Rafi.

Tak hanya itu yang disampaikan Rafi, namun dia menjelaskan, pemerintah, lembaga pendidikan, dan media harus punya peran aktif dalam penyebaran hoaks. “Hal ini akan membantu membangun generasi muda yang lebih tangguh dalam menghadapi tantangan informasi di era digital,” kata Rafi.

Disisi lain, Muhammad Amin, Dosen di Fakultas Hukum beropini bahwa literasi digital membantu generasi muda memilah fakta dari hoaks dengan memahami sumber valid dan aspek hukum seperti diatur dalam Pasal 45 Ayat 1 UU ITE. “Peran keluarga dan pemerintah penting melalui edukasi, perpustakaan keliling, dan penyuluhan,” jelas Muhammad Amin.

Muhammad Amin menegaskan, Literasi digital dapat meningkatkan kreativitas, tetapi akses informasi yang salah dapat merusak pola pikir dan perilaku sosial,” pungkas Muhammad Amin. (rai)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button