Hasil Kajian Aktivis, Eksistensi Plh Sekda Bondowoso Ilegal
Produk Plh Sekda Cacat Hukum dan Menimbulkan Kerugian Keuangan Negara

BeritaNasional.ID, BONDOWOSO JATIM – Mendiskusikan tentang legalitas Plh Sekda bukan hanya menarik karena merupakan jabatan politis yang bergengsi, tapi juga dampak dari produk legalitas formalnya.
Oleh karena itu tidak salah jika LSM LAKI terus melakukan kritikan setelah melakukan kajian bersama LSM lain terkait dengan kebijakan Pj Bupati Hadi Wawan Guntoro yang enggan ‘melepas’ Hj. Haeriyah Yuliati, S.Sos, MM sebagai ‘pendampingnya’.
“Kalau dilihat syarat formilnya, maka penunjukan Pj Sekda (sebelum diperpanjang menjadi Plh), bisa diangap tidak memenuhi syarat, karena tidak ada proses Open Bidding. Apa yang mau dilaporkan? Karena memang Open Bidding tidak dilaksanakan,” jelas Ketua LSM LAKI Azura Kunang, SE.
Masalah berikutnya, kata Kunang, adalah legalitas Plh Sekda. Kenapa bisa dinilai tidak syah? Karena kebiajakan Pj Bupati melampaui kewenangan. Dasarnya adalah, kalau Bupati melaksanakan amanah Perpres 3/2018 dan Permendagri 91/2019 maka seharusnya tidak sampai 1 bulan sudah ditunjuk Pj. Sekda baru.
Pada posisi sekarangp, Plh. Sekda ditunjuk mulai tanggal 13 November 2024. Jika dih jiitung masa kerjanya sudah melampaui waktu hampir 3 bulan. Padahal sejatinya Plh. Sekda itu ditunjuk untuk menggantikan posisi Sekda yang berhalangan sementara.
Ditambahkan, padahal berdasarkan Pasal 58 Permenpan RB No. 22/2021 penunjukan Plh (Pelaksana harian) dibatasi hanya 30 hari. Kesimpulannya, berdasarkan aturan ini, maka Plh. Sekda sudah tidak syah atau illegal, karena melampaui wewenang (melanggar ketentuan UU administrasi pemerintahan).
“Konsekuensinya, maka seluruh tindakan administratif yang dilakukan Plh. Sekda batal karena tidak syah dan bahayanya bisa menimbulkan kerugian keuangan negara. Telah terjadi polemik hukum yang sangat fatal terkait dengan proses penunjukan Pj. Sekda yang berlarut-larut sehingga menimbulkan krisis kepemimpinan dan kerentanan tindakan administratif,’ Tutur Kunang mewakili aktivis lainnya.
Posisi Plh Sekda, lanjutnya, tidak syah karena melanggar seluruh ketentuan regulasi yang ada. Pemerintah Pusat harus turun tangan karena sudah terjadi komplikasi hukum administrasi terkait dengan proses penunjukan Pj. Sekda yang berlarut-larut dan melalaikan aturan yang ada.
Mempercepat penunjukan Pj. Sekda untuk segera melaksanakantugas utama yaitu Open Bidding Sekda definitif secara fair dan transparan agar segera ada Sekda definitif tanpa harus menunggu pemerintahan baru.
Kalau penunjukan Pj. Sekda dilakukan oleh Gubernur dalam keadaan sekarang maka terdapat cacat formil/prosedur maka keputusan bisa dibatalkan karena seluruh persyaratan tidak dilakukan (tidak ada open bidding, red).
Sesuai dengan Pasal 52 UU. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, syarat syahnya keputusan salah satunya dibuat sesuai prosedur. Nah kalau Open Bidding ditinggalkan tanpa izin itu mungkin bisa dimaknai melanggar prosedur.
Pasal 56 berbunyi, keputusan yang tidak sesuai persyaratan sebagaimana Pasal 52 merupakan keputusan yang tidak syah. Siapa yang harus bertanggungjawab. Bupati Bondowoso selaku pimpinan tertinggi.
“Kemudian, Plh. Sekda selaku pejabat yang ditunjuk untuk mengawal dan melaksanakan regulasi. Kepala BKPSDM dan jajarannya karena tidak mampu dan sangat lemah dalam memberikan masukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” tambahnya.
Juga, lanjutnya, Inspektur Inspektorat yang mempunyai tanggungjawab untuk melakukan reviu terhadap seluruh kebijakan daerah dan Kepala Bagian Hukum selaku pihak yang wajib memberikan telaah hukum. (Syamsul Arifin/Bernas)