KemendagriNasional

Kasus Dokumen Terbang, Siapa Bertanggung Jawab?

BeritaNasional.ID.JAKARTA —Asosiasi Penambang Tanah Pertiwi (ASPETI) menggelar acara Forum Group Discussion (FGD) dengan tema

“Kutukan Sumber Daya Alam” Meneroka (mengeksplor) mekanisme dokumen pertambangan (Analisa Kasus Dokumen Terbang Merugikan Negara Rp 5,7 Triliun). Kamis 10 Agustus 2023, bertempat Gedung
Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat.

Acara yang digelar usai launching atau peluncuran ASPETI , dihadiri sejumlah praktisi maupun pelaku usaha di bidang pertambangan tanah air.

Diskusi yang dimoderatori oleh Niko Adrian ini menghadirkan Yosef C.A. Swamidharma (Ikatan Ahli Geologi Indonesia/IAGI), Dhafi Iskandar (Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia/Perhapi),

Taruna Aji (Pelaku Usaha Pertambangan), Jeffisa Putra Amrullah (Pelaku Usaha Pertambangan), Arie Nobelta Kaban (Praktisi Hukum).

Dalam paparannya terkait kasus dokumen terbang yang diduga merugikan negara Rp 5,7 Triliun, Yosef C.A. Swamidharma menyampaikan bahwa kasus ini terjadi akibat belum adanya aturan turunan yang
tuntas secara administratif, misalnya mekanisme lelang dan wilayah pertambangan sudah memiliki
inventori, serta mekanisme penugasan (untuk area-area yang belum memiliki data-data eksplorasi).

“Yang utama adalah niat baik, mekanisme diutamakan orang yang kompeten, dibuat transparan dengan cara direview oleh pihak lain, supaya lebih terbuka. Kalau ada kekurangan-kekurangan yang masih ada
di-list-kan. Hal ini proses maksimum yang harus dilakukan. Namun, kalau ada salah satu pihak yang memang dari awal sudah memiliki modus atau niat tidak baik dalam sistem, sebagus apapun sistem
yang dibuat pasti gampang hancur. Yang paling penting adalah niat baik,” kata Yosef.

Sementara itu Taruna aji mengapresiasi FGD yang digelar ASPETI ini, menurutnya perlu dibicarakan bagaimana kepentingan bangsa dalam aktivitas pertambangan ini.

Apabila berbicara filosofis, tanah ini
ada sebelum adanya manusia.
“Kita dikutuk alam ini karena kita lupa adanya alam ini. Kita gali tapi tidak pernah memberi,” ucap Taruna Aji.

Mengenai permasalahan dokumen terbang, menurutnya sudah ada dari 6-7 tahun lalu. Namun ini terjadi pada kerjasama business to business antara perusahaan pertambangan. Permasalahannya kasus
ini melibatkan perusahaan milik negara (BUMN).

Taruna Aji menuturkan permasalahan ini menjadi PR bersama yang harus diperbaiki, karena sebenarnya sederhana. Artinya bahwa semua pihak jangan ada arogansi, di instansi yang lain, memiliki
kebersamaan untuk bangsa, itu aja kuncinya. Jelas Taruna Aji

Kalau masih ada rasa modus-modus apapun sistem, tidak akan berjalan, pasti itu. Karena carut marutnya ini sesungguhnya masalah non teknis.

Sedangkan Jeffisa Putra Amrullah mengatakan dibutuhkan pengawasan dari negara dan perlu adanya
grand design mining. Kultur masyarakat juga perlu diperhatikan, karena kemiskinan itu juga besar.

“Negara harus hadir di masyarakat bawah. Terkait kasus dokumen terbang, PT KKP harus bertanggung jawab atas dokumen tersebut. Yang paling bertanggung jawab bukan ESDM tapi PT KKP,” tegasnya
menambahkan.

Arie Nobelta Kaban menjelaskan duduk perkara masalah dokumen terbang ini harus dilihat dari masalah RAKB yang tidak prosedural, yang digunakan UU Tipikor atau UU Minerba? Dilihat dari
kasus ini, tersangka dalam Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Aneka Tambang Tbk ini diduga melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1), 56b KUHPidana.

“Jika dilihat dari kasus tersebut, tidak ada pasal gratifikasi,” tegas Arie.
Kasus ini bermula saat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, pada 14 Desember 2021 bertempat di Kantor Dirjen Minerba Kementerian ESDM telah memimpin rapat terbatas membahas dan memutuskan penyederhanaan aspek evaluasi RKAB perusahaan pertambangan yang telah diatur dengan Keputusan Menteri ESDM nomor 1806 K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018, sebagai upaya

untuk memperingkas bisnis proses ini tanpa menghilangkan substansinya. Hal itu yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum oleh Kejaksaan.

“Satu siklus bisnis proses mulai dari Evaluator yang paling kroco, kemudian koordinator, Kasubdit,
Direktur atau Dirjen yang memproses RKAB tersebut menjadi tersangka. Dirjen ini disangkakan membuat semacam kebijakan yang berbeda, menurut dugaan Kejaksaan,” papar Arie.

“Namun eranya sudah berubah, dahulu desentralisasi kemudian sentralisasi proses RKAB. Dengan
pendekatan bisnis Kepmen nomor 1806 K/30/MEM/2018, itu akan memakan waktu yang lama. Kerugian keuangan Negara, menurut pandangan saya, saya tidak terlalu yakin bahwa perhitungan
angka kerugian Negara 5,7 T itu benar. Itu harus ada audit investigasi BPKP atau BPK terlebih dahulu,” imbuh Arie.

Arie menerangkan posisi kasus, modusnya dugaan perbuatan GM PT Antam dan Pelaksana Lapangan PT LAM. PT LAM menjualkan ore nikel menggunakan dokumen PT KKP. Tidak hanya dokumen PT KKP yang dipergunakan tetapi masih ada dokumen PT lain. Peran PT KKP ini meminjamkan dokumen
tambang agar dapat menjual hasil illegal mining dari PT LAM.

“Hubungan kausalitas antara melawan hukum dan kerugian negara ini belum ada. Kita tidak tahu alat bukti yang dimiliki kejaksaan. Belum terlihat benang merahnya,” pungkasnya.
Sementara itu, Niko Adrian menyimpulkan terkait dengan kekayaan Negara, bahwa Negara ini mempunyai konstitusi, ada Pasal 33 ayat 1 sampai 3 UUD 1945 tidak berubah dari 4 kali amandemen.
Untuk mengingatkan kembali Pasal 33 ayat 1 UUD 1945, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.

“Mudah mudahan nilai kekeluargaan selalu bersama kita walau sedang berusaha atau berbisnis, konkritnya koperasi bisa melakukan ini, Pasal 33 ayat 2 UUD 1945

“Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”, jadi negara melakukan penguasaan, bahkan Negara bukannya memiliki, lebih dari itu. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tegasnya.

Niko menambahkan bahwa UU No. 3 Tahun 2020 Tentang Mineral dan Batubara harus jelas peraturan dibawahnya. Bagaimana petunjuk teknis (juknis) dapat diterjemahkan dalam Peraturan Menteri
(permen) sehingga dapat membawa kesejahteraan bagi rakyat

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button