Kejahatan Pertambangan di Sumatera Utara: Diduga Ulah PT Jui Shin Indonesia, Kuarsa di Batubara – Kaolin di Asahan Berhenti Sementara
BeritaNasional.ID, MEDAN SUMUT – Berawal dari kasus pencurian pasir kuarsa dan pengerusakan lahan sekitar 4 hektar milik Sunani yang terjadi di Dusun V, Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara, dengan terlapornya PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI di Polda Sumut dan disusul ke Kejati Sumut, Kejagung dan KPK. Sabtu (15/6/2024).
Membuat naluri investigasi beberapa wartawan semakin kuat untuk menelusuri aktivitas kedua perusahaan tersebut demi kepentingan publik dan masyarakat. Terutama kegiatan PT Jui Shin Indonesia sebagai perusahaan besar yang produksi utamanya keramik dan semen.
Setelah sebelumnya mengumpulkan banyak informasi terkait kasus ‘Sunani’ di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara.
Dimana diketahui di dalam susunan pengurus di kedua perusahaan itu terdapat nama Chang Jui Fang sebagai Direktur Utama (PT JSI) dan Komisaris Utama di PT BUMI.
Lalu untuk perannya, PT BUMI yang melakukan eksplorasi, pengakuan hasil tambang, dengan alat berat yang digunakan adalah milik PT Jui Shin Indonesia.
Selanjutnya hasil bahan tambang berupa pasir kuarsa dibawa ke PT Jui Shin Indonesia, sehingga perannya diduga sebagai penadah.
Sebagai contoh, penambangan pasir kuarsa dari lahan milik Sunani, yang berarti perusahaan tersebut melakukan penambangan di luar kordinat, tidak sesuai dokumen RKAB.
Kasus tersebut, dugaan pencurian pasir kuarsa dan pengerusakan lahan itu pun bergulir ditangani Subdit 1- Kamneg, Ditreskrimum Polda Sumut. Dan terkini dinantikan kabar, kapan Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia Chang Jui Fang dijemput paksa oleh petugas kepolisian?
Meski terkait informasi itu sudah ramai diketahui wartawan, Direktur Ditreskrimum Polda Sumut Kombes Pol Sumaryono bmasih belum membalas konfirmasi wartawan. Dan Chang Jui Fang terkesan tetap masih bungkam walau setiap hari berpuluh-puluh kali dikonfirmasi wartawan, ditelepon melalui nomor seluler dan dikirimi pesan konfirmasi ke WhatsApp-nya.
Namun demikian, proses hukum dilakukan Ditreskrimum Polda Sumut terhadap laporan Sunani terpantau berjalan tahap demi tahap, kemajuan besar saat dua ekscavator diamankan ke Mapolda Sumut sehingga pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut tiarap sementara.
Tetapi agak aneh dengan Dir Ditrekrimsus Polda Sumut yang sudah lama diinformasikan masyarakat tentang adanya dugaan kerusakan lingkungan yang terjadi pada aktivitas pertambangan di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara itu diduga oleh PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI, yang diperkuat pernyataan Kepala Desa Gambus Laut Zaharuddin, bahwa daerah aliran sungai disana sudah dijebol sehingga air sungai tembus ke lokasi pertambangan.
“Akibat galian tersebut sehingga air pasang masuk ke perkebunanan dan permukiman masyarakat. Sehingga tanaman masyarakat banyak yang mati, rumah-rumah kebanjiran,” kata Zahar.
Selain di Desa Gambus Laut, di Desa Suka Ramai, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara ada juga bekas galian tambang diduga dilakukan kedua perusahaan tersebut yang melubanginya, yang sampai saat ini belum direklamasi meski sudah lama ditinggalkan.
Direktur Ditreskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan pun dicoba tagih janjinya yang sebelumnya mengatakan sudah menurunkan anggotanya melakukan penyelidikan ke lokasi, namun sampai saat ini sepertinya perkembangan belum berarti, apalagi jawaban Kombes Andry bahwa pihaknya masih sedang mengumpulkan saksi dalam upaya menentukan pelanggaran PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI.
Tak sampai disitu upaya korban bersama kuasa hukumnya, Pimpinan Law Firm DYA, Pengacara Kondang Dr. Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med, agar mendapatkan keadilan. Kepada Kajati Sumut Idianto, Kejagung dan KPK juga telah dilaporkan soal kegiatan pertambangan PT Jui Shin dan PT BUMI yang diduga kuat menyebabkan kerugian besar pendapatan negara dan pemerintah daerah.
Kaolin Dari Pertambangan Ilegal di Asahan Dikirim ke PT Jui Shin Indonesia
Pasca diberitakan, terkait pertambangan tanah kaolin diduga ilegal di Desa Bandar Pulau Pekan, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan-Sumut. Saat ini aktivitas pertambangan tersebut disana diketahui berhenti sementara.
Alat berat ekscavator disembunyikan untuk mengelabui, seolah selama ini tidak ada aktivitas pertambangan kaolin ilegal disana, padahal sejak tahun 2021 sudah berlangsung.
Dan sebelumnya lagi, hasil pertambangan tanah kaolin dari Kabupaten Asahan tersebut dikirim ke PT Jui Shin Indonesia di KIM 2 Medan dengan harga belinya disebut Rp97 per satu ton, dan itu di luar ongkos truk tronton yang mengangkut.
Sehingga hampir sama motifnya dengan pertambangan di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara, diduga menyisakan kerusakan berat terhadap lingkungan, kerugian negara, buktinya lubang-lubang bekas pertambangan pasir kuarsa dan tanah kaolin kini sudah mirip danau, yang dikhawatirkan siap memakan korban korban jiwa terutama anak-anak.
Seperti yang terjadi di Desa Bandar Pulau Pekan Asahan, disebut ada seorang anak yang tewas tenggelam ketika bermain di lokasi tambang tanah kaolin yang sama sekali tidak ada pengamanan maupun rambu-rambu dipasang, begitu juga dengan bekas tambang di Desa Gambus Laut, Batubara.
Hasil konfirmasi wartawan sejauh ini, Dinas Perindag ESDM Propinsi Sumut melalui Kabid Hidrogeologi Mineral dan Batubara, August SM Sihombing mengatakan bahwa tidak ada perusahaan tambang tanah kaolin yang beroperasi di Desa Bandar Pulau Pekan, Kabupaten Asahan sesuai data pada pihaknya, dan aktivitas pertambangan tidak boleh atas nama perseorangan.
Sedangkan pihak Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara Propinsi Sumatera Utara/Inspektur Tambang-Dirjen Minerba. Melalui petugas disana yang ditemui wartawan, G. Panggabean mengatakan, akan menyampaikan persoalan yang dijelaskan wartawan soal PT Jui Shin Indonesia ke koordinator mereka maupun ke kantor pusat.
Di tempat terpisah, Dr. Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med mengungkapkan, persoalan pertambangan di Sumatera Utara saat ini harus menjadi perhatian semua pihak. Sebab dirasa sudah sangat memprihatikan, berani terang -terangan melanggar hukum.
Lebih parah soal reklamasi pasca tambang yang tidak dilakukan perusahaan pelaku pertambangan, jangan setelah berjatuhan korban, terutama anak-anak tewas tenggelam seperti di daerah-daerah lain akibat lubang tambang yang dibiarkan, barulah pihak-pihak berfungsi mengawasi, memberikan izin, maupun yang berwenang melakukan penindakan saling lempar tanggung jawab, tegasnya.(**)