Lutfi Bin Suartis Terjebak di Rutan Situbondo Akibat Penetapan Ambigu MA, Ini Kata Humas PN Situbondo

BeritaNasionl.id, SITUBONDO JATIM – Putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap seorang warga Bondowoso, Lutfi bin Suartis, menimbulkan kebingungan dan menjadi perbincangan hangat setelah dinilai memiliki ketidakkonsistenan dalam isinya. Putusan yang tertuang dalam dokumen bernomor 3773/2025/S.970.Tah.Sus/PP/2025/MA ini memicu perdebatan antara pihak keluarga, pengacara, serta pihak Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Situbondo.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Situbondo, Anak Agung Pitra Wiratjaya, SH., MH., menjelaskan bahwa berdasarkan penetapan MA, pidana dan penahanan adalah dua hal yang berbeda. Ia menegaskan bahwa masa penahanan berkaitan dengan kepentingan pemeriksaan. Penetapan MA sejalan dengan putusan Pengadilan Tinggi (PT), maka pemeriksaan pun dianggap selesai. Oleh karena itu, terdakwa seharusnya dikeluarkan dari tahanan.
“Penahanan itu berkaitan dengan kepentingan pemeriksaan. Sementara ini putusan yang sudah keluar yaitu dari PN dan PT, Berdasarkan penetapan MA itu pemeriksaan juga selesai. Maka seperti catatan di bawahnya, terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan, sambil menunggu putusan Kasasi,” jelas Agung pada Sabtu (15/02/2025).
Namun, permasalahan muncul ketika ada kontradiksi dalam putusan MA. Di satu sisi, MA memerintahkan agar Lutfi menjalani penahanan selama 50 hari terhitung sejak 13 Januari 2025. Tetapi, di sisi lain, dalam catatan putusan, disebutkan bahwa Lutfi seharusnya sudah bebas pada 1 Februari 2025.
Ketidakjelasan dalam putusan ini membuat pihak Rutan Kelas IIB Situbondo ragu mengambil keputusan. Mereka tidak berani membebaskan Lutfi karena ada perintah penahanan yang masih berlaku. Namun, mereka juga khawatir jika menahannya lebih lama berarti melanggar hak asasi dan ketentuan hukum yang berlaku.
Pengacara muda yang membantu keluarga Lutfi secara sukarela, Hendriyansyah, S.H., M.H., dalam pemberitaan sebelumnya turut mempertanyakan isi putusan MA yang dinilai tidak konsisten.
“Kami heran dengan isi surat keputusan ini. Di satu sisi, MA memerintahkan penahanan selama 50 hari sejak 13 Januari 2025. Tapi di bagian lain, ada catatan bahwa Lutfi seharusnya sudah bebas per 1 Februari 2025. Ini yang membuat pihak Rutan bingung,” ungkap Hendriyansyah.
Menurutnya, keluarga Lutfi sudah mencoba berkoordinasi dengan pihak Rutan, namun karena adanya perbedaan interpretasi dalam dokumen MA, Rutan memilih untuk menunggu kejelasan lebih lanjut. Pihak Rutan pun meminta agar keluarga langsung menghubungi MA guna memperoleh kepastian hukum.
“Kami memahami juga posisi Rutan Kelas IIB Situbondo, karena Rutan hanya menjadi tempat penitipan, sementara kejelasan hukum di MA,” tutupnya.
Kisruh ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kejelasan sistem peradilan di Indonesia. Jika keputusan dari lembaga hukum tertinggi masih menimbulkan multi-tafsir, bagaimana dengan nasib warga biasa yang tidak memiliki akses hukum yang baik.
Sementara itu publik menilai bahwa perbedaan antara isi putusan dan catatan pembebasan ini bisa menimbulkan dampak besar terhadap kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Jika MA tidak segera memberikan klarifikasi, dikhawatirkan kasus seperti ini akan kembali terulang di masa depan.
Sampai berita ini diturunkan, pihak keluarga masih berupaya mencari kepastian hukum untuk memastikan Lutfi mendapatkan haknya sesuai dengan keputusan yang seharusnya berlaku.
Kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dan kejelasan dalam setiap putusan hukum. Jika tidak segera diselesaikan, bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan akan semakin merosot.