Daerah

Prabowo Kalahkan Jokowi Di Lembaga Survei IDM

BeritaNasional.ID Jakarta – Lembaga survei Indonesia Development Monitoring (IDM) merilis hasil survei yang dilakukan di 400 kabupaten/ kota di 33 provinsi Indonesia, pada 28 April sampai dengan 18 Mei 2018. Hasilnya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto lebih banyak dipilih oleh responden dibanding Capres Petahana Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo mendapat 50,1 persen, sementara Joko Widodo 29,8 persen dan 20,1 persen responden tidak menjawab.

“Dalam pertanyaan terbuka, jika Pemilu 2019 diselenggarakan hari ini, siapa dari dua nama ini yang akan dipilih menjadi presiden. Hasilnya Prabowo Subianto,” ujar Direktur Eksekutif IDM, Bin Firman Tresnadi dalam konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (24/5/2018).

Lebih lanjut Firman menjelaskan hasil yang sama juga didapat Prabowo saat pihaknya memberikan pertanyaan tertutup kepada para responden. Dalam kasus ini elektabilitas Prabowo lebih tinggi dari kasus sebelumnya.

“Responden memilih Prabowo Subianto sebanyak 52,9 persen, Joko Widodo 31,2 persen, dan tidak memilih 15,9 persen,” bebernya.

Menurutnya, dengan modal perolehan suara pada Pilpres 2014 sebesar 62.576.444 suara, Prabowo dianggap mampu menjaga konstituennya. Selain itu, konsistensi Prabowo menjadi oposisi terhadap pemerintahan Jokowi-JK dan keteguhannya akan program program perjuangan pada masa kampanye lalu menjadi modal utama Prabowo meraup suara.

“Dengan perkiraan jumlah DPT yang bertambah pada 2019, dari 133.574.277 menjadi 196.545.636 jiwa akan menjadi ladang tambahan suara bagi Prabowo. Sikap Prabowo yang dinilai oleh responden memiliki jiwa kenegarawanan yang ditunjukannya dalam meredam ketegangan dalam kasus Ahok, atau aksi 212 menuai banyak simpatik. Begitu juga dengan kemunculan tagar ganti presiden dan menguatnya politik identitas semakin menguntungkan Prabowo,” ungkap dia.

Firman menyebutkan, terdapat beberapa isu yang menyebabkan anjloknya elektabilitas Jokowi. Antara lain menyangkut taraf ekonomi masyarakat yang menurun dan turunnya daya beli masyarakat. Sehingga, kata dia, menyebabkan sulitnya ketersediaan lapangan pekerjaan.

Selain itu, mahalnya harga kebutuhan pokok juga menjadi faktor anjloknya elektabilitas Jokowi. Seperti, kebijakan pencabutan subsidi tarif dasar listrik (TDL) dan kelangkaan premium, kebijakan impor pangan yang tak tepat.

“Belum lagi masalah hutang luar negeri yang meningkat, maraknya tenaga kerja asing, dan terlalu tampak berkiblat ke negara China,” terang dia.

Untuk diketahui, survei ini dilakukan kepada 2.450 responden yang disesuaikan dengan jumlah DPT Pemilu tahun 2014. Survei dilakukan dengan metode penarikan sampel multistage random sampling pada 400 kabupaten/ kota di 33 provinsi di Indonesia dengan Margin of Error +/- 1,98 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. (dki1/bn.id)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button