Yogi : Subsidi BBM Ranjau Bagi Kontraktor. Willy : Alihkan Sepenuhnya Subsidi BBM Untuk Melaksanakan Pasal 34 UUD 1945.

BeritaNasional.ID, LUBUK SIKAPING—- “Subsidi BBM merupakan lobang ranjau bagi kontraktor level UMKM. Dimana, jika setelah menang tender naik harga BBM, maka  pembiayaan proyek yang sedang dikerjakan, akan melesat jauh dari estimasi dalam penawaran. Kami terancam rugi”, terang Yogi ketika berbincang dengan BeritaNasional.ID, Senin (5/9) sambil mengopi bersama di Pasa Kaciak, Lubuk Sikaping. Pernyataan Yogi dibenarkan oleh Mak Dal dan Willy. Disamping kebutugan BBM, harga semen, besi, dan bahan pabrik lainnya yang diperlukan dalam pengerjaan proyek, akan naik pula. Sementara, tidak ada regulasi melakukan adendum atas hal tersebut.

“Biaya yang harus dikeluarkan menyelesaikan Bill Of Quantity (BOQ) akan melambung dari perkiraan. Akibatnya, dikira akan beruntung, akhirnya buntung”, sambung Mak Dal yang dianggukkan Willy.

Menurut mereka, dari pada “begini terus” lebih baik nolkan saja subsidi BBM. Alihkan seratus persen subsidi untuk menjalankan pasal 34 UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan, ” rakyat miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.

Lebih tegas Willy mengatakan: tokoh-tokoh, mulai dari politisi, anggota DPR, dan mahasiswa yang menuntut dipertahankan subsidi BBM atau tidak menaikkan harga BBM,  adalah salah nalar atau salah dalil untuk membela masyarakat miskin. Karena tidak terbantah, faktanya, penikmat subsidi BBM itu adalah orang-orang berada, seperti: anggota DPR RI, bukan rakyat miskin yang mereka wakili sebagai pemanfaat utamanya. 

“Teriakan ‘tolak kenaikan harga BBM’ yang katanya bela rakyat miskin, tak mengandung kebenaran. Cuma mengaduk-aduk irrasional rakyat itu”, katanya.

“Kalau benar membela rakyat miskin, berteriaklah untuk menzerokan subsidi BBM, dan berteriaklah mengalihkan subsidi BBM tersebut untuk sepenuhnya menolong masyarakat miskin dan anak-anak terlantar. Demolah ! Tapi bukan demo membela “kaum berada” dengan menjadikan masyarakat miskin sebagai kamuflase”, sambung Willy.

Sebagaimana informasi resmi telah beredar di tengah publik, baik melalui berbagai media atau dari mulut ke telinga, Presiden RI, Joko Widodo, telah memutuskan dan mengumumkan pengurangan subsidi BBM yang berdampak pada kenaikan harga BBM. Rincian  harga BBM perprovinsi di seluruh Indonesia, yang diambil dari rilis Tribunnews, sbb:

1. Prov. Nanggroe Aceh Darussalam
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.500
Solar: Rp 6.800

2. Prov. Sumatera Utara
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800
3. Prov. Sumatera Barat
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

4. Prov. Riau
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 15.200
Solar: Rp 6.800

5. Prov. Kepulauan Riau
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 15.200
Solar: Rp 6.800

6. Kodya Batam (FTZ)
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 15.200
Solar: Rp 6.800

7. Prov. Jambi
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

8. Prov. Bengkulu
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 15.200
Solar: Rp 6.800

9. Prov. Sumatera Selatan
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

10. Prov. Bangka-Belitung
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

11. Prov. Lampung
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

12. Prov. DKI Jakarta
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.500
Solar: Rp 6.800

13. Prov. Banten
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.500
Solar: Rp 6.800

14. Prov. Jawa Barat
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.500
Solar: Rp 6.800

15. Prov. Jawa Tengah
Pertalite: 10.000
Pertamax: Rp 14.500
Solar: Rp 6.800

16. Prov. DI Yogyakarta
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.500
Solar: Rp 6.800

17. Prov. Jawa Timur
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.500
Solar: Rp 6.800

18. Prov. Bali
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.500
Solar: Rp 6.800

19. Prov. Nusa Tenggara Barat
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.500
Solar: Rp 6.800

20. Prov. Nusa Tenggara Timur
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.500
Solar: Rp 6.800

21. Prov. Kalimantan Barat
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

22. Prov. Kalimantan Tengah
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

23. Prov. Kalimantan Selatan
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

24. Prov. Kalimantan Timur
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

25. Prov. Kalimantan Utara
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

26. Prov. Sulawesi Utara
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

23. Prov. Kalimantan Selatan
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

24. Prov. Kalimantan Timur
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

25. Prov. Kalimantan Utara
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

26. Prov. Sulawesi Utara
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

27. Prov. Gorontalo
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

28. Prov. Sulawesi Tengah
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

29. Prov. Sulawesi Tenggara
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

30. Prov. Sulawesi Selatan
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

32. Prov. Sulawesi Barat
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

32. Prov. Maluku
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

33. Prov. Maluku Utara
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

34. Prov. Papua
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800

35. Prov. Papua Barat
Pertalite: Rp 10.000
Pertamax: Rp 14.850
Solar: Rp 6.800
—-YL—