ACEHRagamSosial

6 Sikap Pebuatan Istri Tergolong Nusyud, Bebaskan Suami Dari Tanggungjawab

Beritanasional.Id, Lhoksukon – Seiring waktu berjalan dan perkembangan zaman ke arah yang lebih maju dan moderen, tidak sedikit tatanan Agama islam tergeser dari prilaku manusia. Salah satunya ada posisi seorang istri terhadap suaminya, yang akhirnya menimbulkan sebuah perbuatan yang durhaka terhadap suami atau Nusyud.

Ummi Sriwahyuni, Ustazah asal Gampong Blang Awe, Kecamatan Samtalia Bayu, Aceh Utara, melalui siaran langsung yang disiarkan melalui Media Sosial (facebook), mengupas tuntas persoalan hukum Nusyud seorang Istri terhadap suami termasuk sanksi yang harus diterima oleh seorang istri yang demikian.

Video siran langsung yang diposting melalui akun FB Sriwahyuni, selanjutnya dibagikan oleh sejumlah akun Fb lainnya. Ummi Sriwahyuni yang notabennya adalah pimpinan Dayah Raudhatul Ilmi, memaparkan bahwa ada lima macam perbuatan Nusyud yang dapat mengakibatkan halal suami tidak menafkahi istrinya.

“Dan tiada wajib gilirannya, tetapi hukumnya perempuan yang demikian itu bahwa ssbenarnya meninggalkan akan dia oleh suaminya di tempat ketidurannya hingga balek dari durhaka itu pada kebajikan ta’at pula dan jikalau sampai beberapa tahun pula titik,” papar Ummi Sriwahyuni, memulai pengajiannya, pada kesempatan itu, selain secara on line juga terdengar suara sejumlah jamaahnya yang ikut serta dalam pengajian tersebut.

Ustazah yang tergolong masih sangat belia itu, mulai menjelaskan satu persatu perbuatan yang termasuk Nusyud sebagaimana yang tertera dalam kitab berbahasa arab gundul yang dibacanya saat itu.

Pertama, Seorang istri yang menolak disentuh suami, untuk hal apa saja termasuk bergaul suami istri, kecuali pada masa-masa yang dilarang seperti, wanita lagi masa haid, Nifas, wiladah dan sedang menjalakan ibada puasa Ramadhan.

Kedua, Seorang istri yang kelaur rumah tanpa sepengetahuan atau Izin suaminya untuk berkegiatan di luar rumah, kecuali untuk belajar ilmu agama sebatas keperluan pribadi atau fardhu ‘in, itu pun ada pengecualiannya, bila mana sang suami bukanlah ahli agama islam yang mampu mendidik istrinya dalam soal ilmu agama tersebut.

Ketiga, Allah juga menggolongkan perbuatan Nusyud bagi para Istri bila mana menolak ikut serta atas ajakan suami atau tinggal bersama suami atau ikut mendampingi suami ke mana saja yang diajaknya, misalnya, Suami mengajak istri ke suatu daerah yang jauh dari sanak saudara si wanita, sembari memberi contah, misalnya migrasi atau transmigrasi atau merantau. Tapi, Ummi Sri Wahyuni, tidak menjelaskan bagaimana bila seorang suami mengajak Istri ke lapak Judi atau usaha haram.

Perbuatan ke empat yang digolongkan dalam perbuatan durhaka seorang istri kepada suami adalah mengusir suami dari rumah atau menolak suami kembali ke rumah, meski dengan alasan apapun. Dalam pengajian tersebut juga terdengar para jamaah bertanya, misalnya seorang suami ketahuan selingkuh, karena benci maka seorang istri menolak suami pulang kerumah, jelas Ummi.

Kelima adalah seorang istri bermasam muka terhadap suami dengan alasan apapun.

Dan ke enam adalah, mudahnya istri minta cerai tanpa ada sebab yang jelas dan diluar penyebab yang dibenarkan dalam Agama islam, demikian jelas Umi Sriwahyuni sebagaimana yang tertuang dalam penjelasan Bab Fasah

Keenam perbuatan sifat tersebut, kata Ummi Sriwahyuni, adalah perbuatan durhaka atau Nusyud seorang istri kepada suami dan kepada istri yang demikian diperbolehkan suami untuk tidak menanggung kewajibanya atas istri yang tersebut baik lahir maupun batin, bahkan seorang suami boleh membiarkan si istri dalam kondisi terkatung-katung walau dalam limit waktu yang lama.

Lalu, apa solusi yang dapat dilakukan oleh seorang istri agar seluruh perbuatan itu gugur dari ancaman sanksi hukum Allah ? Hanya dengan meminta maaf kepada sang suami, insyaf dan tidak mengulamginya lagi.

“Salah satu dari sejumlah yang kita sebutkan diatas tadi diperbuatkan oleh seorang istri, maka suami boleh untuk tidak menafkahkan istri tersebut lahir dan batin, kecuali sudah insyaf si istri meminta maaf pada suaminya,” tegaa Ummi Sriwahyuni.

Video siaran langsung yang berdurasi 54.14 menit itu, Ummi Sriwahyuni, mengingatkan terkait tugas seorang istri yang telah ditetapkan Allah sebagai pendamping suami dan senantiasa patuh dan tunduk kepada suami.

Menurut Ummi Sriwahyuni, kelebihan yang diberikan Allah kepada seorang laki-laki memang cukup luas, karena kaum Adam itu adalah Khalifah (pemimpin) di Bumi. Tidak cuma kelonggaran dalam hal mendapat pelayanan dari seorang perempuan (istri -read) yang luar biasa, sang suami juga mendapat kemudahan untuk beristri lebih dari satu wanita.

“Seorang laki-laki Allah mengizinkan untuk memperistrikan hingga empat orang wanita, namun konsekuensinya adalah adalah adil dalam berbagai bidang,” tambah Ummi Sriwahyuni lagi.

Ummi Sriwahyuni, juga mengingatkan kaum Adam, agar dapat berlaku adil bila mana dalam memimpin keluarga, sebab potensi dosa juga tidak sedikit bagi seorang suami yang tidak mampu membimbing istri, anak atau keluarganya dan akhirnya akibat sang suami bisa menimbulkan perbuatan zhalim oleh si istri dan anak anaknya akibat tidak mampu mendidik dengan baik dan sesuai anjuran agama islam.

“Bila seorang suami tidak dapat berlaku adil, maka dosa akan jadi beban sang suami, namun para istri tidak ada alasan untuk tidak khadam kepada suami hanya karena cemburu suami memiliki istri lebih dari satu,” jelasnya lagi.

Terkait, dengan posisi suami untuk melakukan perceraian dan meninggalkan istrinya atau melakukan pernikahan dengan wanita lain, Ummi Sriwahyuni, juga menyebutkan tidak perlu persetujuan para istri untuk melakukan itu, namun bila tindakan pasah yang hendak dilakukan oleh seorang istri membutuhkan alasan yang kuat, seperti seorang suami mengendap penyakit menular, tidak dapat memberi nafkah lahir batin.

“Seorang suami untuk menceraikan istri tidak butuh alasan atau persetujuan istri, tapi sebaliknya, bila istri ingin memasahkan suami butuh alasan yang cukup dan sebagaimana yang diterakan dalam hukum Allah, bila tidak maka seorang istri tidak sah memasahkan suaminya, meski sudah bertahun sudah tidak menanggung nafkah lahir batin, yang berawal dari sikap Nusyudnya sang istri,” demikian jelasnya.

Sembari, keluar pernyataan dari salah seorang jamaah yang mengarah pada lelucon dan menjadi bentuk sebuah sikap menyadari posisi seorang wanita sangat lemah dibandingkan suami.

“Taloe that tanyoe ureung inong umi nyeh (lemah sekali posisi kita selaku perempuan umi ya ?),” tanya seorang perempuan yang jadi jamaah pada pengajian tersebut sembari dijawab sang Ustazah ” Iya,”. Jawab UmminSriwahyuni, dibaringi tawa antara guru dan murid saat itu.

Pengajian online tersebut dilaksankan Ummi Sriwahyuni setiap hari yang dibuka mulai pukul 14.30 hingga 15.30 Wib setiap hari yang disirakan melalui akun FB Sriwahyuni. Selain melalui siaran langsung tersebut, Ummi Sriwahyuni juga menggelar pendidikan agama islam baik kepada kaum perempuan disekitar dan para anak anak dan remaja putri yang berlangsung di malam hari, kecuali di bulan ramadhan.

“Pengajian kepada kaum ibu-ibu dilaksanakan setiap hari mulai pukul 14.39 hingga 15.30 WIB, dan kepada anak anak di malam hari, kecuali bulan Ramadhan,” demikian pungkas ummi Sriwahyuni.

Menariknya pengajian on line itu diangkat di media ini berawal dari temuan media ini pada Selasa malam, tentang sebuah video pengajian yang dilakukan oleh seorang ustazah, dan menjelaskan tentang hukum berumah tangga dalam islam yang sebenarnya harus dijalankan oleh sebuah keluarga.

Amatan media ini, sejumlah kasus rumah tangga kerab terjadi dalam sebuah rumah tangga dan tidak sedikit perilaku perempuan kerab mengabaikan kodrat selaku seorang istri terhadap suami dengan berbagai dalih, salah satunya adalah berdalih suami selingkuh, tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga sebagaimana yang diharapkan oleh seorang sang istri yang umunya diposisi kehidupan lebih dari mencukupi.

Selain itu, prilaku Nusyud istri yang kerab terjadi di sejumlah keluarga selama ini hingga proses perpasahan suami oleh seorang istri hanya akibat tidak terpenuhi permintaan sekunder yang diharapkan oleh sang istri yang umumnya dipengaruhi oleh persaingan martabat dan gaya hidup. (Alan)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button