Bupati TTU Teken Pembatalan 186 PPPK, Banyak Dokumen Hanya Surat Magang

BeritaNasional.ID, KEFAMENANU – Proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahap II di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) terus menuai kontroversi.
Setelah sebelumnya diumumkan 304 orang lolos seleksi kompetensi, kini sebanyak 186 orang dinyatakan batal.
Pembatalan itu tertuang dalam Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang ditandatangani Bupati TTU, Yosep Falentinus Delasalle Kebo.
Dalam dokumen bernomor 800.1.2/1200/BKPSDMD, Bupati menjelaskan hasil audit khusus Inspektorat Daerah yang menemukan ratusan peserta dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
Sebelumnya, berdasarkan pengumuman 7 Juli 2025, jumlah peserta yang lulus terdiri dari 161 tenaga kesehatan, 46 tenaga guru, dan 97 tenaga teknis, dengan total 304 orang.
Namun, hasil pemeriksaan Inspektorat per 1 September 2025 menunjukkan ada ketidaksesuaian syarat administrasi yang cukup besar.
Selain temuan TMS, tercatat dua orang peserta mengajukan pengunduran diri, serta empat orang lainnya tidak menyelesaikan pengisian Daftar Riwayat Hidup sesuai jadwal yang ditentukan.
Dengan demikian, jumlah peserta yang benar-benar valid berkurang drastis dari daftar awal.
Di tengah polemik itu, muncul pula sorotan terhadap ratusan peserta yang dinyatakan gugur karena masalah administrasi.
Misalnya peserta dengan nomor 24770330820000668 atas nama TA yang melamar pada formasi Operator Layanan Operasional, serta peserta dengan nomor 24770340820000304 atas nama Selviana S untuk formasi Perawat Terampil, dinyatakan tidak lolos.
Dalam surat itu menyebutkan, bahwa ratusan PPPK yang tidak lolos itu karena tidak aktif bekerja di instansi pemerintah atau memiliki masa kerja kurang dari dua tahun.
Dokumen yang dilampirkan juga hanya berupa surat magang, sehingga tidak dapat disetarakan sebagai pengalaman kerja resmi sebagaimana ketentuan dalam seleksi PPPK.
Kondisi itu menimbulkan tanda tanya, mengingat nama nama tersebut sempat masuk dalam daftar hingga tahap Badan Kepegawaian Negara (BKN). Padahal, secara aturan, pengalaman magang tidak bisa dijadikan dasar kelolosan.
Pemerintah daerah beralasan, langkah ini memiliki dasar hukum yang jelas sesuai regulasi tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan tata kelola administrasi pemerintahan.
Surat yang diperoleh media ini menjelaskan, pembatalan ini bukan tanpa dasar. Sejumlah aturan perundang-undangan dan ketentuan teknis menegaskan bahwa setiap proses pengadaan ASN wajib dilaksanakan secara objektif, transparan, serta bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, disebutkan bahwa penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS maupun PPPK harus berbasis pada kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan.
Pasal 62 ayat (2) undang-undang tersebut menekankan prinsip obyektivitas, transparansi, dan akuntabilitas. Artinya, proses seleksi tidak boleh menyimpang dari standar hukum dan regulasi yang berlaku.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga menjadi rujukan. Pasal 66 ayat (1) menyebutkan bahwa suatu keputusan dapat dibatalkan apabila terdapat cacat pada aspek wewenang, prosedur, atau substansi.
Dalam konteks pembatalan PPPK, dugaan maladministrasi pada tahap seleksi dinilai masuk dalam kategori cacat prosedur maupun substansi sehingga membuka ruang untuk pencabutan keputusan kelulusan.
Kebijakan ini juga sejalan dengan arahan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menegaskan bahwa pengangkatan PPPK harus memperhatikan kemampuan fiskal daerah. Belanja pegawai tidak boleh melampaui 30 persen dari total anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Dalam sebuah pertemuan virtual dengan BKN Regional X, ditegaskan kembali bahwa setiap pengangkatan ASN harus transparan, bertanggung jawab, dan sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK juga menjadi dasar penting. Pasal 16 hingga Pasal 20 mengatur kewajiban seleksi yang harus sesuai syarat dan kualifikasi jabatan.
Sementara itu, Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 14 Tahun 2019 yang diperbarui dengan PermenPANRB Nomor 28 Tahun 2021, mengatur persyaratan pengalaman kerja minimal dua tahun yang harus dibuktikan dengan surat resmi, bukan sekadar surat magang.
Ketentuan ini menjadi sorotan, sebab dalam seleksi PPPK tahap II terdapat temuan dokumen yang tidak memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam regulasi tersebut.
Tak hanya itu, Peraturan BKN Nomor 18 Tahun 2020 memberi kewenangan penuh kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk menetapkan, mengangkat, memindahkan, maupun memberhentikan ASN. PPK juga memiliki otoritas membatalkan kelulusan apabila ditemukan data tidak sah.
Kewenangan ini menegaskan bahwa keputusan pembatalan terhadap ratusan peserta itu bukan langkah sepihak, melainkan bagian dari kewenangan resmi PPK sesuai peraturan perundang-undangan.
Aspek lain yang juga relevan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN. Pasal 4 huruf d dan e menegaskan larangan bagi panitia seleksi untuk menyalahgunakan wewenang.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi disiplin, termasuk bila terbukti meloloskan peserta yang tidak memenuhi syarat administrasi maupun substantif.
Berbagai dasar hukum ini kemudian dipakai sebagai rujukan dalam pembatalan kelulusan. Pemerintah Daerah menekankan, langkah ini justru untuk menjaga akuntabilitas dan mencegah masalah hukum di kemudian hari.
Meski demikian, kebijakan tersebut memicu polemik di kalangan masyarakat, terutama bagi peserta yang merasa dirugikan. Tidak sedikit yang menuntut kejelasan dan transparansi atas dasar pertimbangan pembatalan.
Alih-alih dianggap bentuk diskriminasi, pemerintah daerah menegaskan bahwa pembatalan ini justru bertujuan memastikan bahwa setiap calon ASN yang lolos seleksi benar-benar memenuhi syarat secara hukum, administrasi, dan kompetensi.
Alberto