DaerahOpini

Belasan Tahun Mengabdi, Nasib Honorer di Ujung Tangan Pemimpin

Oleh: Serfina Hoar Klau S.Pd.,M.Pd

Kepemimpinan dan pemimpin merupakan objek dan subjek yang banyak dipelajari,
dianalisis dan direfleksikan oleh manusia sejak dahulu sampai sekarang dari berbagai sudut pandang. Terutama pada aspek kepemimpinan, selalu menjadi hal utama yang dinilai oleh masyarakat dan dalam masa kepemimpinan tertentu selalu ditemukan adanya krisis ketidakadilan, krisis keteladanan, krisis efektifitas, krisis kesadaran dan krisis kinerja para pemimpinnya. Semua krisis ini disebabkan oleh tidak adanya, orientasi dan tujuan yang jelas selama masa kepemimpinan.

Berkuasa bukan hanya sekedar memimpin, tetapi sudah harus mampu menjadi leader dan bukan berarti leader melanggengkan segala cara untuk membenarkan suatu kesalahan yang terlihat fatal, apalagi merugikan masyarakat. Tetapi justru, leader harus menjadi contoh yang baik untuk rakyatnya. Eksistensi rakyat bukan sekedar pelengkap subjek, melainkan sebagai syarat berdirinya suatu Negara. Oleh sebab itu pemimpin harus adil, merakyat dan mentaati segala peraturan maupun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan agar terkesan, pemimpin bukan sekedar pencipta melainkan juga pelaksana.

Demikian, moral harus menjadi standar dari leadership baik itu dari segi karakter, tindakan maupun kepribadiannya. Jika tidak, maka elektabilitas dari seorang leader akan mubasir. Secara formal, moral sudah diajarkan oleh guru ketika kita mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD). Guru memiliki peran penting dalam melahirkan seorang leader yang handal sehingga, jasa guru sangatlah besar untuk anak bangsa maupun leader di seluruh pelosok tanah air.

Harapannya, ketika kita menjadi leader kita perlu memperhatikan nasib guru honor/kontrak sebagai wujud balas budi baik.

Harapan demi harapan, nasib para guru honor/kontrak semakin terkikis oleh berbagai dalil Pemimpin dan terkesan, nasib guru honor/kontrak hanyalah pelengkap cerita dalam suatu masa kepemimpinan.

Eksistensi guru honor/kontrak seharusnya diakomodir, dihargai dan dihormati seperti yang termuat dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Sedangkan menurut (Plus Partanto, 2000:231), mengatakan bahwa Honor berarti kehormatan, penghormatan, penghargaan, honorer, pegawai honorer, tenaga honorer, orang yang mendapat honorarium. Jadi guru honor adalah tenaga pengajar atau yang diberi kehormatan, untuk menjalankan peranannya sebagai tenaga pengajar. Pernyataan ini termuat jelas bahwa, guru honor/kontrak sepatutnya dihargai dan dihormati. Namun kenyataan yang dihadapi oleh guru honor/kontrak hari ini justru berbalik.

Berdasarkan perihal pengumuman hasil Perekrutan PTT (Pegawai Tidak Tetap) di lingkup pemerintah Kabupaten TTU Tahun 2022, khususnya Guru Honor/kontrak saat ini tengah menuai aksi protes dari berbagai kalangan, dan situasi ini cukup menyita perhatian para netizen maupun warganet di seluruh Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bahwasannya, standar dan mekanisme yang digunakan oleh pemimpin daerah TTU beserta panitia seleksi PTT, dalam menilai dan menetapkan kelulusan guru honor/kontrak dianggap tidak profesional, akuntabel dan objektif. Seperti yang telah masyarakat pelajari dan melihat bersama, bahwa dalam hasil pengumuman seleksi administrasi PTT, khususnya guru honor/kontrak baik yang lulus maupun tidak lulus sama-sama mendapatkan angka zero (nol).

Ironisnya pada penilaian PTT secara akademik, ada yang mendapatkan nilai 30 tapi lulus sedangkan mendapatkan nilai 80 tidak lulus. Dan perkembangan beberapa hari terakhir Kabupaten TTU, digemparkan lagi dengan data dari media Kupang-Gaharunews.Com (13/04/2022), mengungkapkan bahwa terdapat 4 orang calon Pegawai Tidak Tetap (PTT) Pemkab Timor Tengah Utara (TTU) tahun 2022, diduga kuat menggunakan ijazah palsu saat memasukkan lamarannya.

Keempat calon PTT yang semuanya memasukkan lamaran, sebagai guru kelas pada 3 sekolah berbeda itu yakni ASB pelamar dengan formasi guru kelas pada SDK Fatuoni dengan nomor urut 5159 dan WUS pelamar dengan formasi guru kelas di SDK Inbate dengan nomor urut 5185. Sementara, dua lainnya yakni KI pelamar dengan nomor urut 5229 dan FPA pelamar dengan nomor urut 5228. Keduanya sama-sama mengajukan lamaran dengan formasi guru kelas di SDK Kumone.

Dari data tersebut, terlihat jelas bahwa pemimpin daerah dalam hal ini Bupati dan wakil Bupati TTU beserta panitia seleksi PTT tidak selektif secara profesional dalam memeriksa berkas-berkas pelamar PTT, seleksi Kompetensi Akademik, maupun wawancara. Seolah seleksi yang dilakukan hanya pelengkap sandiwara yang telah disetting secara baik untuk kepentingan tertentu, untuk itu Bupati dan wakil Bupati tidak bisa berdalil bahwa, hal ini merupakan kesalahan panitia seleksi PTT melainkan kesalahan bersama. Jika tidak, masyarakat akan beranggapan bahwa Kabupaten TTU saat ini adanya krisis ketidakadilan, krisis kesadaran, krisis kinerja pada masa kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten TTU Tahun Periode 2021-2025.

Krisis ini telah membawa dampak besar, terhadap eksistensi guru honor/kontrak yang sudah lama mengabdi bertahun-tahun, dan bahkan guru-guru honor/kontrak tersebut, sudah terlanjur dirumahkan oleh pemerintah Kabupaten TTU. Namun yang menjadi pertanyaanya; bagaimana dengan nasib guru honor/kontrak yang sudah terlanjur dirumahkan oleh Pemerintah Kabupaten TTU?; bagaimana jika sebagian besar para guru honor tidak lulus?; Apakah harus menganggur? Ataukah masih ada peluang untuk mengajar?.

Berbagai pertanyaan tentunya akan bermunculan di benak para guru honor/kontrak, oleh sebab itu pemerintah harus bertanggung jawab dengan cara melakukan peninjauan ulang terhadap hasil seleksi yang telah diumumkan kepada Publik, agar para peserta PTT khususnya guru honor/kontrak yang sudah mengabdi selama 8 tahun keatas, bisa diluluskan dalam seleksi Kontrak Daerah. Dengan berdasar pada skor nilai yang didapatkan saat uji kompetensi akademik, agar hasil seleksi PTT di TTU dapat dinilai secara profesional, akuntabel dan objektif. (*)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button