Daerah

Kadiv Kesehatan BPAN AI : Polisi Harus Transparan, Oknum P3 Tersebut Penyalahguna Atau Pengedar

BeritaNasional.ID, BANYUWANGI – Tertangkapnya geng P3, Pejabat, Pengusaha dan Polisi saat pesta narkoba di Wilayah Kota oleh Satreskrim Polresta Banyuwangi, mengundang tanggapan dan reaksi dari dokter Didik Sulasmono, selaku Kepala Divisi (Kadiv) Kesehatan di Badan Penelitian Aset Negara Aliansi Indonesia (BPAN-AI) Kabupaten Banyuwangi. Saat ini oknum pejabat yang tak lain Kepala Desa Watukebo, Kecamatan Wongsorejo berinisial MM, pengusaha benur WW dan oknum polisi RK sedang dalam proses penyidikan di Satresnarkoba Polresta Banyuwangi.

Secara umum, menanggapi makin maraknya kasus narkotika di Indonesia, khususnya di Kabupaten Banyuwangi, membuat dr. Didik merasa prihatin. Terlebih ramai diberitakan mereka para penikmat barang haram tersebut umumnya generasi muda, tentu semakin membuat masa depan bangsa Indonesia menjadi terpuruk mengingat mereka adalah aset bangsa. Kendati ternyata juga belakangan para pejabat dan aparat pun ikut latah menikmati narkoba pula.

“Ironis memang, beliau-beliau orang tua, pejabat dan aparat yg semestinya menjadi panutan,” ucap Didik yang juga menjadi kepala dokter di Panti Rehabilitasi Terpadu, Lembaga Rehabilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Bhayangkara Indonesia (LRPPN-BI) JL Kepiting No 89 Banyuwangi ini.

Khusus kejadian yangg menimpa oknum P3 tersebut, menurut dr. Didik, merupakan aib yang mencoreng Banyuwangi. Karena di satu sisi pemerintah kabupaten sedang menggalakkan program perangi narkoba, hingga meluncurkan jargon Banyuwangi Bersih dari Narkoba (Bersinar). “Tentu ini tamparan telak bagi Pemkab maupun Polresta. Karena baru-baru ini Kapolri dalam statement nya menegaskan, jika ada anggota terlibat perkara narkoba, misal tidak bisa dibina akan dibinasakan. “Lha kok ini malah ada oknum kades dan polisi yang terlibat ?,” sergah pria yang juga Owner Klinik dr. Didik Sulasmono (KDS) di Desa Gitik, Kecamatan Rogojampi ini.

Terlepas dari semua fenomena yang ada, kata dr. Didik, yang terpenting saat ini adalah bagaimana kemudian aparat harus bersikap normatif sesuai regulasi yang ada, bijak dan meletakkan perkara tersebut secara proporsional. Pertama, apakah mereka penyalahguna narkotika, pengedar atau bahkan bandar. “Ini penting diketahui, mengingat perlakuannya harus berbeda. Penyalahguna cukup dengan pembinaan dan di rehabilitasi. Sedangkan pengedar dan bandar memang layak dan harus di hukum penjara. Namun apakah kemudian kenyataannya demikian ? Pada pelaksanaannya ternyata tidak . Penjara masih menjadi tujuan akhir semuanya,” lontar dr. Didik.

Terkait oknum P3 yang tersangkut perkara narkoba, Kadiv Kesehatan di BPAN AI ini meminta transparasi penyidik Satresnarkona  Polresta Banyuwangi. Apakah ketiga tersangka tersebut sebagai pelaku kriminal penyalahguna dan pejabat publik yang harus dipenjarakan karena dianggap telah melakukan tindak pidana. Mengingat ada pendapat bahwa dikaji dan ditinjau dalam kacamata legal (hukum positif) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

“Yang lebih tepat, bahwa penyalahguna adalah korban dan bukan pelaku kriminal yang harus dipidana penjara, maka sudah seharusnya diobati supaya sembuh jika hukum dilihat dari segi kemanfaatan dan keadilannya,” tandasnya.

Untuk mempersamakan persepsi tersebut sudah dibuat kesepakatan bersama yang dituangkan dalam Peraturan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia dengan Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor 11 Tahun 2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor Per-005/A/JA/03/2014, Nomor 1 Tahun 2014 dan Perber 01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi, yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 April 2014, dan dimuat dalam berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 465.

“Inti dari peraturan bersama tersebut adalah pecandu narkotika, penyalahguna narkotika dan korban penyalahguna narkotika haruslah diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan pada lembaga rehabiltasi medis atau lembaga rehabilitasi sosial dengan cara terlebih dahulu dilakukan proses assesmen oleh tim yang terdiri dari tim dokter, dan psykologi serta tim hukum yang terdiri dari unsur Polri, BNN, Kejaksaan dan Kemenkumham,” beber Didik.

Diakhir pernyataannya, dokter yang dikenal dengan sisi sosialnya ini menyebutkan, bahwa MA sebelumnya telah menerbitkan Surat edaran (Sema) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Koban Penyalahgunaan dan pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial dan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. (red)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button