Kekuatan Pengaruh Sosial Terhadap Keputusan Belanja Online Generasi Muda di Indonesia
Oleh : Vernia Juita
Belanja online kini menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup masyarakat modern, terutama di kalangan generasi muda Indonesia. Dengan pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi, generasi ini tumbuh dalam lingkungan di mana informasi dapat diakses dengan cepat dan mudah melalui berbagai platform. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam keputusan belanja online generasi muda adalah pengaruh sosial. Baik dari teman, keluarga, maupun selebriti atau influencer di media sosial, pengaruh sosial secara signifikan membentuk preferensi, perilaku, dan keputusan pembelian mereka. Dalam dunia digital yang terhubung seperti sekarang, setiap orang tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pembentuk opini yang berpengaruh terhadap orang lain.
Salah satu studi dari Solomon (2018) menunjukkan bahwa perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor sosial, terutama bagi individu yang lebih muda dan lebih terlibat dalam aktivitas sosial. Pada studi tersebut dijelaskan bahwa generasi muda sangat rentan terhadap pengaruh kelompok, hal ini dikarenakan kecenderungan mereka untuk mencari pengakuan dan validasi sosial melalui pilihan produk yang mereka konsumsi. Hal ini sangat relevan dalam konteks Indonesia, di mana media sosial memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Generasi muda menghabiskan banyak waktu di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, yang memungkinkan mereka terekspos konten-konten yang secara langsung atau tidak langsung sedang mempromosikan produk dan gaya hidup tertentu. Tren komunitas yang muncul di media sosial sering kali menjadi panduan mereka dalam menentukan apa yang layak untuk dibeli, terutama ketika tren tersebut disebarluaskan oleh figur publik yang memiliki pengaruh besar.
Selain peran media sosial, rekomendasi dari orang terdekat seperti teman dan keluarga juga memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan belanja. Menariknya peran rekomendasi dan pengaruh dari jaringan terdekat saat ini tidak hanya didapat dari komunikasi secara lansung, tapi juga dari media sosial yang saling terhubung. Story WhatsApp dan Instagram, Postingan sahabat, sudara ataupun relasi lingkungan terdekat yang muncul di sosial media juga memberikan peran tertentu dalam pembentukan opini maupun keputusan dari pengguna. Hal ini menunjukkan pergeseran kepercayaan konsumen yang semakin memprioritaskan opini dari jaringan sosial terdekat daripada pesan-pesan yang disampaikan oleh perusahaan. Ini juga menguatkan konsep “social proof”, di mana seseorang lebih cenderung memilih produk yang sudah digunakan atau direkomendasikan oleh orang-orang yang mereka percayai. Pengaruh semacam ini tidak bisa dianggap remeh, karena dapat menggerakkan keputusan belanja secara cepat dan masif, terutama dalam skala komunitas.
Selain hal-hal yang sudah dikemukakan diatas, Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) juga merupakan salah satu trend pengaruh sosial yang sangat kuat dalam mendorong keputusan belanja impulsif di kalangan generasi muda. FOMO terjadi ketika seseorang merasa khawatir akan tertinggal dari tren atau kesempatan tertentu jika mereka tidak segera membeli suatu produk. Perasaan ini diperparah oleh kecepatan penyebaran informasi di media sosial. Sebuah produk yang sedang viral di platform seperti TikTok, misalnya, dapat menciptakan gelombang pembelian secara spontan hanya karena orang-orang tidak ingin merasa tertinggal. Seorang professor dan psikolog, Robert Cialdini (2020), menjelaskan bahwa FOMO adalah respons emosional terhadap lingkungan sosial yang sangat umum di era digital.Fenomena ini terjadi dalam lingkungan dan konteks sosial yang semakin terhubung, dimana individu cenderung mengikuti apa yang orang lain lakukan untuk menjaga posisi mereka di kelompok sosial tersebut. Inilah yang menyebabkan banyak generasi muda mengabaikan kebutuhan nyata mereka demi mengikuti tren yang dianggap penting oleh lingkungannya.
Namun, pengaruh sosial ini juga membawa tantangan dalam hal pengendalian diri. Dengan paparan konten yang terus-menerus dan tekanan sosial yang tinggi, generasi muda sering kali sulit membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Ini menyebabkan terjadinya perilaku belanja impulsif yang, dalam jangka panjang, dapat merugikan kondisi keuangan mereka. Belanja impulsif ini juga sering kali didorong oleh kampanye pemasaran yang memanfaatkan urgensi (misal: promo dengan waktu yang terbatas) dan diskon besar-besaran yang dirancang untuk memicu keputusan pembelian cepat. Akibatnya, banyak dari mereka yang terjebak dalam siklus konsumsi yang berlebihan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap keuangan pribadi. Oleh karena itu, edukasi mengenai literasi keuangan dan pengelolaan keuangan pribadi menjadi sangat penting bagi generasi muda dalam era digital ini.
Dalam kesimpulannya, pengaruh sosial memang memiliki dampak besar terhadap keputusan belanja online generasi muda di Indonesia, baik melalui media sosial, rekomendasi dari orang terdekat, maupun fenomena FOMO. Sementara pengaruh ini memberikan akses yang lebih mudah terhadap informasi produk dan pengalaman belanja yang lebih menyenangkan, penting bagi generasi muda untuk membangun kesadaran akan bahaya belanja impulsif. Sebagai konsumen, mereka harus mampu menyeimbangkan antara keinginan untuk mengikuti tren dan kebutuhan yang sesuai dengan kondisi keuangan mereka. Brand dan perusahaan juga memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi konsumen mereka dengan menyediakan konten yang tidak hanya menarik, tetapi juga mendukung pengambilan keputusan yang lebih bijak.
(permataillahi/Bernas)