HeadlineNasional

Mahfud MD Bikin Cuitan di X : Hak Angket Bukan Untuk Batalkan Hasil Pemilu

BeritaNasional.ID, Jakarta — Melalui cuitan diakun media sosial X dengan username @mohmahfudmd, Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 03 Mahfud Md, kembali menegaskan bahwa apa pun yang dihasilkan hak angket tidak akan bisa membatalkan hasil Pemilu 2024, Jumat (08/03/2024).

“Saya sendiri selalu menegaskan, bahwa apa pun hasil angket tak bisa membatalkan hasil Pilpres. Kesahan Pilpres secara hukum terletak di KPU dan putusan MK, sama sekali tak ada hubungan dgn angket,” tulisnya.

Namun, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menegaskan bahwa hak angket memiliki tujuan lain dalam negara demokrasi. Untuk itu, dia mengutip pernyataan mantan wakil presiden Jusuf Kalla (JK), bahwa Pemilu 2024 merupakan pemilu terburuk sepanjang sejarah Indonesia.

Di situ, dia coba mengulas sejumlah pernyataan JK ketika jadi pembicara utama di acara Election Talk #04 FISIP UI Kamis 0(7/03/2024) kemarin.

“JK juga mengatakan sejak pemilu pertama tahun 1955, Pemilu 2024 ini terburuk. Kita harus hindari bertemunya krisis politik dan krisis ekonomi karena kalau itu terjadi bisa menimbulkan huru-hara besar,” cuitnya.

Dirinya mengutip, JK ihwal pentingnya penggunaan hak angket DPR untuk klarifikasi berbagai dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Jika tidak maka ditakutkan demokrasi akan rusak karena pemilu tidak akan berguna lagi. “Mengapa? Karena akan timbul kebiasaan ke depannya bahwa yang akan menang pemilu hanya kelompok yang berkuasa dan banyak uang,” jelasnya.

Sebelumnya, JK menilai Pemilu 2024 merupakan ajang pemilu terburuk, bukan hanya sejak Era Reformasi bahkan dalam sejarah Indonesia di acara Election Talk #4 di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI, Depok, Kamis (07/03/2024).

“Bagi saya, saya pernah mengatakan ini [Pemilu 2024] adalah pemilu yang terburuk dalam sejarah pemilu Indonesia sejak ’55 [pemilu pertama],” imbuhnya.

Mantan ketua umum Partai Golkar ini berpendapat, Pemilu 2024 merupakan pemilu yang diatur oleh minoritas yaitu segelintir orang yang punya sumber daya melimpah. Ia pun khawatir sistem seperti itu menjadi suatu kebiasaan dalam demokrasi Indonesia.

“Apabila sistem ini menjadi suatu kebiasaan, maka kita akan kembali ke zaman otoriter. Itu saja masalahnya sebenarnya,” jelasnya. (Ay/BERNAS)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button