ArtikelArtikel/OpiniEkonomiLifestyleNasionalPendidikanRagam

Menguak Kemustahilan Budi Daya Lobster, Kisah Perjuangan dan Tantangan Besar E-BARA

JAKARTA, BerotaNasional.id – Di tengah gemerlap industri perikanan, budi daya lobster seolah menjadi emas yang menjanjikan, terutama dengan permintaan global yang terus melonjak. Namun, di balik semua harapan itu, tersembunyi tantangan luar biasa yang membuat usaha ini nyaris mustahil, baik di dalam maupun luar negeri. Sesuai dengan PERMEN KKP No. 7 Tahun 2024, budi daya lobster dibagi menjadi dua jenis: di dalam negeri dan luar negeri, yang lebih dikenal sebagai ekspor Benih Bening Lobster (BBL).

Dibalik tantangan itu muncullah HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy. atau yang biasa di panggil Haji Lilur seorang pemuda asal Situbondo yang kini menjadi pebisnis nasional sukses, dengan ambisi besar untuk menjadi Raja Budi Daya Lobster Indonesia. Melalui inisiatifnya, *E-BARA CHAMPA* (Ekspedisi Barong Nusantara Champa), Khalilur atau Lilur, membuka tabir tantangan yang selama ini dianggap mustahil.

“Indonesia dan Vietnam telah memulai ekspor BBL secara legal sejak Juli 2024,” ujar Lilur di Jakarta. Sabtu 31/08/2024).

Ia berbicara tentang bagaimana dirinya telah mempersiapkan jalannya bisnis ini sejak Maret 2024, meski masih dalam proses hingga Agustus. “Ini bukan sekadar bisnis bernilai puluhan juta dolar AS per bulan, ini adalah perjuangan untuk masa depan budi daya lobster Indonesia,” tegasnya.

Realitas Berat Budi Daya Lobster di Indonesia: Mimpi atau Ilusi?

Budi daya lobster di tanah air bukanlah perjalanan yang mudah. Menurut Haji Lilur ada 5 tantangan dari berbagai arah yang harus dihadapi mulai dari biaya hingga persyaratan lokasi, diantaranya adalah :

1. Biaya Fantastis: Awal yang Menguji Tekad.
Bermimpi menjadi pebisnis budi daya lobster? Siapkan modal raksasa! Untuk skala besar, biaya bisa mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah. Bagi yang mencoba di bawah 50.000 ekor, meski lebih terjangkau, hasilnya tidak akan sebanding dengan usaha yang dikeluarkan.

2. Mencari Lokasi Ideal: Perburuan yang Tak Mudah.
Lobster membutuhkan teluk yang sempurna—tidak berombak, tidak berarus, kedalaman minimal 8 meter saat surut, dan air dengan tingkat keasinan tinggi. Lokasi seperti ini langka, dan jika ditemukan, biaya akses dan operasionalnya sangat tinggi.

3. Perizinan dan Biaya: Ujian Kesabaran dan Kantong.
Untuk memulai, perusahaan harus mengeluarkan biaya besar untuk perizinan—membeli blok area dengan PKKPRL (Perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) sebesar Rp 18.860.000 per hektar. Itu baru langkah pertama, diikuti proses perizinan yang panjang dan rumit melibatkan berbagai pihak.

4. Pakan yang Langka: Penghalang Tak Terduga.
Lobster membutuhkan pakan khusus seperti kerang dan kepiting, yang harus didatangkan dari tempat jauh, terutama jika skala budi daya besar. Tantangan logistik dan biaya tambahan menjadi beban berat lainnya.

5. Skala Kecil, Dampak Besar: Bukti Nyata Sulitnya Usaha Ini.
Hingga kini, budi daya lobster di Indonesia masih berada dalam skala kecil dan uji coba. Belum ada yang berani menembus angka 100.000 ekor, menandakan betapa sulitnya usaha ini berkembang.

Budi Daya Lobster di Luar Negeri: Tantangan Baru di Negeri Orang

Di sisi lain, Likur mengungkapkan, PERMEN KKP No. 7 Tahun 2024 tampak membuka peluang ekspor BBL ke luar negeri. Namun, di balik peluang itu, tersembunyi tantangan besar, terutama dalam menjalin kerjasama dengan negara lain. Saat ini, hanya Vietnam yang secara resmi bekerjasama dengan Indonesia, dan prosesnya penuh liku, seperti :

1. Kerjasama dengan Vietnam: Tantangan Baru di Luar Negeri.
Untuk menjalankan budi daya lobster di Vietnam, perusahaan Indonesia harus bekerjasama dengan pembudi daya setempat. Namun, sebelum mencapai kesepakatan, pihak Vietnam harus mendapatkan sejumlah perizinan dari Kementerian Pertanian dan Pengembangan Pedesaan (MARD) Vietnam, termasuk surat yang menyatakan kebutuhan BBL dan komitmen untuk budi daya di Indonesia selama tiga tahun.

2. Penyelundupan: Jalan Pintas yang Menggoda.
Dengan segala kerumitan dan birokrasi ini, tak mengherankan jika penyelundupan BBL dari Indonesia ke Vietnam melalui Singapura masih marak terjadi. Regulasi yang ketat dan prosedur rumit mendorong pelaku usaha memilih jalan pintas ilegal.

Menyibak Kemustahilan: Kisah Perjuangan Tak Kenal Lelah

Di tengah segala tantangan ini, ada sosok seperti Khalilur yang pantang menyerah. Dia menempuh jalur resmi dengan mendirikan perusahaan di Vietnam dan membentuk tim khusus untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan lokal. Setelah lima bulan penuh kerja keras, ia berhasil menandatangani 11 Memorandum of Understanding (MOU) dengan perusahaan Vietnam yang siap menjalankan budi daya lobster sesuai regulasi.

Kini, inisiatif ini mulai membuahkan hasil. “E-BARA” (Ekspedisi Barong Nusantara) siap memulai budi daya lobster di Indonesia dan Vietnam. Dengan semangat pantang menyerah, kerja keras, dan keteguhan, kemustahilan yang selama ini menghantui akhirnya mulai menunjukkan jalan menuju keberhasilan.

Ketika Cinta dan Usaha Berpadu

Di akhir perjuangan panjang ini, Khalilur tidak hanya puas dengan keberhasilan bisnis. Ia berseloroh tentang keinginannya untuk menikahi Miss Vietnam, sebagai simbol kolaborasi yang lebih dari sekadar bisnis. Namun, di atas segalanya, perjuangan ini didedikasikan untuk mencari nafkah halal dan memberikan manfaat bagi sesama.

Dengan keyakinan yang kuat, *E-BARA* siap membumi. Bismillah, kesuksesan besar telah menanti di depan mata.

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button