Penataan Toko Waralaba di Kota Probolinggo Jadi Sorotan DPRD, Banyak Diduga Langgar Perda

BeritaNasional.ID, PROBOLINGGO JATIM- Penataan toko waralaba atau swalayan di Kota Probolinggo kembali menjadi perhatian serius Komisi I DPRD Kota Probolinggo. Banyak pengusaha dinilai tidak mematuhi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2019 yang mengatur jarak dan penataan toko modern.
Pada Kamis (4/12/2025) sekitar pukul 14.00 WIB, Komisi I menggelar rapat koordinasi bersama Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan (DKUP), Satpol PP, serta Inspektorat Kota Probolinggo untuk membahas maraknya dugaan pelanggaran penataan toko waralaba tersebut.
Perda Nomor 10 Tahun 2019 mengatur jarak antar waralaba. Untuk jenis minimarket, jarak minimal antar gerai adalah 1.000 meter. Sedangkan untuk toko klontong modern minimal 500 meter. Namun, Komisi I menilai aturan ini banyak diabaikan oleh pengusaha.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Probolinggo, Amir Mahmud, membuka rapat dengan menegaskan tujuan pembahasan tersebut. “Kami ingin memastikan apakah Perda Nomor 10 Tahun 2019 tentang Penataan dan Pembinaan Toko Swalayan, Pusat Perbelanjaan, dan Pasar Rakyat benar-benar dijalankan atau tidak,” ujarnya.
Ia menyebut, di Kota Probolinggo terdapat 68 minimarket, empat supermarket, dan tiga department store—total 75 gerai. “Contohnya di Jalan Ahmad Yani, ada tiga minimarket berdiri berdekatan,” tambah Amir.
Anggota Komisi I, Sibro Malisi, mempertanyakan kapan terakhir rekomendasi pendirian waralaba dikeluarkan oleh DKUP. “Dari 75 itu, rekomendasinya terakhir tahun berapa?” tanyanya.
Kepala DKUP Kota Probolinggo, Slamet Swantoro, menjawab bahwa rekomendasi terakhir dikeluarkan pada 2024. “Itu tahun 2024, Pak,” ujarnya.
Sibro kembali mempertanyakan apakah pada 2025 tidak ada rekomendasi yang dikeluarkan, mengingat ada pembangunan minimarket baru di Jalan Bengawan Solo. “Lalu bagaimana proses rekomendasinya? DKUP memberi rekomendasi ke DPMPTSP tahun berapa?” tanya Sibro.
Slamet mengaku kurang memahami detail tersebut karena pegawai yang menangani rekomendasi tidak hadir. “Kami tidak begitu memahami karena staf yang mengurus itu tidak ikut,” katanya.
Ketua Komisi I, Isah Junaidah, kemudian menyoroti peran Satpol PP. “Bagaimana dengan Satpol PP? Apakah tidak ada upaya penertiban atau pengecekan apakah aturan Perda sudah dijalankan?” tanyanya.
Kasi Penyidikan Satpol PP Kota Probolinggo, Lutfie, menjelaskan bahwa pihaknya selama ini lebih fokus menertibkan PKL liar dan baliho tak berizin. “Untuk waralaba, kami menunggu surat edaran dulu,” jawabnya.
Dalam rapat tersebut, Kepala DKUP juga membuka kemungkinan adanya revisi Perda Nomor 10 Tahun 2019. “Mungkin perlu direvisi, karena kami juga belum tahu seperti apa rekomendasi bisa keluar. Saya juga baru menjabat sebagai Kepala Dinas,” ujarnya.
Setelah rapat, Sekretaris Komisi I DPRD Kota Probolinggo, Zainul Fatoni, menyampaikan bahwa pihaknya akan menggelar rapat lanjutan guna memperkuat penegakan Perda. “Jika memang perlu direvisi, tentu akan kami kaji terlebih dahulu. Ini juga menjadi catatan bagi pihak eksekutif terkait penerapan Perda selama ini,” tuturnya.
Terkait keberlangsungan waralaba yang sudah beroperasi, Zainul menegaskan bahwa operasional tetap berjalan seperti biasa. “Kalau nanti Perda direvisi, itu berlaku untuk toko baru. Tujuannya agar tidak muncul pengusaha nakal dan agar toko kecil tetap bisa bertahan,” jelasnya.
(Yul/Bernas)



