Nasional

Praktik Dugaan Pungli di SMP 3 Singosari Resahkan Orang tua Siswa

BeritaNasional.ID, Malang – Sejumlah orang  tua siswa di SMPN 3 Singosari Kabupaten Malang Resah dengan adanya dana sumbangan untuk pengembangan sekolah.  Dana pengembangan sekolah tersebut diketahui dari Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) SMP Negeri 3 Singosari yang membutuhkan anggaran sebesar Rp 629.150.000. Setiap orang tua siswa diminta memberikan sumbangan senilai Rp 75 ribu setiap bulan selama satu tahun. Mereka merasa  keberatan dengan sumbangan tersebut lantaran terdampak pandemi Covid-19. Hal tersebut diungkapkan salah satu orang tua siswa, Jumat (12/11/2021).

Orang tua siswa yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, bahwa oleh pihak sekolah kami diberikan surat kesediaan untuk dana pengembangan sekolah yang harus ditanda tangani dan bermaterai Rp 10 ribu.

“Penyetoran uang dimulai pada tahun pelajaran 2021/2022 saat ini. Apabila di bulan sebelumnya belum membayar, maka akan diakumulasi dan dibayarkan pada bulan selanjutnya. “Pada bulan oktober lalu ada orang tua siswa yang membayar Rp 300 ribu. Pasalnya, bulan sebelumnya belum membayar. karena sekolah libur adanya PPKM.  Saya mohon nama saya benar-benar dirahasiakan ya mas,” ujarnya.

LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) mengaku telah menerima informasi dari beberapa orang tua siswa tentang pembayaran dana pengembangan sekolah tersebut, yang diduga kuat hal itu termasuk kategori pungutan. Sebab bersifat mengikat dan nominalnya pun telah ditentukan. Orang tua siswa juga diminta untuk menyerahkan surat kesanggupan untuk membayar dana tersebut.

Abdul Munif, Sub Advokasi Pendidikan dan Hukum DPD LIRA Malang Raya menjelaskan, pungutan itu sebenarnya sudah menjadi sorotan sejak beberapa waktu lalu.

“Informasi yang baru kami dapat,  orang tua siswa juga diminta melakukan polling untuk menentukan suara terbanyak terkait setuju atau tidak setuju tentang pembayaran dana pengembangan sekolah tersebut.” Lebih lanjut,

“Andaikan yang setuju lebih banyak, ini sifatnya tetap pungutan. Karena nilai nominalnya ditentukan. Temponya jelas dan pakai materai bersifat mengikat lagi. Nah versinya sekolah itu sumbangan. Sedangkan sumbangan itu seharusnya tidak mengikat,” tandasnya.

Munif menambahkan, berdasarkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, praktik seperti itu tidak diperbolehkan. Dirinya menilai bahwa seharusnya, pendidikan dasar wajib yang saat ini sudah dikembangkan dari 9 tahun menjadi 12 tahun diselenggarakan secara gratis.

Zuhdy Achmady, SH. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LIRA Malang Raya juga menyampaikan, bahwa sumbangan di SMP N 3 Singosari tetap ada dugaan kuat pungutan. Sebab dalam praktiknya ada unsur upaya meminta kepada orang tua siswa.

“Bukan hanya dari sisi nominal sudah ditentukan dan berapa kali harus membayar, namun itu kan sudah ada upaya meminta, sudah ada dugaan unsur pungutan. Sebab di situ ada surat kesanggupannya. Jadi hemat saya, hal itu jadi upaya menyamarkan pungutan saja. Hal itu merupakan modus untuk memuluskan upaya dalam melakukan pungutan kepada orang tuan siswa yang dikemas hingga seakan-akan sudah ada kesepakatan dari orang tua siswa,” ujarnya.

“Jika memang itu sumbangan, tidak perlu mengumpulkan orang tua siswa dengan membawa materai dan disuruh menanda tangani surat pernyataan kesanggupan, ini kan konyol. Kalau memang sumbangan sukarela, cukup bikin pengumuman lisan atau tertulis bahwa sekolah punya hajat ini dan itu, bebaskan mereka. Jika ada yang menyerahkan sumbangan ya diterima. Itu lebih elegan,” paparnya.

“Setiap warga negara Indonesia (WNI), berhak mendapatkan pendidikan gratis. Selain itu, warga negara juga wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Sehingga dengan adanya pungutan yang ada di sekolah sudah jelas menabrak UUD 1945 Pasal 31,”tandasnya.

Lebih jauh Didik menegaskan, berdasarkan Permendikbud No 75 th 2016 tentang Komite Sekolah, juga disebutkan dalam Pasal 10 (2), bahwa dalam penggalangan dana, komite sekolah hanya menerima sumbangan dari wali murid secara sukarela bukan pungutan.

Kami tetap menganggap bahwa itu pungutan, karena tidak ada landasan hukumnya. Seharusnya pihak sekolah membuat permohonan kepada Bupati melalui Kepala Dinas Pendidikan agar diberikan rekomendasi untuk melakukan pungutan terhadap orang tua siswa sehubungan kebutuhan mendesak yang tidak dapat dibiayai dana BOS.

“Apabila ada surat dari Bupati, silahkan menggalang dana dari wali siswa, itu yang dimaksud landasan hukum. Jika tidak, maka hal tersebut dapat dikategorikan pungutan liar. Alibi apapun yang dibuat oleh komite sekolah kami tetap menganggap itu pungutan bukan sumbangan sukarela,” ujarnya.

Kepala Dinas Pendidkan Kab Malang, harus segera memanggil pihak sekolah untuk memerintahkan menghentikan segala pungutan. “Jika punggutan tetap dilakukan maka kami akan membuat pengaduan resmi kepada aparat yang berwenang, kami tidak main-main,ujarnya.

Satgas Saber Pungli adalah lembaga resmi yang dibentuk oleh presiden berdasarkan Perpres No.87 tahun 2016. Setidaknya ada 53 poin yang digolongkan pungutan liar (pungli) dan tidak boleh dilakukan, diantaranya adalah pungutan yang berkedok sumbangan yang biasa terjadi di sekolah-sekolah. Misalnya, penarikan sumbangan untuk pembangunan gedung, musholla, kamar mandi dan sebagainya.

Untuk itu, jika hal ini masih saja terjadi maka kami akan mengadukan ke Satgas Saber Pungli dengan data-data yang kami peroleh di lapangan. “Satgas Saber Pungli yang akan memilah kasus ini. Bila dalam kasus dugaan pungli terdapat unsur pidana, maka akan diteruskan kepada APH (Aparat Penegak Hukum) Polisi atau Jaksa. Namun jika hal tersebut hanya ditemukan maladministrasi, permasalahannya akan ditangani Inspektorat setempat,”tandasnya. (ady)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button