Ratusan Dapur MBG Tanpa Sertifikat: Lonjakan Keracunan di Tasikmalaya Picu Evaluasi Nasional

Beritanasional.id – Tasikmalaya, Jawa Barat,- Kabupaten Tasikmalaya tengah menghadapi krisis kesehatan publik yang mengkhawatirkan. Di tengah lonjakan kasus keracunan massal yang melanda pelajar dan masyarakat, terungkap bahwa ratusan dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikelola oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) belum memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS), sebuah syarat krusial untuk menjamin keamanan pangan, Selasa (30/9/2025).
Lonjakan Kasus Keracunan: Dari Rajapolah ke Karangnunggal
Dalam kurun waktu lima bulan terakhir, dua insiden besar keracunan makanan MBG mengguncang Tasikmalaya. Pada Mei 2025, sebanyak 400 siswa SD dan SMP di Kecamatan Rajapolah mengalami gejala keracunan seperti muntah, diare, dan demam tinggi setelah mengonsumsi makanan MBG. Insiden serupa kembali terjadi pada September di Kecamatan Cikalong dan Karangnunggal, menimpa 52 siswa dari berbagai jenjang pendidikan.
Kejadian ini bukanlah kasus terisolasi. Secara nasional, jumlah korban keracunan makanan MBG telah mencapai 5.914 orang, menjadikan program yang semula bertujuan mulia ini sebagai sumber kekhawatiran publik.
Dugaan Keterlibatan Pejabat dan ASN: Konflik Kepentingan Mengemuka
Di balik dapur-dapur MBG yang tersebar di 39 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, muncul dugaan keterlibatan pejabat daerah dan ASN dalam pengelolaan dapur umum. Beberapa dapur dilaporkan dikelola langsung oleh beberapa pejabat, perangkat desa, kepala sekolah, bahkan anggota DPRD aktif. Meski belum ada bukti pelanggaran hukum, keterlibatan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang konflik kepentingan, transparansi anggaran, dan akuntabilitas pengawasan.
Dalam beberapa kasus, tim kesehatan dari Puskesmas dan anggota legislatif yang mencoba melakukan inspeksi mendadak justru ditolak masuk oleh pengelola dapur. Penolakan ini memicu kemarahan publik dan memperkuat dugaan adanya praktik tertutup dalam pengelolaan dapur MBG.
Sertifikasi Higienitas: Antara Regulasi dan Realita Lapangan
Wakil Bupati Tasikmalaya, Asep Sopari Al Ayyubi, mengakui bahwa mayoritas dari 185 dapur MBG belum memiliki SLHS. Ia menyebut bahwa persyaratan baru dari Kementerian Kesehatan belum sepenuhnya disosialisasikan, dan proses sertifikasi memerlukan waktu serta anggaran tambahan. “Kayanya belum (sertifikat SLHS), karena syaratnya baru datang. Jujur saja, yah,” ujar wakil Bupati Tasikmalaya, Asep Sopari Al Ayyubi, Senin, 29 September 2025 seperti yang dilansir dari sejumlah portal media.
Menurut Asep, tidak adanya sertifikat ini cukup berdampak terhadap pemenuhan gizi siswa. Apalagi bila pegawai dapur SPPG tidak memiliki kompetensi yang baik. Setiap dapur yang telah memiliki sertifikat dipastikan akan menjaga keamanan makanan yang diberikan. Alasannya karena dalam proses pengajuan sertifikat, setiap dapur harus menjaga kebersihan dan kesehatan. Hal itu diantaranya fasilitas bangun yang baik seperti sanitasi, ventilasi dan air bersih, peralatan yang digunakan pun harus bersih dan bahan baku yang dimasak berkualitas. “Kalau cara masaknya saja salah, itu makanan tidak akan bergizi lagi,” ujarnya.
Respons Pemerintah Pusat: Evaluasi Menyeluruh dan Penutupan Sementara
Presiden Prabowo Subianto merespons cepat dengan memerintahkan penutupan sementara seluruh dapur MBG yang belum bersertifikat atau terindikasi bermasalah. Pemerintah pusat juga mengeluarkan instruksi wajib pemasangan CCTV di dapur, sterilisasi peralatan masak, rapid test makanan harian, serta pelatihan ulang bagi seluruh juru masak.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengumumkan enam langkah strategis untuk mengatasi krisis ini, antara lain:
1. Audit menyeluruh terhadap dapur MBG di seluruh Indonesia
2. Sertifikasi ulang juru masak dan pengelola dapur
3. Perbaikan sistem distribusi bahan baku
4. Pelibatan aktif Puskesmas dan UKS dalam pengawasan harian
5. Penambahan anggaran untuk sanitasi dan pelatihan
6. Pembentukan sistem pelaporan insiden berbasis digital
Satgas MBG: Antara Harapan dan Tantangan
Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) MBG yang terdiri dari unsur Pemda, TNI, Polri, dan tokoh masyarakat. Satgas ini bertugas melakukan inspeksi rutin, edukasi sanitasi, dan penegakan SOP di tingkat kecamatan. Namun, efektivitas Satgas masih dipertanyakan, terutama karena keterbatasan sumber daya dan resistensi dari pengelola dapur yang merasa terancam secara politik maupun ekonomi.
Dampak Sosial dan Kepercayaan Publik
Program MBG sejatinya dirancang untuk mengatasi masalah gizi buruk dan stunting di kalangan anak-anak. Namun, krisis ini telah menimbulkan trauma di kalangan orang tua, guru, dan siswa. Banyak sekolah kini menolak distribusi makanan MBG, dan beberapa orang tua memilih membekali anak-anak mereka dengan makanan dari rumah.
Kepercayaan publik terhadap program MBG dan pemerintah daerah pun menurun drastis. Lembaga swadaya masyarakat dan aktivis kesehatan menyerukan transparansi penuh, audit independen, dan pelibatan komunitas dalam pengawasan dapur MBG.
Laporan : Chandra Foetra S