CitizenOpiniRagam

Trend Citayam Fashion Week Dalam Tinjauan Islam

- Oleh; Muhammad Syarif, S.Pd.I, MA *)

Istilah Citayam Fashion Week (CFW) dikaitkan dengan trend fashion street di kalangan remaja yaitu fenomena anak muda yang nongkrong di kawasan Jenderal Sudirman Jakarta dengan berbagai model fashion yang mereka punyai dan mau mereka pamerkan.

CFW merupakan tiruan Paris Fashion Week yang menjadikan jalanan sebagai ajang pameran busana dan diikuti oleh desainer ternama. Jika Paris Fashion Week diikuti oleh desainer ternama, lain hal dengan CFW yang diikuti dari anak-anak muda yang suka nongkrong di kawasan Dukuh Atas.

CFW berawal dari ide untuk menghabiskan waktu dan adu kreativitas para remaja di wilayah Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok atau biasa disingkat (SCBD) dinilai bergaya trendi berpenampilan unik, modis, dan saling beradu gaya dengan mengenakan fashion atau outfit yang nyentrik, hingga konsep catwalk ala model profesional terealisasikan, untuk memenuhi kebutuhan konten video dan foto yang akan diunggah ke media sosial.

Fashion week atau pekan mode bukanlah istilah baru dalam dunia fesyen. Fashion week merupakan ajang bagi perancang busana, merek busana, brand fashion maupun industri untuk memamerkan produk atau koleksi mereka. Sesuai namanya, penyelenggaraan fashion week biasanya hanya dilakukan selama satu pekan.

Viralnya fenomena ini diawali dengan banyaknya konten di platform sejumlah media sosial yang mewawancarai para remaja yang nongkrong di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Fashion yang ditunjukkan juga kerap dibandingkan dengan fashion street yang ada di negara-negara maju seperti Korea, Jepang, hingga Eropa.

CFW ini juga diramaikan oleh para artis dan juga para influencer yang concern terhadap dunia fashion, mereka menilai bahwa fenomena ini merupakan potensi hebat yang berdampak positif. Selain itu, merupakan wujud kreativitas anak muda pinggiran. Ketenaran CFW ini juga didukung oleh para content creator yang turut ambil andil dengan berbagai macam konten yang ingin mereka buat. Selain, peran para wartawan demi membuat artikel maupun konten lain yang kemudian juga diunggah di media.

Mengutip pendapat Pujo Sakti Nur Cahyo (Pakar Kajian Budaya Universitas Airlangga Surabaya) yang menyebut bahwa fenomena CFW merupakan bentuk artikulasi kultural dan identitas fesyen anak muda. “Harus diakui bahwa dalam perspektif kebudayaan, cara kita berpakaian merupakan artikulasi dari identitas kita. Sehingga siapa kita, dapat diekspresikan melalui cara berpakaian, baik itu merujuk pada kelas sosial, background pendidikan, ataupun tingkat kesejahteraan.”

Sementara itu, laki-laki yang bertingkah atau berpakaian menyerupai perempuan juga turut meramaikan model CFW. Ini tentu sangat dikhawatirkan akan menjadi tempat penyebaran LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) dan pergaulan bebas dikalangan remaja.

Melakukan pembinaan, bimbingan, edukasi secara persuasif baik oleh orang tua, kontrol lingkungan masyarakat dan peran pihak pemerintah, bahkan penindakan juga mesti segera dilakukan guna terhindar dari potensi LGBT, pergaulan bebas yang dapat merusak generasi bangsa dan terjerumus ke dalam pengaruh negatif yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan falsafah bangsa Indonesia.

Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas (mengutip dalam salah satu sumber media) menjelaskan bahwa “Aksi CFW membuat banyak orang bebas berekspresi, termasuk para pria atau lelaki yang mengenakan pakaian wanita, bahkan high heels dan makeup perempuan, mereka juga turut berlenggak lenggok di catwalk zebra cross. Pemerintah tentunya jangan membiarkan praktek-praktek tidak terpuji dan sangat bertentangan dengan falsafah bangsa dan ajaran Islam ini dibiarkan tampil di ranah publik sedemikian rupa”.

Dalam ajaran Islam, berbusana diwajibkan menutup aurat, tidak membentuk lekuk tubuh, tidak transparan dan tidak menyerupai pakaian laki-laki dan pakaian non-muslim”. Dalam Alquran surat al-Ahzab ayat 59 dijelaskan; “Hai Nabi katakanlah kepada istri istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka tidak diganggu.” Rasulullah SAW bersabda; “Allah melaknat para perempuan yang menyerupai laki-laki, dan para lelaki yang menyerupai perempuan.” Dalam hadis lain disebutkan; “Allah melaknat perempuan yang mengenakan pakaian laki-laki dan laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan.” [HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi].

Kita ketahui bahwa perbuatan yang terkena laknat Allah atau Rasul-Nya termasuk dosa besar. Larangan tersebut tidak hanya berkaitan dengan persoalan busana, melainkan juga cara berjalan dan berbicara.

Fashion show dan mengikuti tren mode merupakan bentuk kreativitas yang diperbolehkan dengan catatan peragaan tersebut dilakukan untuk dakwah Islam dan syiar busana (baju) Islami. Selain itu, kebebasan berekspresi tentunya tidak dilarang namun dengan catatan tetap menghormati nilai-nilai agama dan budaya bangsa yang berideologi pancasila.

Kita semua tentu mengharapkan agar para generasi muda saat ini beretika sesuai keyakinannya, berperilaku dengan norma ajaran Islam.

Silakan terus mengembangkan kreatifitas fashion dengan tetap dalam identitas gendernya, laki-laki sebagai lak-laki, perempuan sebagai perempuan. Menghindari perilaku yang bisa berdampak atau mengarah ke hal negatif seperti pamer perilaku LGBT dan pergaulan bebas.

Belajar dari kasus CFW ini kita harus berani mengkritik diri kita sendiri sebagai orang tua, warga masyarakat, serta pemerintah untuk mengetahui dimana letak titik lemah kita selama ini. Kemudian dijadikan sebagai dasar dalam melakukan langkah pembenahan atau perbaikan ke depan agar kita bisa membuat mereka para generasi bangsa bisa tampil lebih baik dan positif demi masa depan para generasi bangsa yang senantiasa menjunjung tinggi dan berekspresi sesuai dengan nilai agama, budaya dan falsafah bangsa Indonesia. Semoga. (*)

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Serambi Mekkah Aceh – Pengurus DPP ISAD Aceh

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button