Daerah

Dilaporkan Komite MAN 3 Ciawi ke Polresta Tasikmalaya atas Dugaan Kasus Pungli, Ade Haryanto Ambil Langkah Hukum

Beritanasional.id – Tasikmalaya, Jawa Barat,- Dunia jurnalistik kembali diguncang oleh kasus dugaan kriminalisasi terhadap insan pers. Ade Haryanto, seorang wartawan dari media daring mataelang24.com, dilaporkan ke Polres Tasikmalaya Kota oleh Ato Rinanto, anggota Komite Sekolah MAN 3 Ciawi sekaligus Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya. Laporan tersebut dilayangkan pada 5 Agustus 2025 dengan tuduhan menyerang kehormatan melalui pemberitaan, berdasarkan Pasal 45 ayat 4 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Surat panggilan resmi terhadap Ade Haryanto diterbitkan oleh Polres Tasikmalaya Kota pada 16 September 2025, menyusul undangan klarifikasi tertanggal 5 September 2025 dengan nomor: B/2151/IX/RES.2.5/2025/Sat.Reskrim. Namun, pemanggilan ini dilakukan tanpa koordinasi dengan Dewan Pers, sebuah langkah yang dinilai bertentangan dengan Nota Kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor: NK/4/III/2022. Dalam MoU tersebut, Pasal 4 ayat 1 dan 2 secara tegas mengatur bahwa setiap pengaduan terhadap karya jurnalistik harus terlebih dahulu ditangani oleh Dewan Pers sebelum masuk ke ranah hukum.

Awal Mula Kasus: Dugaan Pungutan Liar di MAN 3 Ciawi

Kasus ini berawal dari laporan investigatif yang dipublikasikan oleh media mataelang24.com pada 25 Juli 2025 dengan judul “Miris, MAN 3 Ciawi Kabupaten Tasikmalaya Diduga Melakukan Pungutan Liar.” Dalam isi berita tersebut, disebutkan bahwa pihak sekolah melalui komite diduga melakukan pungutan senilai Rp 2.650.000 untuk sumbangan pendidikan dan Rp 600.000 untuk seragam siswa baru.

Ade Haryanto, dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, berupaya melakukan konfirmasi langsung kepada Ketua Komite Sekolah MAN 3 Ciawi, Yayat. Namun, karena Yayat tidak berada di kediamannya, Ade diarahkan untuk menemui Ato Rinanto salah satu anggotanya. Dalam wawancara yang dilakukan di rumah Ato, ia membenarkan adanya pungutan tersebut dan menyebutnya sebagai hasil musyawarah antara komite dan orang tua siswa. Meski mengklaim memiliki berita acara, Ato menolak untuk memperlihatkannya kepada awak media dengan alasan dokumen tersebut hanya untuk konsumsi pihak-pihak tertentu.

Pernyataan Ato bertolak belakang dengan penjelasan Kepala Sekolah MAN 3 Ciawi, R. Dadang Iskandar. Dalam wawancara pada 23 Juli 2025, Dadang menyatakan bahwa pungutan tersebut tidak dibenarkan secara aturan. Ia mengakui bahwa sekolah terpaksa melakukan pungutan karena dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) yang diterima dari Kementerian Agama tidak mencukupi kebutuhan operasional. “Dana BOS dari Kemenag jauh lebih kecil dibandingkan dana BOS dari Dinas Pendidikan. Maka untuk menutupi kekurangan, kami musyawarahkan dengan orang tua siswa. Bagi yang tidak mampu, kami minta SKTM dari desa,” ujar Dadang.

Sorotan Hukum: UU ITE dan Putusan Mahkamah Konstitusi

Kuasa hukum Ade Haryanto, Topan Prabowo  menilai pelaporan terhadap kliennya sebagai bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalistik. Ia menegaskan bahwa Pasal 45 ayat (4) UU ITE tidak semestinya digunakan untuk menjerat wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik secara profesional. Terlebih, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXII/2024 telah memberikan tafsir bahwa pasal tersebut hanya berlaku terhadap individu perseorangan, bukan terhadap profesi, jabatan, atau institusi.

“Ini adalah preseden buruk bagi kebebasan pers. Kami akan menempuh jalur hukum secara objektif untuk memastikan bahwa fakta-fakta di lapangan diproses secara adil dan proporsional,” ujar Topan dalam konferensi pers pada 2 Oktober 2025.

Sebagai langkah awal, pihaknya telah mengajukan pengaduan terhadap narasumber dan permohonan perlindungan hukum kepada Dewan Pers. Langkah ini diambil sebagai bentuk penghormatan terhadap mekanisme penyelesaian sengketa jurnalistik yang telah diatur dalam MoU antara Dewan Pers dan Polri.

Dugaan Pungli dan Upaya Penegakan Hukum

Tak hanya membela kliennya, Topan Prabowo juga mengungkapkan bahwa hasil investigasi Ade Haryanto menemukan bukti kuat terkait dugaan praktik pungutan liar di MAN 3 Ciawi. Bukti tersebut mencakup keterangan dari sejumlah orang tua siswa yang merasa terbebani dan tidak mendapatkan transparansi dalam proses pungutan termasuk kwitansi bukti pembayaran dari salah satu orangtua siswa kepada pihak komite sekolah MAN 3 Ciawi.

“Ini bukan semata soal kebebasan pers, tapi juga soal integritas dan akuntabilitas dalam dunia pendidikan. Kami akan segera melaporkan dugaan pungli ini kepada Kejaksaan Negeri Tasikmalaya sebagai bagian dari upaya pencegahan tindak pidana korupsi,” tegas Topan.

Ia menambahkan bahwa pelaporan ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam mengawal tata kelola pendidikan yang bersih dan berkeadilan. “Kami ingin memastikan bahwa tidak ada lagi praktik-praktik yang merugikan masyarakat, khususnya dalam sektor pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman dan inklusif bagi generasi muda,” tutupnya.

Sementara Ato Rinanto selaku salah satu anggota Komite MAN 3 Ciawi, saat dikonfirmasi oleh awak media ini melalui sambungan telepon whatsapp miliknya, Jum’at, (03/9/2025) mengatakan, dirinya mengakui telah melaporkan Ade Haryanto atas dasar beberapa hal yang diantaranya, selain tidak terima pihaknya selaku komite melakukan dugaan pungutan liar, Ato Rinanto menganggap jika berita yang diunggah tersebut bukan produk jurnalis, melainkan adalah produk nitizen dengan alasan dirinya tidak menemukan kalau media yang mengunggah berita tersebut tidak terdaftar di Dewan Pers dan wartawannya atas nama Ade Haryanto belum memiliki sertifikasi UKW.

“Memang benar bang saya melaporkan, karena saya dari pihak komite tidak terima diberitakan atas dugaan telah melakukan pungutan liar, Terus saya koordinasi lah dengan rekan media lainnya yang selama ini dekat, lalu saya mencaritahu melalui situs website kalau media yang menaikan berita tersebut belum terdaftar atau terverifikasi di Dewan Pers, dan saya mencari wartawan atas nama Ade Haryanto itu juga belum memiliki sertifikasi UKW, jadi saya anggap itu bukan produk jurnalis, melainkan produk nitizen, itu tafsiran saya Bang. Ada media lain juga yang memberitakan hanyang sama tapi karena narasinya itu saya lihat bagus meskipun saya tahu media itu juga belum terverifikasi di Dewan Pers atau wartawannya juga belum UKW, saya tidak melaporkan nya karena hanya mengatakan pungutan saja, bukan pungutan liar,” ungkapnya.

*Catatan Redaksi:* Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh pemangku kepentingan bahwa kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang harus dijaga. Setiap upaya untuk membungkam suara jurnalistik yang kritis dan berbasis fakta, tanpa melalui mekanisme yang sah, berpotensi merusak tatanan hukum dan kepercayaan publik terhadap institusi.

Laporan : Chandra F Simatupang.

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button