Warga Aur Kenali dan Mendalo Darat Bersatu Tolak Proyek Jalan Hauling PT. SAS, WALHI Jambi: Perampasan Ruang Hidup yang Mengabaikan Keselamatan

BeritaNasional.ID, JAMBI – Gelombang penolakan muncul dari masyarakat Kelurahan Aur Kenali, Kota Jambi, dan Mendalo Darat, Kabupaten Muaro Jambi, terhadap proyek pembangunan jalan hauling batubara dan stockpile yang dilakukan oleh PT. Sinar Anugrah Sentosa (PT. SAS). Rencana tersebut dinilai tidak hanya meresahkan, tetapi juga mengancam keselamatan warga serta kelestarian lingkungan di sekitar pemukiman mereka.
Aksi yang dilakukan warga merupakan bentuk penegasan sikap atas proyek yang dianggap sarat persoalan. Warga menilai aktivitas pembangunan jalan angkut batubara itu dilakukan tanpa pelibatan masyarakat sejak awal, sehingga melanggar prinsip partisipasi publik dalam proses perencanaan pembangunan, Minggu (6/7/2025).
“Tidak ada sosialisasi kepada kami. Tiba-tiba alat berat datang, tanah ditimbun, dan jalan hauling dibuka begitu saja. Ini jelas mengabaikan kami sebagai warga yang terdampak langsung,” ujar salah satu warga saat aksi berlangsung.
Warga menyuarakan keresahan terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan. Pencemaran udara akibat debu batubara, kebisingan dari kendaraan truk angkutan berat, potensi kecelakaan lalu lintas, hingga ancaman banjir akibat terganggunya sistem resapan air menjadi kekhawatiran utama. Selain itu, keberadaan stockpile dekat pemukiman dinilai akan menurunkan kualitas hidup dan menimbulkan konflik sosial baru.
Menanggapi hal ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi angkat suara. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi, Oscar Anugrah, menyebut bahwa proyek jalan hauling dan pembangunan stockpile tersebut merupakan bentuk nyata dari perampasan ruang hidup rakyat.
“Ini bukan sekadar pembangunan infrastruktur. Ini adalah bentuk kekerasan struktural terhadap warga yang tidak pernah dilibatkan sejak awal. Pembangunan seperti ini menyingkirkan rakyat dari ruang hidupnya dan mengancam keberlangsungan lingkungan,” tegas Oscar.
Ia menyebutkan, pembangunan stockpile di dekat pemukiman rentan menimbulkan pencemaran udara yang memicu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), terutama pada anak-anak dan lansia. Ditambah lagi, lalu lintas kendaraan berat di jalan desa akan merusak infrastruktur, meningkatkan risiko kecelakaan, serta memicu polusi suara yang mengganggu aktivitas warga sehari-hari.
Oscar menegaskan bahwa tindakan sepihak dalam pembangunan ini berpotensi melanggar konstitusi. Ia merujuk Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara atas lingkungan yang bersih dan sehat, serta Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Tidak ada pembangunan yang sah apabila dibangun di atas penderitaan rakyat dan kehancuran lingkungan. Pembangunan yang tidak berpihak pada kehidupan dan tidak melibatkan rakyat bukanlah pembangunan, melainkan perampasan,” ungkapnya.
Warga dan WALHI mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi dan menghentikan proyek tersebut. Mereka juga meminta agar analisis dampak lingkungan (AMDAL) dibuka ke publik secara transparan dan dilakukan audit ulang terhadap izin-izin yang telah diterbitkan.
Penolakan ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah daerah dan pusat bahwa pembangunan yang mengabaikan warga lokal dan keberlanjutan lingkungan tidak bisa lagi diterima begitu saja. Aspirasi warga harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap proses pembangunan, bukan sekadar formalitas yang diabaikan.
(JO)