Daerah

Suka Dan Duka Menjadi Seorang Jurnalis Di Daerah

Garut, Beritanaaional. ID – Wartawan atau jurnalis merupakan salah satu pekerjaan yang tidak asing di telinga kita. Tak hanya menulis berita, mereka juga harus melaporkan berita tersebut dengan informasi yang akurat. Wartawan juga harus berpegang teguh kepada kode etik jurnalistik sebagai pedoman mereka dalam pemberitaan suatu informasi.

Bekerja sebagai wartawan sama seperti pekerjaan lainnya, tidaklah mudah. Selain dibutuhkan keberanian, tak jarang wartawan juga menerima berbagai aksi pelecehan yang dilakukan oleh oknum yang tidak suka dengan mereka, mulai dari pemberian uang tutup mulut hingga kekerasan fisik. Hal tersebut menjadi tantangan bagi wartawan, tak hanya di tanah air, tetapi juga di berbagai penjuru dunia.

Kasus kekerasan yang menimpa Jurnalis Tempo Nurhadi melahirkan aksi-aksi solidaritas antar sesama wartawan. Aksi tersebut bermunculan di berbagai daerah menyuarakan hak-hak para wartawan dan mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Risiko yang datang bertubi-tubi menjadi suka duka tersendiri bagi seorang pewarta. Seperti suatu contoh Ujang Safaat wartawan lokal Garut dia mengungkapkan, hal tersebut merupakan makanan sehari-hari para jurnalis di lapangan.

“Begitulah suka dukanya jadi wartawan, sama seperti kasus kekerasan jurnalis baru-baru ini, ingin mengungkap suatu kasus malah mendapat perlakuan tidak enak. Jadi rentan dengan kekerasan,” ungkapnya melalui panggilan Whatsapp pada Minggu, (21/8 ).

Ujang juga sempat menceritakan kepada Beritanasional.ID kekerasan yang pernah dialami, mulai dari penolakan liputan, diteror dengan pesan gelap, hingga ke taraf pengancaman. Semua itu harus ia hadapi ketika terjun ke lapangan.

“Saya sempat berpikir kok gini ya pekerjaan jurnalistik, walaupun kesannya susah tapi saya tetap mencoba menikmati pekerjaan,” kata Ujang.

Menurutnya, untuk menjadi seorang wartawan haruslah memiliki komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya. Beban yang ditanggung oleh seorang wartawan tidak sebanding dengan penghasilan serta risiko pekerjaan yang diperoleh.

Hal itulah yang menjadikan wartawan sebagai profesi yang menantang baginya. Di tengah kurangnya kesejahteraan wartawan, mereka juga harus menjadi kontrol sosial dengan segudang risiko yang menanti.

“Beban kerja wartawan tidak sebanding dengan penghasilannya, pelecehan terhadap profesi wartawan itu ada,” imbuhnya.

Salah satu penyebab maraknya kekerasan terhadap jurnalis adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kerja jurnalis. Banyak oknum yang mencoba menutupi kesalahan-kesalahan suatu pihak dengan melegalkan segala cara, termasuk menggunakan jalan kekerasan. Mereka tidak ingin keburukan mereka terekspos kepada khalayak ramai.

Tak hanya itu, banyaknya wartawan gadungan yang menerima suap membuat citra wartawan di mata masyarakat menjadi rusak. Hal tersebut membentuk pola pikir yang menggampangkan pekerjaan jurnalis dan menganggap uang tutup mulut adalah jalan terbaik untuk menghadapinya.

“Masyarakat belum memahami kerja jurnalistik, pikirnya dikasih amplop selesai gitu, padahal tugas kita kan mencari berita,” jelasnya.

Problematika seperti ini sudah ada sejak lama dan terus meningkat seiring waktu. Menurutnya, cara untuk membenahi hal tersebut selain dari meningkatkan kualitas kinerja wartawan juga dengan menjernihkan pola pikir masyarakat. Masyarakat perlu disadarkan tentang apa itu kebebasan dan kemerdekaan pers serta peran wartawan dalam menjadi agen kontrol sosial.

“Prinsipnya berita itu kan kebutuhan masyarakat juga, masyarakat pengen tahu bagaimana kondisi terbaru di sekitarnya, di situlah peran jurnalis menyuarakan hal-hal itu. Tapi nyatanya kita seperti dibungkam,” tegas dia.

Di penghujung penyampaiannya, Ujang menegaskan kepada para wartawan untuk tetap menjalani kewajiban dengan berpegang teguh pada kebenaran dan menjaga loyalitas kepada publik.

“Wartawan ini bekerja untuk publik, jadi tetap yakin bahwa kita bekerja untuk kebenaran dan loyalitas ada pada publik,” tutupnya.( Diky)
Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button