DaerahHukum & KriminalSumateraSUMUT

Camat Hinai Minta Pabrik Perebusan Pinang Tidak Beroperasi Sebelum Perizinan Dimiliki

BeritaNasional.ID, Langkat – Pabrik perebusan pinang muda, dengan nama inisial PT DRF (singkat) yang merupakan milik warga asing atau WNA (Warga Negara Asing) dengan nama pemilik inisial XHF, agar tidak beroperasi dahulu, atau menghentikan aktevitasnya, sambil menunggu keluarnya perizinan dari Pemerintah Langkat.

“Kita sudah beritaukan kepada Kades Tanjung Mulia Subagio, untuk menghentikan aktevitasnya,” ungkap Camat, melalui via handphone, kepada beritanasional.id, Jum’at (13/8/2021).

Terkait adanya dampak lingkungan yang dihasilkan pabrik, dan membuat adanya warga resah, yakni, berupa polusi udara dan bau, serta limbah cair yang dihasilkan pabrik, Camat Hinai, Muhammad Nawawi, S.S.T.P, mengatakan, membenarkan adanya laporan warga.

Kemarin sudah ada tim Dinas Lingkungan Hidup (Dinas LH) Kabupaten Langkat turun, melakukan peninjauan pabrik. Mereka (Dinas LH) sudah memberi arahan dan masukan untuk memperbaiki kekurangan pabrik kepihak pengusaha, termasuk corong pengasapan pembakaran dari Boiler, yang harus ditinggikan, serta lokasi kolam penampungan limbah perebusan pinang, juga harus ditambah.

“Ada koreksi dari Dinas LH soal pabrik itu. Semoga saja pihak perusaan memperbaikinya,” sebut Camat Hinai.

Terkait pemilik PT yang merupakan warga Asing (WNA) yang memiliki usaha di desa itu, Muhammad Nawawi mengatakan, WNA itu telah melaporkan diri mereka ke pihak Imigrasi Medan. Termasuk juga sudah melaporkan kepihak Disnaker Langkat.

“Soal izin usaha mereka, pemilik pabrik sedang memproses kesiapan perizinannya. Mungkin sudah ditangani pihak Dinas LH saat ini,” ungkap Camat Hinai, Muhammad Nawawi, S.S.T.P.

Sebelumnya diketahui, beberapa warga setempat dilokasi pabrik, yakni di DusunDusun V, Desa Tanjung Mulia, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, merasa resah, atas dampak lingkungan dari beroperasinya pabrik pengolahan pinang muda, untuk bahan baku bombon, untuk kebutuhan pasar ekspor (keluar negeri).

Disebut-sebut, pabrik itu sudah berusaha (beroperasi) selama 3 bulan, dari hasil informasi pekerja di pabrik tersebut.

Namun dari beberpa warga lainnya, mengatakan, kalau pabrik itu sudah beraktivitas selama setahun. Yang menjadi warga marah atau meresah, yakni terkait pabrik itu memiliki dampak lingkungan. Seperti limbah cairan air yang dihasilkan, polusi udara berupa asap, dan menimbulkan bau busuk, hingga kebisingan aktivitas pabrik.

Informasi dirangkum beritanasional.id, Kamis (12/8/2021) lalu, menyebutkan, warga resah atas dampak lingkungan yang dihasilkan pabrik. Warga juga merasa dalam proses perijinan dibawah, yakni dimintai tanda tangan kewarga, terdapat janji-janji atau kesepakatan tidak direlisasi dari pabrik.

Meskipun mendapat biaya konpensasi sebesar Rp.100 ribu per Kepala Keluarga (KK) dari tandan tangan warga atau ijin (IW) di sekitar pabrik, namun warga merasa adanya keganjilan, seperti pembohongan. Warga dijanjikan oleh Pemdes setempat, akan ada musyawarah lanjutan yang akan dibahas antara pihak perusahaan dan warga, yang dipasilitasi oleh Pemerintahan desa setempat.

Diantaranya, akan ada pertemuan lagi antara masyarakat disekitar dengan pihak perusahan atau pabrik. Namun pertemuan itu tidak terelisasi hingga kini, sebut warga setempat yang ditemui media ini.

Warga yang resah dari dampak lingkungan, kemudian melaporkan kejadian itu kepihak Pemerintahan desa, bahkan ditingkat kecamatan serta kepihak Dinas Lingkungan Hidup Langkat.

Disebut-sebut oleh warga, mereka juga akan melaporkan kasus ini ke DPRD Langkat, dan meminta agar dilakukan RDP (Rapat Dengar Pendapat).(Reza)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button