Anggota Komisi IX DPR RI Dorong Realisasi Program PBI Jamsostek
BeritaNasional.ID, JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyatakan akan mendorong kolaborasi Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum, dan BPJS Ketenagakerjaan untuk segera merealisasikan program Penerima Bantuan Iuran (PBI) untuk Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek).
“Jaminan sosial harus berkesinambungan dan pemerintah baru harus segera mengambil langkah konkret agar pekerja miskin tidak tertinggal dalam perlindungan sosial,” kata Edy saat dihubungi di Jakarta.
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa pemerintah sudah seharusnya segera menerapkan skema PBI untuk Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) bagi pekerja di sektor informal dan kelompok miskin sebab kecelakaan kerja mengintai mereka.
“Namun, BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa menjamin karena bukan pesertanya,” ucap legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah III itu.
Edy menyadari bahwa terdapat tantangan dalam implementasi PBI untuk Jamsostek, terutama untuk program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKm). Dia menilai belum ada kemauan politik dari pemerintah untuk menyelenggarakan program itu, meskipun data pekerja miskin telah tersedia di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Ia menyarankan pemerintah agar segera mencari solusi atas masalah tersebut.
“Dengan biaya iuran Rp16.800 per orang untuk dua program ini, alokasi anggaran untuk 20 juta pekerja miskin dan tidak mampu sekitar Rp4 triliun. Namun, kita dapat memulai dengan mendaftarkan 5 juta pekerja terlebih dahulu, yang hanya membutuhkan alokasi sekitar Rp1 triliun per tahun,” kata Edy.
Ia mengingatkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial. Jaminan sosial, kata dia, merupakan jaring pengaman perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, menurut Edy, penting bagi pemerintah untuk segera mendaftarkan pekerja miskin ke dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Ia menjelaskan Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 telah menegaskan mengenai hak setiap individu atas jaminan sosial. Kemudian, ada pula Pasal 14 dan 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 yang menggarisbawahi mengenai kewajiban pemerintah untuk mendaftarkan penerima bantuan iuran, terutama bagi fakir miskin dan orang tidak mampu.
Saat ini, kata Edy, masih banyak pekerja miskin yang mengalami kecelakaan kerja tanpa jaminan sosial. Dengan mendaftarkan mereka ke BPJS Ketenagakerjaan, Edy menilai mereka tidak kelimpungan ketika mengalami kecelakaan kerja.
“Mereka dapat biaya perawatan yang akan ditanggung BPJS Ketenagakerjaan dan jika meninggal, ahli waris akan mendapatkan manfaat,” kata Edy.
Sementara Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Gorontalo, Widhi Astri Aprillia Nia, turut menyambut baik dorongan untuk segera merealisasikan program Penerima Bantuan Iuran (PBI) bagi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Menurut Widhi, program PBI akan memberikan perlindungan yang sangat dibutuhkan oleh para pekerja miskin, terutama di sektor informal yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi.
“Dengan adanya skema ini, kami berharap semakin banyak pekerja di Gorontalo yang terlindungi, tanpa terkendala oleh keterbatasan finansial untuk membayar iuran secara mandiri. Kami siap untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam mendukung pelaksanaan program ini agar manfaat jaminan sosial dapat dirasakan oleh seluruh pekerja, khususnya mereka yang berada dalam kelompok rentan,” ujar Widhi Astri Aprillia Nia.
(Rls/Noka)