Metro

Asosiasi Antropologi Indonesia Sukses Gelar Kongres 2021

BeritaNasional.ID, Jakarta– Kongres Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) dilangsungkan secara daring dengan memanfaatkan aplikasi Zoom Meeting, Sabtu 10-11 April 2021. Pelaksanaan kongres tersebut mengusung tema “Memajukan Kebudayaan untuk Indonesia Tangguh”. Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid dalam sambutannya  mengatakan pelaksanaan kongres ini sangat timely karena berada pada situasi yang luar biasa (pandemi Covid-19) dan memerlukan perhatian khusus bagi kita semua. Kata dia, pandemi Covid-19 mengingatkan bahwa manusia dengan segala kehebatan dan keunggulan yang diciptakannya ternyata disposable.

“Ini adalah peringatan dan kritik terhadap pandangan antroposentrik yang melahirkan apa yang sekarang kita sebut anthropocene. Ini adalah suatu masa di mana manusia begitu besar pengaruhnya terhadap lingkungan dan oleh karena itu sangat perlu menata kembali hubungan kita, tak hanya antar manusia tetapi juga dengan alam,”ujarnya

Lanjut, Hilmar Farid mengatakan ilmu Antropologi, merupakan sentral untuk mengulas kembali konsep-konsep dasar yang menjadi landasan hidup. Menurutnya, peran antropolog bukan hanya sekedar sebagai penasehat, tetapi harus menjadi penjuru yang memberikan arah. Untuk itu yang diperlukan saat ini adalah Critical Engagement (suatu keterlibatan yang basisnya adalah kritik).

Hilmar Farid menambahkan bahwa banyak dari kalangan antropolog yang mendalami kritik Antropologi terhadap pembangunan sejak era 80-an yang abai terhadap kehidupan budaya, sehingga melahirkan penyeragaman, dan banyak sekali problem-problem yang muncul, karena tidak adanya pemahaman tentang kekhususan budaya masyarakat ketika melihat program-program pembangunan. Sekarang ini sudah saatnya advanced di dalam banyak hal, memahami banyak sekali konsep, harusnya memiliki sebuah fokus yang sangat penting, yaitu terkait dengan lingkungan hidup.

“Sudah banyak dalam pengamatan saya dan mungkin AAI juga sudah punya database Kalangan muda sekarang ini yang sangat aktif menjadikan antropologi juga sebagai kritik sosial, atau kritik kultural. Ini yang kritik yang biasanya tidak enak (mungkin) dibaca, karena menggugat nilai yang mapan. Dan mungkin juga unacceptable dalam beberapa hal, tapi perlu,” jelas Hilmar Farid

Hilmar Farid berharap AAI juga bisa berkontribusi untuk membantu synthesizing, mensintesa berbagai macam temuan yang ada selama ini dan dari sana kemudian melahirkan agenda-agenda kebudayaan yang baru.

“AAI sebagai wadah dari para Antropolog terus menyinari jalan panjang Indonesia untuk memajukan kebudayaan,” tutupnya.

Kongres Asosiasi Antropologi Indonesia Sabtu, 10-11 April 2021

Sementara itu, Dian Rosdiana selaku Sekjen AAI menyampaikan periode pengurusan tahun 2016-2021 ini, mengalami pelbagai macam kendala, namun dengan segala upaya dan waktu yang dicurahkan permasalahan dapat teratasi secara perlahan dengan membangun sistem kepemimpinan kolektif kolegial, untuk melibatkan seluruh pengurus dalam menguatkan keputusan atau kebijakan melalui mekanisme musyawarah yang sangat kental dengan prinsip-prinsip kekerabatan dan kebersamaan untuk membangun organisasi.

“Saat ini, kepengurusan daerah mengalami peningkatan jumlah yang cukup signifikan, dengan adanya 18 pengda. Pengurus daerah merupakan salah satu centerpiece dari kerja kami dan menjadi garda terdepan bagi pemajuan profesi antropologi di daerah. Pada kepengurusan daerah ini sudah banyak dilaksanakan beragam kegiatan advokasi pemberdayaan peningkatan wawasan yang telah memberikan dampak secara langsung bagi profesi antropologi dan masyrakat di wilayah masing-masing. Ada juga kerjasama dengan mitra nasional dan daerah, mengalami peningkatan yang cukup baik,”ungkapnya

Kata Dian, beberapa contoh di tingkat nasional misalnya pertemuan dengan Presiden Republik Indonesia untuk mendorong kebhinekaan yang merupakan kerjasama dengan komunitas AUI atau Antropologi Untuk Indonesia. Menjalin kerjasama dengan 4 organisasi profesi IAAI (Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia), IAI (Ikatan Arsitektur Indonesia), dan MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) untuk mendorong pelestarian cagar budaya yang berkelanjutan.

“Lalu, dalam program pemajuan kebudayaan,  dengan BNPB untuk pengendalian Covid-19 dan masih banyak lagi yang lainnya. Namun, sebagai capaian tersebut, juga menjadi sebuah tantangan yang dihadapi oleh antropologi sebenarnya, di masa yang akan datang”jelasnya

Lebih lanjut, Dian Rosdiana menyampaikan beberapa catatan dalam pelaksanaan kongres kali ini, pertama tantangan dalam meningkatkan kepedulian antropolog terhadap organisasi AAI, dan di saat bersamaan juga bagaimana organisasi bisa memberikan manfaat bagi para antropolog yang telah menjadi anggota.

“Kita tau jumlah antropolog di Indonesia sangat besar, namun hanya sebagian kecil yang mengetahui keberadaan AAI dan bersedia bergabung bersama AAI,”ungkapnya

Kedua adalah menyiapkan AAI untuk menjadi organisasi yang mempunyai posisi tawar yang lebih baik di hadapan publik, akademisi, swasta dan masyarakat sebagai organisasi yang mengedepankan rasa kemanusiaan dan keragaman sosial-budaya, atau dengan kata lain bagaimana menjadikan AAI sebagai organisasi yang bisa membuat masyarakat Indonesia menjadi lebih tangguh di masa yang akan datang sesuai dengan tema kongres kali ini. Dian Rosdiana berharap kepada seluruh peserta kongres semoga dapat menyelesaikan proses dengan lancer dan sukses, dapat memberikan gagasan inovatif berupa peta jalan organisasi untuk 5 tahun mendatang, bisa meningkatkan aliansi strategis dengan lebih banyak pihak, melakukan refeleksi dan memperbaiki organisasi agar para antropolog Indonesia menjadi lebih professional, bekompeten, berdedikasi dan dapat berperan, baik pada tingkat nasional maupun internasional.

“Diharapkan ketua dan pengurus baru nantinya dapat melanjutkan hasil kerja yang sudah dicapai dengan jauh lebih baik sesuai dengan harapan dan kebutuhan anggota,”harap Dian Rosdiana selaku Sekjen AAI

Kongres berlangsung sukses dengan terpilihnya Kandidat tunggal, Soraya A. Afiff, Ph.D sebagai Ketua umum AAI periode 2021-2026 dan Dr. Selly Riawanti, MA sebagai ketua Dewan Pertimbangan Etik. Dengan selesainya pelaksanaan kongres tersebut, semoga AAI semakin berjaya setelah terpilihnya ketua umum AAI & Ketua Dewan Perimbangan Etik yang baru dapat melanjutkan pengurusan sebelumnya dan serta meningkatkan peran sertanya dalam pengembangan dalam mengembangkan organisasi. Terdaapt beberapa agenda program yang akan dijalankan oleh ketua umum yang terpilih, diantaranya konsolidasi organisasi, Pengembangan program sub-field berbasis isu, mengadakan konferensi, menyelenggarakan job fair, mengembangkan masterclass, peningkatan publikasi ilmiah harus kerja-kerja profesi antropolog. Sementara ketua dewan pertimbangan Etik akan menyempurnakan pedoman etika.

Sekedar diketahui pelaksanaan kongres ini dihadiri oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Afrika Selatan, Perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dari Ethopia, perwakilan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), perwakilan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), dan perwakilan dari Akademi Kuliner Indonesia (AKI), serta diikuti oleh ratusan Antropolog yang tersebar di seluruh Indonesia, baik akademisi, peneliti, konsultan, praktisi, dan pemerhati budaya. (*)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button