AcehOpini

Childfree dalam Perspektif Islam

Oleh: Muhammad Syarif (Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh)

Aceh, BeritaNasional.ID – Akhir-akhir ini childfree kembali menjadi sebuah isu yang hangat diperbincangkan dikalangan masyarakat Indonesia khususnya pasangan muda saat ini, setelah diungkapkan secara terbuka oleh salah seorang influencer tentang pilihannya untuk tidak memiliki anak. Childfree merupakan sebuah kesepakatan yang dilakukan oleh pasangan suami isteri untuk tidak memiliki anak selama masa pernikahannya.

Padahal selama ini dalam kontruksi budaya masyarakat Indonesia, anak dianggap sebagai satu anugrah yang berfungsi sebagai perekat keharmonisan sebuah keluarga sehingga kehadirannya senantiasa dinanti-nantikan oleh pasangan yang sudah menikah bahkan keluarga besarnya.

Dalam sebuah hubungan pernikahan, sepasang kekasih (suami istri) perlu memikirkan untuk masa depannya, termasuk dalam hal memiliki keturunan. Sebab kehadiran anak dipandang sebagai tujuan dalam pernikahan, anak menjadi harapan masa depan guna meneruskan keinginan orang tuanya. Selain itu, kehadiran anak juga dapat memberikan suasana baru dalam pernikahannya. Hal ini dikarenakan, hadirnya anak dalam kehidupan pernikahan menjadikan seseorang mempunyai rasa tanggung jawab baru untuk sang anak.

Istilah childfree ini mulai berkembang pada abad akhir 20 Masehi, bahkan sudah banyak orang yang melakukan tren ini terutama di negara-negara Barat. Para pasangan yang memutuskan childfree biasanya menganggap bahwa memiliki anak atau tidak adalah hak pribadi dan hak asasi manusia yang tidak bisa dipaksakan oleh siapapun. Alasan yang paling sering disampaikan oleh mereka yang memutuskan untuk menjadi childfree adalah untuk menekan overpopulasi. Selain itu, ada juga argumentasi yang menyebutkan bahwa trend childfree ini hadir seiring dengan kampanye politic of body atau politik tubuh yang beranggapan bahwa tubuh perempuan adalah miliknya sehingga tidak ada satupun orang yang berhak memaksakan sesuatu atasnya termasuk mengandung dan memiliki anak.
Secara umum, alasan yang melatarbelakangi komunitas yang mengaku diri sebagai childfree commonity, di antaranya karena kekhawatiran genetik, faktor finansial, mental yang tidak siap menjadi seorang ibu, bahkan alasan lingkungan.

Gerakan feminisme merupakan salah satu paham yang telah dikenal dari luar, yang menganggap perempuan bukan objek untuk menghasilkan banyak anak. Anggapan banyak anak banyak rezeki tidak selaras dengan kesehatan reproduksi dari seluruh wanita, karena tidak semua wanita memiliki rahim yang kuat untuk melahirkan seorang anak.

Hubungan childfree dengan gerakan feminisme adalah tentang memberikan kebebasan pada wanita untuk memilih apakah dirinya mau untuk memiliki anak atau tidak. Sehingga hal tersebut dapat disepakati oleh pasangan suami-istri yang mendukung prinsip childfree.

Ada kondisi tertentu yang menyebabkan pasangan menikah tidak juga memiliki anak meskipun tidak dalam kondisi menunda atau mencegah kehamilan, yang dikenal dengan involuntary childless. Kondisi involuntary childless berbeda dengan voluntary childless yang memang secara sadar dan sengaja tidak ingin memiliki anak.

Sebagian masyarakat yang memutuskan untuk tidak memiliki anak, menyebutnya dengan istilah childfree. Namun, pernyataan tersebut menimbulkan prokontra. Karena, mereka yang memutuskan untuk childfree ada pada usia subur.

Tinjauan Islam

Fenomena childfree ini tentunya menarik untuk dikaji lebih dalam dengan pendekatan normative hokum Islam, karena sebagaimana yang lumrah diketahui bahwa dalam Islam, anak dipandang sebagai anugerah bahkan tidak sedikit ulama yang menyebutkan bahwa memiliki anak adalah tujuan dari sebuah pernikahan dalam Islam.

Sebagaimana diketahui bahwa ajaran agama Islam menganjurkan penganutnya untuk melangsungkan pernikahan, di mana tujuan pernikahan tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia, sebab sudut pandang manapun memiliki keturunan itu merupakan sebuah fitrah dalam berumah tangga. Jadi tujuan pernikahan adalah kemaslahatan dan kebaikan bagi kedua pasangan, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.

Islam dengan bersumberkan al-Quran dan Hadits memberikan perhatian terhadap hal ini. Banyak ditemukan ayat-ayat al-Quran bahkan Hadits Rasulullah Saw yang memberikan arahan untuk menghadirkan tujuan dalam berumah tangga yaitu melahirkan keturunan-keturunan yang terbaik.
Al-Quran surat an-Nahl ayat 72 Allah Swt berfirman, yang artinya “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada bathil dan mengingkari nikmat Allah?”.

Dengan berdasarkan ayat tersebut, tentunya childfree sangat bertentangan dengan salah satu tujuan dari pernikahan, yaitu untuk meneruskan keturunan yang akan mencetak generasi yang beriman serta berakhlak mulia yang juga merupakan fitrah sebagai makhluk hidup dalam menginginkan adanya keturunan.

Pentingnya memiliki keturunan dalam pernikahan pun telah tergambar dari sabda Nabi Saw tentang anjuran menikah dengan wanita yang subur dan hadits tentang anak shaleh adalah investasi yang tidak terputus meski orang tuanya meninggal.

Imam al-Ghazali memaparkan bahwa upaya untuk memiliki keturunan (menikah) menjadi sebuah ibadah dari empat sisi. Keempat sisi tersebut menjadi alasan pokok dianjurkannya menikah ketika seseorang aman dari gangguan syahwat sehingga tidak ada seseorang yang senang bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak menikah. Pertama, mencari ridha Allah dengan menghasilkan keturunan. Kedua, mencari cinta Nabi Saw dengan memperbanyak populasi manusia yang dibanggakan. Ketiga, berharap berkah dari doa anak shaleh setelah dirinya meninggal. Keempat, mengharap syafaat sebab meninggalnya anak kecil yang mendahuluinya.

Dalam tinjauan fiqh, bila childfree yang dimaksud adalah menolak wujudnya anak sebelum potensial wujud, yaitu sebelum sperma berada di rahim wanita, maka hukumnya adalah boleh. Namun, jika childfree dilakukan dengan maksud menunda atau mengurangi kehamilan maka hal tersebut adalah makruh.

Jika childfree dilakukan dengan cara mematikan fungsi reproduksi secara mutlak, maka hal tersebut tidak diperbolahkan. Seperti halnya melakukan vasektomi (pemotongan vas deferens atau pipa tempat menyalurkan sperma dari testis menuju uretra sehingga seorang pria tidak dapat menghamili wanita) dan tubektomi (penutupan pada tuba falopi yang terdapat di dalam tubuh wanita sehingga sperma yang masuk tidak dapat membuahi sel telur). Hal ini tentunya bertentangan dengan tujuan dari perkawinan yakni untuk mendapatkan keturunan.

Lebih lanjut, perlu dipahami bahwa pernikahan bukan hanya sebuah ikatan formal tetapi juga sebuah ikatan lahir batin dan sangat sakral yang memiliki nilai religius yang implikasi serta konsekuensinya bernilai ibadah. Jika memutuskan pilihan childfree walaupun itu adalah sebuah hak, namun harus dilandasi oleh norma-norma keagamaan.

Dengan demikian, memiliki keturunan merupakan sebuah anjuran dalam Islam. Kendati demikian, hal yang penting untuk diperhatikan bahwa dalam Islam anak dipandang sebagai anugerah yang harus disyukuri karena anak adalah pemberian Tuhan. Kehadirannya sebagai salah satu tujuan dari pernikahan adalah bentuk kasih sayang Allah pada umat manusia karena dengan hadirnya seorang anak dalam pernikahan bisa menambahkan keharmonisan keluarga.

Jadi, pertimbangan dari berbagai aspek atau sudut pandang terkait kuatnya anjuran, keutamaan, serta urgensitas keberadaan anak shaleh dari suatu pernikahan, serta pertimbangan yang tidak prinsipil untuk tidak memiliki keturunan, maka alasan memilih nikah tanpa memiliki keturunan atau childfree hendaknya tidak dilakukan. Sebab hal tersebut tidak sesuai dengan anjuran agama, serta menyalahi makna filosofis dari pernikahan. (Syarif)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button