Sumatera

Direktur KPK Kena Pungli Oknum Lurah di Medan saat Urus Surat Kematian Ibunya

BeritaNasional.ID, Medan – Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Amir Arief mengaku pernah mengalami pungutan liar (pungli) saat urus surat kematian sang ibu.

Ia mengaku saat mengurus surat menjadi korban pungutan liar (pungli) Rp. 20 ribu yang dilakukan oleh oknum Lurah di Kota Medan, Sumatera Utara pada 2021 lalu.

Pengalaman itu menjadi ironi, sebab pejabat KPK yang menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, malah menjadi korban pungli.

Dilansir dari kanal YouTube Kemensetneg, dalam kegiatan Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang di Kemensetneg, Senin (27/3/2023).

Dalam kesempatan itu, Amir menceritakan pengalaman itu ia alami pada 2021 lalu, ketika mengurus surat kematian ibunya

“Tahun lalu, saya pulang kampung ke Medan, 1,5 tahun yang lalu. Tahun 2021 ibu saya meninggal di Medan, pulangkampung lah saya,” katanya.

“Hari ketiga setelah pemakaman, saya mau urus surat keterangan kematian ke lurah, Lurah Kota Medan,” ujar Amir mengawali cerita seperti dikutip pada akun YouTube Kemensetneg.

Ia ditemani oleh adiknya dan mereka tiba di kantor lurah tersebut sekitar pukul 11.00 WIB. Menurut Amir ketika itu suasana kantor lurah sedang sepi.

Sesampainya di kantor kelurahan, Amir menjelaskan keperluannya pada seorang pegawai perempuan.

Pegawai itu lalu meminta Amir mengunggu, karena lurah yang menjabat di sana tidak ada di tempat. Amir mengaku menunggu hingga empat jam.

“Saya tunggulah jam 12.00 WIB, enggak datang, jam 13.00 WIB saya makan di warung dulu, dia enggak datang juga. Baru datang lurah jam 15.00 WIB,” ucap Amir.

Setelah pejabat lurah tersebut tiba di kantornya, Amir diminta untuk menemui langsung lurah tersebut oleh pegawai perempuan itu.

Menurut dia, jika ingin mengurus surat kematian, tanda tangan yang dibubuhkan harus langsung dari pejabat lurah, tidak boleh diwakilkan.

“Tukang ketik ngomong ke saya, ‘Kalau ngurus surat kayak gini, minta tanda tangan jangan kami, yang ngurus Abang sendiri yang masuk ke ruangan lurah’,” kata Amir menirukan ucapan pegawai di kelurahan itu.

Selanjutnya, Amir lalu meminta adiknya untuk bertemu dengan pejabat lurah tersebut. Menurut Amir, proses tanda tangan surat kematian tersebut berlangsung cepat.

“Cepat saja tuh tanda tangan, lima menit jadi tandatangan. Adik saya lalu beranjak dari kursi, baru setengah beranjak bu lurah langsung teriak ‘Bang kok gitu saja, Bang?’,” kata Amir.

Saat itu Amir mengaku mengetahui maksud lurah tersebut. Amir langsung menduga kalau lurah tersebut ingin meminta yang pada adiknya. Ia langsung bertanya pada pegawai perempuan yang sebelumnya ia jumpai.

Dugaan Amir tidak meleset. Pegawai itu menyebut kalau memang ada sejumlah nominal uang yang biasa diberikan ketika mengurus surat-surat.

“Rp20.000 (diminta) dari warganya yang sedang berduka, surat kematian bayar Rp 20.000 tahun 2021. 76 tahun Indonesia merdeka, kita masih ngalami seperti itu,” ungkapnya. (Kiel)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button