Daerah

Ferdinand: Sinyal Harga BBM Naik Rakyat Makin Tertekan,Pemerintah Sebaiknya Beri Subsidi

BeritaNasional.ID Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal pemerintah akan menaikkan harga BBM dan elpiji 3 Kg pada 2019. Hal tersebut dengan mempertimbangkan kenaikan harga berbagai komoditas terutama harga minyak mentah dunia.

Menanggapi hal ini, pengamat energi Ferdinand Hutahaean mengatakan, jika harga dinaikkan tentu rakyat yang akan merasakan dampaknya. “Kasihan rakyat. Ada baiknya, pemerintah memberi subsidi agar rakyat tidak semakin tertekan ekonominya jika harga BBM dan Gas naik. Atau solusi lainnya, boleh dinaikkan tapi rakyat yang terdampak harus diberikan bantuan,” paparnya kepada wartawan, Senin (4/6/2018).

Menurutnya, jika bicara realistis sesuai kondisi harga minyak dunia maka kenaikan harga BBM pada 2019 mendatang justru sudah terlambat dilakukan oleh pemerintah. Selama ini

pemerintah sudah mencoba bertahan dengan tidak menaikkan harga BBM demi kepentingan politik. Alhasil, Pertamina menahan pasokan premium ke pasar supaya kerugian tidak terus menggunung.

“Intinya demi kepentingan citra populis, pemerintah menjadikan publik dan Pertamina sebagai korban. Mestinya harga BBM sudah harus naik sejak awal tahun,” kata Ferdinand.

Jadi dengan demikian, sambung Ferdinand, rencana kenaikan harga pada 2019 nanti adalah kebijakan yang benar, meski terlambat. Karena menaikkan harga BBM tersebut benar untuk bisnis Pertamina dan baik untuk keuangan pemerintah. Namun demikian, kebijakan tersebut tentu tidak baik dan benar untuk rakyat. Karena saat ini ekonomi rakyat sedang tertekan daya belinya.

Sementara itu pengamat enerji dari Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, sangat terlambat penyesuaian harga BBM seperti yang diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bahwa harga BBM dan elpiji 3 kg akan naik pads tahun 2019. Karena kenaikan harga BBM dan elpiji harusnya dilakukan sejak 2018 karena harga minyak dunia sudah diatas USD 70/barel dan kurs dolar juga sudah diatas Rp14 ribu.

“Jangan karena terkait pencitraan Presiden Jokowi seolah-olah pro rakyat tetapi Pertamina jadi korbannya karena tidak bisa membangun infrastrukturnya,” kata Yusri Usman kepada Harian Terbit, Minggu (3/6/2018).

Yusri menuturkan, dengan adanya kenaikan harga BBM dan elpiji tersebut maka konsewensinya pemerintahan Jokowi harus mensubsidi dalam APBN. Karena fakta saat ini Pertamina menanggung kerugian yang nilainya sama juga dengan subsidi terselubung. Oleh karena itu janji Jokowi yang tidak akan menaikan harga BBM dan elpiji hanya sekedar janji manis yang tidak akan terealiaasi.

“Karena tak mungkin janji itu terpenuhi karena kita posisinya ” net importir ” yakni sangat tergantung harga minyak dunia dan kurs dolar Amerika. Sehingga menjadi pelajaran bagi semua agar pemimpin jangan janji yang tidak masuk akal,” tegasnya.

Yusri menjelaskan, dampak dari kenaikan harga BBM sangat jelas akan membuat rakyat semakin susah. Apalagi bagi rakyat yang penghasilannya yang tidak bertambah. Kenaikan harga BBM tersebut tentu akan berdampak dengan naiknya harga harga kebutuhan pokok. Belum lagi terhadap golongan rakyat yang tidak punya pekerjaan dan penghasilan tetap. Namun kenaikan harga BBM adalah suatu keharusan agar tidak ada lagi subsidi terselubung yang dilakukan oleh PT Pertamina.

“Kenaikan harga BBM ini tentu akan dibaca publik sebagai kebijakan tidak pro rakyat. Itu konsewensi logis akibat dalam politik anggaran tidak mau membebani dalam bentuk subsidi. Tapi faktanya yang terjadi adalah subsidi terselubung dilakukan oleh PT Pertamina. Ini kebijakan tidak sehat dalam rangka menjaga ketahanan energi nasional,” paparnya. (dki1/bn.id)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button