Sumatera

Konflik Lahan Kembali Terjadi di Jambi

 

BeritaNasional.ID, Jambi – Puluhan massa dari pengusaha tambang batu bara menyerang warga dengan kayu, botol dan batu, hingga mengalami luka luka. Gara – gara Jalan desa/dusun Baru Jalo, Kecamatan Muko – Muko, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi dipasang portal besi.

Menurut warga setempat, pemasangan portal jalan Pada hari Kamis lalu (1/4/2021), sekira pukul 14.00 WIB itu bertujuan untuk menjaga ketahanan jalan, dari banyaknya kendaraan mobil yang berlalu lalang, mengangkut batu bara dan buah sawit, melebihi tonase.

Rupanya, pemasangan portal besi yang telah disepakati oleh Tokoh masyarakat dari lima desa di Kecamatan Muko – Muko itu membuat tidak nyaman, bagi pihak pengusaha tambang batu bara dan pengangkutan buah kelapa sawit yang melintasi di jalan tersebut.

Tanpa disangka – sangka, sekitar pukul 17.00 WIB, datanglah sebuah mobil turck tronton dengan cat berwarna putih, dengan merek PT KBPC, membawa puluhan pemuda, langsung menabrak portal jalan itu, hingga terjatu ke tanah, dan puluhan pemuda yang berada diatas mobil itu langsung turun dan menyerang warga dengan “membabi buta.”

Menurut salah satu dari puluhan pemuda yang ikut dalam aksi penyerangan itu mengatakan bahwa, jalan itu dibuat oleh PT KBPC, untuk kelancaran pengangkutan batu bara, dan dari pihak PT SKU juga mengaku, bahwa pihaknya sudah menyetorkan uang, kepada PT KBPC sebesar Rp 1,4 miliar, fee itu dibayar untuk penggunaan jalan mereka membawa buah kelapa sawit, setiap tahunnya.

Akibat bentrok fisik itu, diantara warga setempat yang mendapat serangan dari pihak perusahaan itu mengalami luka- luka, sejumlah sepeda motor dan mobil sedan wartawan Inews TV ketika berada ditempat itu juga mengalami kerusakan. Untunglah anggota kepolisian dan TNI pada waktu itu cepat datang, sehingga bentrok fisik berhasil dihalau.

Terkait dengan adanya pengakuan pihak PT SKU yang telah mberkan fee uang sebesar Rp 1,4 milir kepada PT KBPC, Komisi III, DPRD Kabupaten Bungo yang diketuai oleh Dharwandi, memanggil Manager PT SKU Anggara, didampingi Humasnya, M. Akbar. Dalam pertemuannya dengan Komisi III, di ruang utama kantor DPRD Kabupaten Bungo, Anggara mengakui dan membenarkan, telah menyerahan fee jalan tersebut kepada PT KBPC, melalui managemen pusat, bukan dilakukan oleh managemen daerah.

Menurut Manager PT SKU untuk Provinsi Jambi, Anggara, kepada Komisi III, DPRD Kabupaten Bungo, Uang sebesar Rp 1,4 miliar itu diberikan kepada pihak PT KBPC, atas penggunaan jalan yang dipakai PT SKU, untuk mengangkut buah kelapa sawit. Menurut pengakuan pihak PT KBPC, jalan itu dibuat oleh PT KBPC.

Terkait dengan pengakuan dari pihak PT SKU itu, Komisi III, DPRD Kabupaten Bungo, berulangkali memanggil pihak PT KBPC, guna mengklarisifikasi kebenaran, atas pemberian uang sebesar Rp 1,4 miliar dari pihak PT SKU. Namun, menurut Komisi III, DPRD Kabupaten Bungo, pihak PT KBPC belum juga memenuhi panggilannya.

Terkait dengan pengakuan pihak PT KBPC yang pembangunan jalan menuju perkebunan kelapa sawit PT SKU, sepanjang 31 Km, dibantah oleh Djendri Djusman, Pimpinan PT. Suryamas Abadi, mengklaim. Bahwa dirinya yang pembangunan jalan menuju perkebunan kelapa sawit PT SKU itu , tapi bukan PT KBPC.

Hal itu diungkapkan Djendri Djusman, pada pertemuan rapat yang digelar oleh Komisi III DPRD Bungo yang dipimpin oleh Jumiwan Aguza. Dokumen bukti dan fakta atas kebenaran pihaknya PT. Suryamas Abadi yang membangun jalan yang diakui pihak PT KBPC itu diserhkan copynya kepada Komisi III DPRD Bungo.

Selain copy berkas itu diberikan kepada Komisi III DPRD Bungo, pihak lainnya yang turut hadir pada rapat tersebut, seperti dari utusan Asisten I, II, BPN, BPPRD, Kepolisisian, juga menerima copy berkas pembuktian bahwa PT. Suryamas Abadi yang membangun jalan menuju perkebunan kelapa sawit PT SKU dan jalan menuju tambang batu bara PT.KBPC, ketika itu.

Sehubungan hal itu, anggota Komisi III DPRD Bungo, Marhoni Suganda juga mempertanyakan, “ Kenapa pemberian royalty penggunaan jalan sebesar Rp 1,4 miliar per tahun itu diberikan oleh PT SKU kepada pengusaha tambang batu bara PT KBPC,” analisanya. Untuk itu Marhoni juga berjanji, akan mengusut tuntas kasus tersebut.

Alasan Marhoni Suganda dari politisi Nasdem, akibat dari perbuatan itu, Pemda Bungo dirugikan. “Kenapa PT SKU setor fee penggunaan jalan kepada PT KBPC ..? Bearti Pemda Bungo ini tidak di anggap sama PT SKU,” kata Marhoni, seraya menambahkan. “Ini waktunya Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo dan DPRD Bungo berkolaborasi, untuk memperjuangkan hak daerah. Jangan mau disetir oleh perusahaan,” harapnya.

Sementara itu. Bupati Kabupaten Tebo, Sukandar berharap, agar Izinan Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk Perkebunan Sawit dan Tambang Batubara dikembalikan ke Pemerintah Kabupaten /Kota, jangan lagi ditangani oleh Pemerintah pusat.

Menurut Sukandar, hal itu dianggap penting, untuk menanggulangi kemelut/ konflik lahan tanah, yang banyak terjadi menimpa masyarakat desa. Karena, Pemerintah daerah lebih mengetahui keadaan situasi daerahnya, ketimbang Pemerintah pusat yang hanya melihat dari “Peta.” Sehingga sering kali terjadi izin yang diberikan kepada pengusaha, tidak singkron dengan fakta yang ada di lapangan.

Dicontohkan pada pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di Kabupaten Tebo, Jambi. yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, pada tanggal 11 Januari 2021, untuk tambang batu bara PT BEP, seluas 3.587 hektare. Namun, setelah diteliti oleh Pemerintah Kabupaten Tebo, ternyata di wilayah Desa Pelayang, Kecamatan Tebo Tengah, dan Desa Muara Kilis, Kacamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, terdapat kawasan habitat harimau, lintasan gajah, sungai dan termasuk permukiman suku Anak Dalam.

Dari hasil study Kelayakan Lingkungan Hidup (KLH) Rencana Kegiatan Pertambangan (RKP) Pemda Kabupaten Tebo, melalui surat Bupati Tebo nomor 652, akhirnya luas lahan IPPKH untuk tambang Batubara PT. BEP yang bisa digunakan hanya seluas 1.833 Ha. Kalaupun dilanggar, tetap bertahan dengan IPPKH dari pusat, dengan luas lahan 3.587, tentunya pihak perusahaan akan berhadapn dengan resikonya.
Seperti yang terjadi di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, pada hari Kamis (1/4/2021).

Kepala Suku Anak Dalam, Temenggung Apung sempat mengungkapkan kata “Kami itu tahan bertaruh betetakan leher (potong leher), kalau tempat kami dijadikan tambang batu bara. Walaupun nanti diganti rugi 400 juta per hektare, tetap kami tolak,” kata, Temenggung Apung.

Hal itu dipertahankan oleh Suku Anak Dalam/ Anak Rimba, karena dilokasi itu merupqakan tempat permukiman mereka (suku Anak dalam) akan dieksploitasi oleh perusahaan tambang batu bara PT BEP. Selain luas areal lahan untuk tambang batu bara 1.883 Ha, kalau pihak PT BEP memaksakan diri sesuai dengan IPPKH-nya seluas 3.587 Ha, tentunya para pekerja akan berhadapan dengan hewan buas, seperti Harimau dan Gajah.(Djohan Chaniago).

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button