LLDikti XV Tegaskan Sinergi Perguruan Tinggi NTT untuk Wujudkan Indonesia Emas 2045

BeritaNasional.ID, KUPANG — Suasana penuh semangat mewarnai Rapat Kerja Pimpinan Perguruan Tinggi Kementerian/Lembaga se-Nusa Tenggara Timur yang digelar di Aston Hotel Kupang, Selasa (30/9/2025).
Dengan mengusung tema “Sinergi Membangun SDM Unggul yang Bersatu, Berdaulat, menuju Indonesia Emas 2045”, kegiatan ini menjadi momentum penting menyatukan komitmen perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk membangun sumber daya manusia unggul di bumi Flobamora.
Acara diawali dengan penampilan tarian rumpu rampe khas NTT, menandai kekayaan budaya lokal yang menyatu dalam semangat pembangunan.
Para tamu undangan, mulai dari pimpinan perguruan tinggi, tokoh agama, pejabat daerah, hingga sponsor kegiatan, disambut hangat dalam suasana penuh kekeluargaan.
Kegiatan ini resmi dibuka oleh Prof. Fauzan., Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) yang hadir mewakili Mendiktisaintek.
Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa perguruan tinggi tidak boleh hanya berhenti pada pengelolaan pendidikan di “kandang sendiri”, tetapi harus hadir nyata memberikan dampak langsung kepada masyarakat.
“Kita baru saja menyaksikan penandatanganan kesepakatan bersama. Ini gaya baru: kerja dulu baru sepakat. Komitmen ini bukan sekadar tanda tangan, melainkan wujud nyata bagaimana perguruan tinggi hadir sebagai problem solver, bukan bagian dari masalah,” ujarnya.
Menurut Prof. Fauzan, konsep “Pendidikan Tinggi Berdampak” bukan hal baru, melainkan refleksi dari nilai luhur Pancasila dan ajaran agama yang menekankan kebermanfaatan.
Perguruan tinggi, katanya, harus menjadi motor penggerak gerakan sosial, ekonomi, dan kebudayaan yang memberi manfaat luas bagi masyarakat.
“Kebermanfaatan perguruan tinggi di suatu
daerah diukur dari seberapa besar kontribusinya terhadap persoalan nyata di masyarakat. Kampus tidak boleh hanya menghasilkan lulusan unggul, tetapi juga menjadi jawaban atas problem kemiskinan, pengangguran, dan persoalan sosial lainnya,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Prof. Fauzan juga menyoroti pentingnya riset berbasis konsorsium yang melibatkan perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan dunia usaha.
Ia menyebut, skema kolaboratif ini menjadi jalan baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang aplikatif sekaligus berdampak langsung pada masyarakat.
“Program ini sebenarnya tidak hanya berlaku di NTT, tetapi juga bisa menjadi model nasional. Kalau kita ingin maju, kuncinya adalah bergerak bersama. NTT memiliki potensi besar, tinggal bagaimana kita mengonsolidasikan langkah dan pikiran untuk mengubahnya menjadi kekuatan nyata,” imbuhnya.
Wamen Diktiristek berharap rapat kerja ini tidak berhenti pada diskusi, melainkan menjadi pijakan lahirnya langkah konkret dalam pembangunan NTT.
Ia bahkan menyampaikan rencana untuk mendeklarasikan keberhasilan konsorsium perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan mitra pembangunan di tingkat nasional.
“Suatu saat nanti, di Jakarta akan ada satu event besar yang memperlihatkan prestasi konsorsium ini. Jika NTT bisa, mengapa daerah lain tidak? Itu akan menjadi contoh baik bagi Indonesia,” katanya.
Prof. Fauzan juga menyampaikan salam hangat dari Mendiktisaintek yang berhalangan hadir karena agenda mendadak.
Ia menutup sambutannya dengan mengajak semua pihak untuk bergandengan tangan, berbagi tanggung jawab, dan memikirkan arah pembangunan NTT 5–10 tahun ke depan.
Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena menekankan bahwa kualitas sumber daya manusia merupakan investasi paling fundamental bagi kemajuan bangsa, terlebih dalam menyongsong visi Indonesia Emas 2045.
“Provinsi NTT saat ini berada pada persimpangan sejarah pembangunan. Kita menghadapi tantangan serius seperti tingginya prevalensi stunting, angka kemiskinan ekstrem, IPM yang masih rendah, hingga kualitas pendidikan yang menempatkan NTT di peringkat 35 dari 38 provinsi. Ini menjadi alarm keras sekaligus tantangan besar yang harus kita jawab bersama,” ungkap Gubernur.
Meski demikian, ia tetap optimistis. Menurutnya, sejarah menunjukkan bahwa negara-negara maju bukan bergantung pada kekayaan alam, melainkan pada keunggulan SDM.
“Negara boleh tidak punya sumber daya alam, tetapi jika memiliki SDM yang tangguh, maka ia bisa menguasai dunia. Karena itu, SDM adalah kunci, bukan SDA,” tegasnya.
Gubernur Laka Lena menegaskan bahwa
perguruan tinggi menjadi titik sentral dalam upaya membangun SDM unggul di NTT.
Pemerintah daerah, lanjutnya, berperan sebagai pengarah kebijakan strategis di tingkat makro melalui APBD maupun dukungan APBN, sementara kampus memiliki peran vital sebagai pencetak generasi berkualitas.
“Perguruan tinggi adalah mitra strategis pemerintah. Kami membutuhkan kerja bersama yang luar biasa agar SDM NTT bisa sejajar dengan provinsi lain dan berkontribusi nyata bagi Indonesia,” jelasnya.
Gubernur juga menyinggung persoalan data pembangunan yang kerap tidak sinkron. Ia mencontohkan perbedaan signifikan data stunting versi survei nasional (37%) dengan data by name by address yang hanya sekitar 16–17%.
“Perbedaan angka ini sangat tajam dan berdampak pada arah kebijakan. Begitu pula dengan data kemiskinan, di mana masih banyak warga miskin yang tidak terdata, sementara ada yang tidak miskin justru masuk daftar penerima bantuan. Ini masalah serius yang juga berpotensi menimbulkan penyimpangan,” ujar Gubernur.
Ia mengajak perguruan tinggi di NTT untuk berperan aktif dalam menghasilkan basis data yang valid, ilmiah, dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Kalau data bisa kita perbaiki, separuh masalah NTT sudah bisa kita atasi. Kampus harus hadir memberi solusi, bukan hanya teori, tetapi berdampak langsung bagi masyarakat,” tandasnya.
“Dengan kebersamaan, kerja keras, dan kolaborasi, saya yakin NTT akan bangkit. Dari NTT, kita siapkan SDM unggul yang bukan hanya mampu membangun daerah, tetapi juga berkontribusi bagi kejayaan Indonesia,” tutur Gubernur.
Kepala LLDIKTI Wilayah XV, Prof. Adrianus Amheka, menekankan pentingnya kolaborasi antarperguruan tinggi untuk mempercepat peningkatan kualitas pendidikan tinggi di NTT.
“Kupang ini kota aman, sehat, indah, dan harmonis. Panas, tetapi juga menghangatkan semangat kita untuk terus meyakinkan bahwa mutu pendidikan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Prof. Amheka memaparkan bahwa hingga September 2025, terdapat 57 perguruan tinggi swasta (PTS) dan 8 perguruan tinggi negeri kementerian/lembaga (PTN-K/L) di wilayah LLDIKTI XV. Dari jumlah tersebut, tercatat 93.282 mahasiswa aktif, dengan dukungan 3.127 dosen aktif.
Dari sisi kualifikasi, 2.018 dosen bergelar doktor dan terdapat 12 guru besar, sementara total dosen fungsional mencapai 1.029 orang.
“Secara kuantitas memang masih terbatas, tetapi dari sisi persentase ada kenaikan signifikan. Peningkatan jumlah dosen bergelar doktor dan guru besar memberi optimisme bagi percepatan kualitas pendidikan,” jelasnya.
Prof. Amheka menyebutkan bahwa akreditasi perguruan tinggi di NTT telah mencapai 97%. Dari 57 PTS, hanya dua yang masih dalam proses penyesuaian. Sementara itu, dari 325 program studi yang tercatat, sebagian besar telah terakreditasi dengan predikat Baik hingga Baik Sekali, meski target jangka panjang adalah peningkatan jumlah prodi berakreditasi Unggul.
Peningkatan juga terjadi pada jumlah dosen tersertifikasi. Jika pada 2021 persentasenya masih 10,6%, kini di 2025 telah mencapai 38,6%.
“Kami berharap dalam dua tahun ke depan minimal 50% dosen di NTT sudah tersertifikasi. Ini penting untuk memperkuat kualitas pembelajaran,” tegasnya.
Kegiatan riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi di NTT juga menunjukkan kemajuan pesat. Pada 2024, total dana penelitian tercatat Rp9,1 miliar, dan pada 2025 meningkat menjadi Rp16,2 miliar. Program pengabdian masyarakat pun meluas ke berbagai daerah.
Tahun ini, kegiatan dilakukan di 25 desa pada tiga kabupaten, yaitu Timor Tengah Selatan, Manggarai Timur, dan Sumba Barat Daya. Fokus utama program meliputi pengentasan kemiskinan, peningkatan kesehatan, pengembangan ekonomi produktif, hingga pemberdayaan masyarakat.
“Peningkatan kualitas proposal penelitian dan pengabdian dari perguruan tinggi di NTT patut diapresiasi. Hampir 50% proposal yang masuk sudah memenuhi standar nasional, dan beberapa bahkan mendapat afirmasi di tingkat nasional,” jelas Prof. Amheka.
Dalam penutup sambutannya, Prof. Amheka menegaskan bahwa pembangunan pendidikan tinggi di NTT harus selaras dengan visi nasional.
“Puji Tuhan, Alhamdulillah, kita terus bergerak maju. Dengan kerja sama yang solid antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat, saya yakin NTT mampu mencetak SDM unggul yang memberi kontribusi nyata menuju Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.***
Alberto