LSM LAKI Soroti Keabsahan Plh Sekda Bondowoso

BeritaNasional.ID, BONDOWOSO JATIM – Sekretaris Daerah (Sekda) merupakan jabatan yang prestisius, sehingga banyak pejabat yang mengicarnya. Namun kalau penempatannya menyalahi aturan dampaknya sangat fatal.
Di Bondowoso, dugaan penyimpangan penunjukan Plh Sekda berkal-kali menjadi perbincangan hangat dikalangan aktivis. Kesimpulan dari diskusi kecil tersebut adalah di Bondowoso sudah terjadi praktek mal administrasi yang parah.
Azzura Koenang, SE, Ketua LSM LAKI (Laskar Anti Korupsi Indonesia) Kabupaten Bondowoso mengatakan, Plh. Sekda tidak menyadari bahwa telah terjadi permasalahan hukum sangat serius yang berpotensi memancing gugatan masyarakat.
“Menurut analisis banyak pihak, masalah ini muncul karena ketidakmampuan pimpinan perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang manajemen kepegawaian dan jajarannya dan bagian hukum yang sejak awal tidak memberikan telaah dan masukan yang benar kepada pimpinan daerah,” kata Koenang, sapaannya.
Sungguh kasihan Plh. Sekda dan Bupati, lanjutnya, karena terus dibiarkan berjalan di tepi jurang. Tidak ada dasar hukum satupun yang membenarkan posisi Plh. Sekda sekarang. Oleh karena itu perlu dibuka kajian yang melibatkan pihak yang berkompeten untuk mencari solusi dan segera mengambil tindakan yang diperlukan dalam mengatasi persoalan serius ini.
Ditambahkan, inilah catatan yang menyebabkan terjadinya permasalahan serius seputar penunjukan Pj. Sekda yang tidak segera dilakukan dan batas kewenangan Plh. Sekda, menurut Pasal 10 ayat 1 Perpres 3/2018.
Proses Open Bidding/Seleksi Terbuka sudah harus dimulai paling lambat 5 hari kerja terhitung sejak terjadinya kekosongan Kekda. Sekda definitif pensiun mulai tanggal 1 agustus 2024 maka harusnya sejak tanggal 9 Agustus sudah harus ada proses Open Bidding.
“Tapi ternyata tidak dilakukan karena alasan Pemilu. Pj Bupati tidak melakukan Open Biding dan tidak ada upaya konsultasi untuk meminta pendapat dari Pemerintah Pusat/Kemendagri,” jelasnya.
Kesimpulannya, kata Koenang, Pj Bupati bisa dianggap melanggar pasal 10 ayat 1, karena Open Bidding tidak dilaksanakan tanpa ada rekomendasi dari Pemerintah Pusat. Pemilu itu bukan alasan mutlak, mengingat pentingnya posisi Sekda.
Dikatakan, untuk membatalkan kewajiban itu harusnya minta surat izin tertulis dari Mendagri karena Pj Bupati tidak punya diskresi sendiri. Kesalahannya karenaPj Bupati membuat diskresi sendiri diluar kewenangan. (Bisa dilihat di UU 30/2014 tentang administrasi pemerintahan pasal 26 soal prosedur penggunaan diskresi. Harus ada permohonan tertulis dan penetapan tentang petunjuk, penolakan/persetujuan). Coba di cek apakah surat yang dikirim ke Gubernur Jatim kemarin oleh Pj Bupati Bondowoso itu bentuk penggunaan diskresi yang benar? (Syamsul Arifin/Bernas)