Nasional

Pemidanaan Nia Ramadhani & Ardi Bakrie, Sebagai Efek Jera atau Untuk Kesembuhan ?

Oleh : Anang Iskandar

Tujuan pemidanaan perkara perdagangan gelap narkotika, terhadap pengedar outputya adalah jera dan outcomenya tidak mengulangi perbuatannya.

Sedangkan terhadap penyalahguna outputnya adalah sembuh dan pulih dari sakit ketergantungan narkotika dan outcomenya tidak mengulangi perbuatannya.

Pemenjaraan dan rehabilitasi punya outcome yang sama, yaitu pelaku kejahatan tidak mengulangi perbuatannya. Tetapi kalau penyalahguna dipenjara justru bertentangan dengan tujuan pemidanaan dan tujuan dibuatnya UU Narkotika.

Berdasarkan UU Narkotika, hanya perkara penyalahgunaan narkotika yang pemidanaannya berupa rehabilitasi (pasal 103) dilakukan secara medis dan sosial. Sedangkan perkara peredaran gelap narkotika pemidanaannya berupa pidana berdasarkan pasal 10 KUHP berupa pidana penjara atau pidana lainnya.

Perkara narkotika yang menimpa Nia Ramadhani dan suaminya adalah perkara penyalahgunaan narkotika

Yaitu kepemilikan narkotika dengan cara membeli narkotika untuk dikonsumsi dalam jumlah terbatas untuk sehari pakai, dengan tanda-tanda kondisi fisik positif menggunakan narkotika dan ditemukan barang bukti alat yang digunakan untuk menggunakan narkotika berupa bong.

Mereka tidak punya niat jahat, namun oleh UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, orang yang tidak punya niat jahat tersebut, dilarang dan diancam secara pidana dan pemidanaannya wajib menjalani rehabilitasi.

Berbeda dengan perkara peredaran gelap narkotika. Pengedar narkotika jelas punya niat jahat. Mereka mendapat keuntungan dari jual beli narkotika dengan meracuni generasi muda jadi generasi sakit kecanduan narkotika.

Para penyalahguna narkotika yang tertangkap aparat harus dibawa ke pengadilan, agar mendapatkan putusan atau penetapan untuk menjalani rehabilitasi di rumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah agar outputnya sembuh dan outcomenya tidak mengulang perbuatannya.

“Itu sebabnya mereka wajib diberi sanksi oleh hakim berupa sanksi rehabilitasi (pasal 103) tanpa ada kemungkinan sanksi lain,” tutur mantan Kepala BNN, Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar, Senin (12/7/2021).

Mantan Kapolrestabes Surabaya ini menuturkan, penyalahguna yang tidak ditangkap diwajibkan UU untuk melaporkan diri ke rumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah. Supaya outputnya sembuh dan outcomenya tidak mengulangi perbuatannya (pasal 55, 128).

Penyalahguna yang ditangkap seperti Nia Ramadhani dan suaminya hanya dapat dijerat pasal tunggal yaitu pasal 127/1 dengan ancaman pidana selama 4 tahun, karena dalam UU narkotika penyalahguna hanya diancam 127/1 saja. Tanpa tuntutan subsidiaritas, kecuali ada bukti baru atau hasil assemen terpadu ditemukan keterlibatan Nia Ramadhani dan suaminya jadi pengedar atau jadi anggota sindikat narkotika.

Nia dan Ardi
Nia dan Ardi

Ancaman pidana 4 tahun tersebut berarti tidak memenuhi syarat penahanan atau tidak sah ditahan baik dalam proses penyidikan, penuntutan maupun pengadilan (pasal 21 KUHAP).

Pelaksanaan penangkapan perkara narkotika seperti Nia Rmadhani dan Ardi Bakrie dilakukan paling lama 3 × 24 jam dan dapat diperpanjang paling lama 3 × 24 jam (pasal 76).

Maksudnya agar penyidik punya kesempatan untuk membedakan apakah tersangka yang ditangkap penyalahguna atau pengedar melalui proses assesmen dan minta keterangan ahli.

Penyidikan, penuntutan dan pengadilannya pun harus mengacu pada tujuan UU Narkotika. Yang menyatakan bahwa yang diberantas adalah peredaran gelap narkotika dan terhadap penyalahguna dijamin mendapatkan upaya rehabilitasi (pasal 4 c,d).

Dalam Peraturan Pemerintah No 25/2011 tentang wajib lapor pecandu, penyidik, jaksa penuntut dan hakim yang memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika diberi kewenangan.

“Menempatkan penyalahguna ke dalam lembaga rehabilitasi sebagai upaya menjamin mewujudkan tujuan UU (pasl 13 PP 25/2011),” tutur mantan Kadiv Humas Polri ini.

Pemerintah bertanggung jawab atas biaya pelaksanaan rehabilitasi medis bagi pecandu. “Penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika yang telah diputus oleh pengadilan ( pasal 20 Permenkes no 2415/2011),” terang pria kelahiran Mojokerto.

Artinya Menkes sebagai menterinya narkotika (pasal 1/21) telah memfasilitasi dan menyiapkan kapan hakim menjatuhkan hukuman rehabilitasi terhadap pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika sesuai tujuan UU, kewenangan dan kewajiban hakim.

Pemidanaan rehabilitasi bagi penyalahguna berdasarkan UU Narkotika dan peraturan pelaksanaannya, bersifat wajib agar outputnya sembuh dan pulih dengan outcome penyalahguna tidak mengulangi perbuatannya.

Pemidanaan rehabilitasi, output sembuh dan outcome nya tidak mengulangi perbuatannya, wajib dipedomani oleh penegak hukum mulai penyidik, penuntut umum dan hakim.

Karena penyalahgunaan narkotika punya korelasi menghasilkan terjadinya kejahatan perdagangan gelap narkotika. Kalau penyalahguna terus diposisikan sebagai pengedar seperti selama ini terjadi, negara yang menanggung kerugian, khususnya penyalahguna dan orang tua penyalahguna serta masyarakat.

Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalahgunanya dan penjarakan pengedarnya !

Penulis adalah Komisaris Jenderal Polisi DR. Anang Iskandar, S.H., M.H.  Purnawirawan perwira tinggi Polri, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).  Aktivis anti narkoba yang  berpengalaman dalam bidang reserse.  Penulis kelahiran Mojokerto, 18 Mei 1958

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button