Daerah

Relasi Kuasa Didalam Demokrasi Kita Dalam Sistem Kepemiluan Di Indonesia

Opini : Syahruddin Hanisi Tokoh Pemuda Sulawesi Tenggara.

Oleh

Syahruddin Hanisi

Sejarah kenegaraan kita, semenjak Era Reformasi telah mengalami perubahan yang demikian kompleks. Dengan masih maraknya praktek KKN dengan beragam bentuknya yang menjadi parasit di negeri ini. Tentu ini semua berangkat dari Sistem dan metode Ketatanegaraan yang dipraktekkan yang menjadikan Kuasa yang korup dan Uang sebagai penggerak dan nafas dari demokrasi itu sendiri, seperti Ucapan Lord Acton “Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely” artinya Kekuasaan cenderung disalahgunakan.

Reformasi yang diharapkan justru mengarah pada perubahan Aksidental/Cover bukan perubahan Substansial/mutu/isi, praktek KKN telah berkamuflase dengan bentuk lain yang tidak kalah bahayanya. Seperti Gratifikasi, Mark up Anggaran, dll dan juga relasi Kuasa antara Pemerintah dan Pengusaha makin mesra dan Terstruktur, keduanya turut andil dan ambil bagian di segala dimensi dan Sistem di negara kita.

Pola yang diperlihatkan hanyalah wajah berganti wajah, pemain berganti pemain, tetapi budaya korup makin merajalela dan berbahaya dan itu berlaku di semua tingkat dan kalangan , mulai dari tingkat Pusat sampai tingkat daerah, bahkan di pemerintahan Desa budaya itu tumbuh Subur. Pemilu yang menjadi Instrumen demokrasi turut diwarnai dan dicemari dengan budaya money politik dan Nepotis yang di mainkan oleh para calon yang menduduki kursi pemerintahan, bahwa Politik ala Machiavellian “Kita bisa menghalalkan segala cara untuk menduduki dan mencapai kekuasaan” telah menjadi cara di dalam berdemokrasi itu sendiri.

Kuasa oligarki selalu membayangi kekuasan pemerintahan dalam semua sistem bernegara tidak luput juga demokrasi itu sendiri. Politik Indonesia selalu identik dengan mahar maka ketika adanya pemilu semua kandidat mempersiapkan amunisinya untuk mendapatkan rekomendasi dari parpol agar dapat mencalonkan dan juga biaya politik lainya. Istilah lingkaran setan adalah keadaan atau masalah yang seolah-olah tidak berujung pangkal, sulit dicari penyelesaiannya; proses atau lingkaran tidak berujung pangkal.

Dan Apa yang harus kita lakukan ? Dalam menyikapi itu semua.

Bahwa di dalam teori perubahan Sosial yang menyatakan bahwa perubahan mesti di mulai dari individu atau diri sendiri harus senaniasa di galakkan sebagai anak muda generasi penerus dan tentunya menuju ke arah yang lebih baik sesuai cita-cita sebagaimana yang disampaikan Oleh Bung Karno menuju Revolusi Mental.

“Revolusi mental yang menurut Bung Karno menghendaki manusia Indonesia untuk meninggalkan kemalasan, korupsi, individualisme, ego-sentrisme, ketamakan, keliaran, kekoboian, kemesuman, keinlanderan, dan menjadi manusia Indonesia yang seutuhnya, menjadi manusia pembina”, dan ini seutuhnya kita mulai dari diri Sendiri.

Tentunya yang menjadi benteng terakhir pertahanan demokrasi kita adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta secara khusus adalah Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) sebagaimana tugas , kewajiban dan kewenangan Bawaslu didalam amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button