Hukum & KriminalMetro

Saling Tuding, Penambang Liar di Nagekeo Akui Belum Miliki IUP-OP Galian C

BeritaNasional.ID-Kupang NTT,- Dua orang pemilik perusahaan yakni Aurelius Sambu (Direktur CV. Karunia Jaya Mbay) dan Samsudin Ismail Sore (Direktur CV. Mbay Indah) yang diduga melakukan penambangan liar/ilegal di Kabupaten Nagekeo mengakui bahwa pihaknya belum miliki Ijin Usaha Pertambangan Operasi Pertambangan (IUP-OP) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI. Penambangan yang dilakukan hanya berbekal WIUP (Wilayah Ijin Usaha Pertambangan) yang dikeluarkan Kementerian ESDM secara online. Namun mereka mengaku kalau perusahaannya melakukan penambangan secara legal dan menuding pihak lain sebagai penambang ilegal.

Pengakuan Aurelius Sambu dan Samsudin Ismail Sore tersebut disampaikan kepada Tim Media ini melalui percakapan telepon selularnya, pada Jumat (22/7/22). Menurut Aurelius dan Samsudin, pihaknya telah mengikuti semua prosedur pengajuan Ijin Usaha Pertambangan dan telah memiliki WIUP. Namun keduanya mengakui kalau perusahaannya belum memiliki IUP-OP sebagai dasar hukum pelaksanaan eksploitasi galian C.

Direktur CV. Karunia Jaya Mbay, Aurelius Sambu melalui telepon selularnya mengatakan, pihaknya telah memiliki WIUP pada lokasi tempatnya melakukan penambangan galian C saat ini. Ia mengakui, sesuai UU Minerba dan peraturannya, pihaknya belum boleh melakukan eksploitasi/pengambilan galian C hanya dengan berbekal WIUP.

Walaupun demikian, pihaknya telah menempuh berbagai prosedur untuk bisa mendapatkan IUP-OP dari Kementerian ESDM RI. “Kami sedang menunggu diterbitkannya IUP-OP dari Kementerian ESDM,” kata Aurelius yang juga Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Nagekeo.

Kegiatan penambangan terpaksa dilakukan pihaknya karena untuk melunasi biaya kontrak lahan dengan masyarakat adat sebagai pemilik ulayat setempat selama 5 tahun dengan nilai sekitar Rp 300 juta. Penambangan itu dilakukannya untuk mensuplai kebutuhan pembangunan Waduk Lambo.

“Kemarin itu, kasarnya saya mengemis-ngemislah ke mereka yang menangani Waduk Lambo supaya saya bisa mensuplai materialnya. Dan saya bekerja sama dengan PT. Bumi Indah. Saya mengemis itu ke Koko Ming dan bos dokter Rudy. Saya katakan tolong ambil material saya agar saya bisa bayar ulayat,” ungkap Aurelius, mantan Anggota DPRD Kabupaten Nagekeo.

Aurelius membantah kalau kegiatan tambang yang dilakukannya disebut liar/ilegal. “Karena sejak aktivitas tambang tersebut dilakukan, pihak telah membayar pajak dan retribusi galian C. Pajak ke pemerintah pusat dilakukan itu kami langsung membayar lewat kode billing yang dikasih Kementerian ESDM. Sedangkan retribusi daerah kami bayar ke Dispenda Nagekeo,” ujarnya.

Aurelius juga membantah jika pihaknya yang melakukan penambangan di areal genangan Bendungan Sutami. Menurutnya, penambangan di areal genangan bendungan tersebut dilakukan oleh CV. Mbay Indah. “Seharusnya tidak boleh dilakukan karena dilarang dalam Undang-Undang. Karena itu, lokasi penambangan yang dimiliki CV. Karunia Jaya Mbay (miliknya, red) berjarak sekitar 1 km dari Bendungan Sutami,” jelasnya.

Samsudin Ismail Sore. (Istimewa)

Sementara itu, Direktur CV. Mbay Indah, Samsudin Ismail Sore pada hari yang sama juga menghubungi Tim Media ini melalui telepon selularnya. Samsudin membantah jika kegiatan penambangan galian C miliknya adalah ilegal/liar.

Menurut Samsudin, pihaknya telah memiliki WIUP sebelum pemerintah pusat menarik kewenangan urusan pertambangan dari pemerintah provinsi. “WIUP di 3 lokasi, yakni Mbay Dam, sebelah atas dan sebelah bawah Bendungan Sutami,” katanya.

Bahkan Samsudin mengaku kalau perusahaannya telah memiliki IUP (IUP Eksplorasi, red). Namun ia mengakui bahwa perusahaannya belum memiliki IUP-OP. “IUP-OP-nya masih dalam proses. Tapi tahapan-tahapannya kami sudah lakukan,” kata Samsudin.

Samsudin mengklaim perusahaannya sebagai satu-satunya pihak yang memiliki perijinan pertambangan galian C yang legal. “Di Nagekeo ini, yang benar-benar memiliki ijin resmi itu hanya saya, CV. Mbay Indah punya WIUP sejak kewenangan tambang ada di pemerintah provinsi. Tidak tahu lagi perusahaan lain. Kalau lokasi tambang di Lius (Aurelius Dhawe, Direktur CV. Karunia Jaya Mbay, red) dan Mus Mosa (PT. Pesona Permai, red) itu tidak ada ijin,” tudingnya.

Bahkan Samsudin juga mengklaim bahwa hanya perusahaannya yang memiliki ijin tambang legal di Sungai Aesesa. “Yang ada ijin tambang di Aesesa hanya saya. Pemerintah memberikan ijin melakukan penambangan di Bendungan Sutami karena jangan sampai terjadi pendangkalan. Jika terjadi pendangkalan maka ketika banjir akan meluap ke bendungan,” katanya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Media ini, WIUP tidak dapat digunakan untuk melakukan eksploitasi penambangan. Karena setelah memiliki WIUP, perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan IUP Eksplorasi (penelitian untuk mengetahui deposit galian C pada WIUP yang dimiliki, red). Walaupun telah memiliki WIUP dan IUP Eksplorasi, perusahaan yang bersangkutan belum diijinkan melakukan eksploitasi/kegiatan penggalian bahan tambang (galian C).

Karena setelah memiliki IUP Eksplorasi, perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan IUP-OP kepada Kementerian ESDM RI. Setelah mendapatkan IUP-OP dari Kementerian ESDM RI, perusahaan tersebut baru boleh melakukan kegiatan eksploitasi/penggalian bahan tambang (galian C) pada titik koordinat sesuai Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan.

Seperti diberitakan sebelumnya, diduga ada 10 titik tambang liar/ilegal di Kabupaten Nagekeo. Sebanyak 7 titik di antaranya, berada dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Aesesa, Nagekeo. Bahkan investigasi Tim Media ini menemukan adanya penambangan dalam areal genangan Bendungan Sutami Mbay. Di lokasi ini, tampak 1 unit excavator berwarna kuning dengan leluasanya mengeruk pasir tak jauh (sekitar 100 meter, red) dari tanggul Bendungan Sutami. (*)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button