Nasional

20 Tahun Reformasi Catatan Komnas Perempuan

BeritaNasional.ID Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan catatan 20 tahun reformasi. Gerakan perempuan dinilai berperan dalam mewujudkan makna dari etika kepedulian sebagai budaya politik baru dalam demokrasi Indonesia.

Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amirudin mengatakan sejumlah isu menjadi fokus perhatian capaian gerakan perempuan selama 20 tahun. Dalam bidang politik misalnya sudah ada kemajuan terutama politik formal.

“Kuota 30 persen padahal upaya mengubah posisi perempuan secara stuktural melalui sistem dan kebijakan untuk menciptakan situasi kondusif perempuan sebagai agen perubahan,” ujar Mariana di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Minggu (20/5/2018).

Capaian gerakan perempuan lainnya adalah terbitnya UU P-KDRT yang melindungi ranah privat perempuan dari tindakan kekerasan. Perempuan kemudian terbantu dalam menemukan keadilan.

“Secara keseluruhan di bidang politik 20 tahun reformasi memang menghasilkan kesetaraan tetapi belum mencapai keadilan. Menguatnya politik identitas mempersubur tumbuhnya gerakan atas nama agama yang menggunakan cara teror dan mendomestikan kembali perempuan,” tutur dia.

Dalam bidang ekonomi sosial, lanjut dia, kesenjangan justru semakin menguak. Hal itu nampak dari menguatnya gerakan buruh perempuan, petani perempuan, dan protes terhadap ruang hidup yang dirampas kepentingan industri.

“Dalam banyak kasus perempuan makin tersingkir dari ruang hidupnya, baik sebagai pencari nafkah maupun melangsungkan kehidupan secara keseluruhan,” tutur dia.

Ia menambahkan 20 tahun reformasi di bidang budaya mengalami ancaman serius. Norma-norma intoleransi dinilai telah mewarnai kurikulum pendidikan semua jenjang.

“Pengajaran tentang sastra, seni, dan kemanusiaan telah direduksi ke dalam pengajaran agama yang intoleran,” kata dia.

Komisioner Komnas Perempuan lain, Yuniyanti Chuzaifah mengatakan, gerakan perempuan selama 20 tahun reformasi telah menyebar hingga ke daerah. Perempuan di daerah mulai mau menyuarakan keluhan yang dinilai sebagai bentuk ketidakadilan.

“Kami harus mengakui bahwa perjuangan gerakan perempuan sejak reformasi hingga 20 tahun ini telah berhasil mencapai pengakuan formal oleh negara,” tambah dia.

Namun demikian, lanjut dia, masih ada sektor yang perlu dibenahi. Demokrasi saat ini dinilai minus kepedulian, minus redistribusi power dan minus transitional justice.

“Pada akhirnya menjadi demontrasi yang mengambang, yang tidak mencapai substansinya. Kita makin jauh dari budaya politik yang sehat untuk membangun karakter bangsa yang kokoh,” pungkas dia. (dki1/bn.id)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button