Opini

Lulus Sekolah Tanpa “UJIAN” ?

Oleh :  Mohammad Hasyim

              Bulan-bulan menjelang kelulusan bagi siswa didik klas akhir di semua jenjang dan satuan pendidikan adalah hari-hari yang melelahkan. Mereka harus berjibaku menyiapkan diri untuk bisa mengikuti ujian akhir yang akan menentukan status mereka, lulus atau tidak lulus sekolah. Pendalaman demi pendalaman materi ujian mereka ikuti dengan jadwal yang ketat. Tidak sedikit diantara mereka yang mengambil klas-klas privat diluar klas pembelajaran di luar sekolah dengan biaya yang tidak murah. Tujuannya hanya satu, agar lebih menguasai   materi-materi pelajaran utama yang bakal diujikan pada hari yang sudah dijadwalkan. Tentu tidak semua siswa didik bisa melakukan cara ini.

Ritual akademik yang selalu berulang setiap tahun itu, tidak lagi terjadi tahun ini. Siswa didik akhir kelas disemua jenjang dan satuan pendidikan bisa bernafas lega. Apa pasal ? Ya, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun ini telah memutuskan untuk tidak menyelenggarakan Ujian Nasional (UN). Alasan utamanya adalah pandemi Covid-19 masih belum berahir. Sekolah dan/atau satuan pendidikan harus lebih mengutamakan keselamatan dan kesehatan lahir batin peserta didik, pendidikan dan  tenaga kependidikan. Pemerintah tak ingin muncul klaster baru Covid-19 dari pelaksanaan UN.

Sebagai pengganti UN, sekolah boleh melaksanakan Ujian Akhir Sekolah (UAS), yang fungsi  dan kedudukanya sama dengan Ujian Nasional, yaitu sebagai tolok ukur utama dalam menentukan kelulusan bagi siswa di akhir tahun pembelajaran di semua sekolah.

Melalui Surat Edaran (SE) Nomor, 1 tahun 2021, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah memberikan  beberapa afirmasi, yang antara lain, “bahwa dengan ditiadakanya Ujian Nasional (UN) dan Ujian Kesetaraan 2021, maka ujian nasional dan ujian kesetaraan tidak menjadi syarat kelulusan”. Menyenangkan bukan ?  Disamping tidak lagi menjadi syarat kelulusan, SE mendikbud juga menegaskan  bahwa, “kelulusan pada ujian nasional juga tidak menjadi syarat seleksi masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Tentu aturan ini menjadi kabar yang menggembirakan bagi siswa didik yang ingin melanjutkan pendidikan/sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Sebelumnya nilai UN selalu menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar  siswa didik untuk bisa diterima sebagai siswa baru di sekolah-sekolah favorit yang mereka inginkan. Rata-rata nilai UN mereka tidak cukup menjangkau ketentuan batas bawah kelulusan (passing grade) yang dipatok oleh sekolah-sekolah tertentu.

Untuk bisa dinyatakan lulus dari satauan pendidikan tahun 2021, siswa harus memenuhi persyaratan yang antara lain : 1), telah menyelesaikan program pembelajaran dimasa pandemi Covid-19 yang dibuktikan dengan rapaort tiap semester, 2), memperoleh nilai sikap/prilaku minimal baik,  dan 3), mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Khususn untuk siswa didik sekolah kejuruan, disamping memenuhi syarat-syrat diatas harus pula mengikuti ujian kompetensi sesuai program keahlian masing-masing sesuai ketentuan yang berlaku.

Bukan hal baru ?. Kelulusan siswa didik dengan hanya mengikuti ujian sekolah sebenarnya bukan hak baru.  Merujuk kepada Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 57, ayat (1), dinyatakan bahwa “penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkelanjutan”. Jadi, Ujian Sekolah atau apapun nama dan bentuknya  sebenranya adalah kewenangan guru di sekolah dan dilakukan secara berkesinambungan. Dengan kata lain Ujian Sekolah atau Ujian Nasional sebenarnya  adalah kelanjutan dari ujian-ujian harian (formatif-sumatif) yang  sebelumnya secara berkala sudah dilakukan oleh guru/pendidik  di satuan pendidikan/ di sekolah masing-masing.

Yang harus diperhatikan adalah prosedur penyiapan, penyusunan alat tes dan parameternya, sehingga diperoleh sebuah alat uji yang andal  (reliabel) dan sahih (valid). Hal ini penting dilakukan untuk menjamin  obyektifitas, presisi, menekan unsur-unsur subyektifitas dan menjamin keadilan dalam memutuskan lulus tidaknya siswa didik di suatu sekolah.

Hal lain yang tak kalah penting adalah prosedur  pelaksanaan ujian sekolah dan pengawasanya, baik UAS yang diselenggarakan dengan berbasis kertas (paper based tes), maupun berbasis komputer (computer based test). Efektifitas kepengawasan tersebut bisa dilakukan dengan melibatsertakan pihak-pihak berkepentingan (steakholders), Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota, misalnya. Tentu tetap dalam koordinasi Dinas Pendidikan dan/atau Kementrian Agama setempat.

Terlepas dari semua siswa didik akan lulus ujian, kejujuran harus tetap dikedepankan. Karena itu pengawasan, lagi-lagi harus dilakukan dengan ketat meski tanpa mengenyampingkan keramahan. Prosedur pelaksanaan Ujiannya pun harus juga dilaksanakan dengan mematuhi  seluruh prosedur oparasi standar (POS) dari tahap penyiapan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawabannya.

Kepada siswa didik peserta Ujian, Sekolah harus  tetap menanamkan kesadaran dan persepsi positif mereka dalam memandang penting dan strategisnya proses serta nilai  ujian sekolah, sehingga mereka tidak lengah, menggampangkan dan lalai dalam belajar karena menganggap ujian sekolah tidak penting, toh walaupun tidak belajar serius akan lulus juga!

———————

Penulis adalah Pengawas Pendidikan (purna tugas), Pengurus Dewan Pendidikan Banyuwangi, mengajar di IAI Ibrahimy Genteng Banyuwangi

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button