ACEH TAMIANG – Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KemenLHK) RI Tahun 2021 telah memberikan peringkat PROPER Merah kepada lima perusahaan di Aceh.
Lima perusahaan yang mendapat peringkat PROPER Merah tersebut salah satunya berkedudukan di Kabupaten Aceh Tamiang tepatnya di Kampung Alur Manis Kecamatan Rantau yaitu PT Bumi Sama Gandha (BSG) yang bergerak di sektor Sawit.
Hal itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK.1299/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2022 tentang Hasil Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2021-2022.
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) merupakan satu bentuk kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan pengelolaan lingkungan hidup perusahaan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Ada beberapa kriteria yang dilakukan dalam penilaian proper lingkungan oleh Kementerian LHK. Mulai dari pengendalian pencemaran air, pemeliharaan sumber air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3 dan non B3, sampai pengendalian kerusakan lahan. Proper merah adalah untuk usaha yang upaya pengelolaan lingkungan hidupnya dilakukan dengan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Ketua Sarikat Hijau Indonesia (SHI) Kabupaten Aceh Tamiang, Hendra Vramenia kepada Wartawan, Jumat (24/2/2023) mengatakan, perusahaan yang diberikan peringkat merah diduga telah melanggar aturan atau tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian LHK.
“Karena mendapat peringkat merah dari Kementerian LHK, PT Bumi Sama Gandha diduga melakukan tidak patuh terhadap lingkungan sesuai Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Nomor 32 tahun 2009,” ujar Hendra.
Berdasarkan analisis dan hasil pemantauan lapangan yang dilakukan pihaknya, perusahaan sawit yang telah mendapatkan Proper merah tersebut masih menunjukkan ketidakpatuhannya dalam pengelolaan lingkungan hidup.
“Dengan demikian program Proper belum dijadikan acuan untuk mendorong perusahaan untuk tidak melakukan pengerusakan lingkungan ataupun mendorong perusahaan untuk taat terhadap peraturan lingkungan hidup,” ujarnya.
Padahal, Proper dilakukan secara langsung oleh pemerintah dengan data yang valid dan dapat menunjukkan bentuk pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu, SHI Aceh Tamiang juga menilai pemerintah telah melakukan pembiaran terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga telah melakukan pelanggaran lingkungan.
Padahal jika mengacu pada Pasal 90 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009, Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.
“Serta ketidaktaatan perusahaan tersebut kemudian dapat dilanjutkan dengan penegakan hukum sesuai bunyi Pasal 48 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 1 Tahun 2021 maupun aturan perundangan-undangan lainnya,” ujar Hendra. []