Hukum & Kriminal

Hasil Putusan PN Kupang, Tidak Diindahkan Oleh Tergugat

BeritaNasional.ID-Kupang NTT,- Warga Kecamatan Mataru Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengutus 7 orang di setiap desa, masing-masing Martinus (Desa Mataru Timur), Dominggus Manibeka (Desa Taman Mataru), Yohanis Magangma (Desa Mataru Selatan), Samuel Laupada (Desa Mataru Utara), Marthinus Lanalo (Desa Kamaifui), Marthinus Kamaleng (Desa Mataru Barat) dan Yesaya Maniyeni (Desa Lakatuli) menggugat Nasarudin Kinanggi, warga Moru Kecamatan Alor Barat Daya (ABAD) ke Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi.

Gugatan perdata terkait masalah tanah diajukan tanggal 24 Januari 2022 lalu dan kasus ini sudah digelar sidang perdana Kamis, (17/2/22) dengan agenda pemeriksaan kedua belah pihak (penggugat dan tergugat). Selain Nasarudin Kinanggi, ada saudara-saudara lainnya sebanyak 43 kepala keluarga (KK) yang saat ini mendiami obyek perkara juga turut digugat.

Para penggugat melalui Kuasa Hukum, Muhammad Tahir Boling, SH, MH kepada Wartawan usai sidang perdana menjelaskan, perkara ini disebut Aquo dimana perkara yang sudah disidangkan sebelumnya di PN Kupang tahun 1958 dengan perkara No. 42/1958/Pdt.

Dalam materi gugatan yang diajukan ke PN Kalabahi, Muhammad Tahir selaku kuasa hukum menjelaskan bahwa obyek perkara kasus ini terkait 2 bidang tanah di RT 08/RW 04 Kikilai Desa Pailelang Kecamatan ABAD. Yang pertama tanah seluas 43,203 Ha dengan batas-batas Timur dengan Sungai/Kali Kolam Buaya, Barat dengan tanah milik Bapak Konya (Suku Klon) dan Kali Wikuli, Utara dengan Pantai Atilasa dan Selatan berbatasan dengan Jalan Raya Lintas Moru – Kalabahi.

Obyek perkara kedua juga terkait tanah seluas 33,96 Ha dengan batas-batas Timur dengan Kali Airmata dan Fiaipea, Barat dengan Kali Mewal, Utara dengan Jalan Raya Lintas Moru – Kalabahi dan Selatan berbatasan dengan Kaki Gunung Kalang Kameng.

Muhammad Tahir menjelaskan, adapun dalil dan alasan penggugat yaitu warga Mataru mengatasnama Suku Mataru (Suku Abui) melalui Badan Penuntut Pengembalian Pusaka Mataru dengan kuasanya bernama Ananias Malaikari dan Alexander Mamalai mewakili 27 kampung diantaranya, Kampung Manet, Kampung Arusbui, Kampung Lonbigai, Kampung Makalelang, Kampung Kabeltaga, Kampung Adiamang, Kampung Legiman, Kampung Lomataga, Kampung Agala, Kampung Bagalbui, Kampung Kasima, Kampung Bunggeta, Kampung Fujafong, Kampung Tukmasang, Kampung Kewai, Kampung Sinabui, Kampung Katei, Kampung Kamalelang, Kampung Lilmang, Kampung Boilola, Kampung Laiwasi, Kampung Simalelang, Kampung Boibala dan Kampung Belgapu berperkara dengan Banla Kinanggi dan Makunimau Kinanggi (atau leluhur Nasarudin Kinanggi) ke PN Kupang tahun 1958.

Pada saat itu, kata Muhammad Tahir, perkara dengan No. 42/1958/Pdt itu dimenangkan oleh penggugat. Sehingga dalam amar putusan menghukum para tergugat untuk mengembalikan semua pusata milik Suku Mataru termasuk tanah obyek perkara sekarang ini.

“Selain pusaka, tergugat juga dihukum menyerahkan kebun-kebun kelapa di Kikilai (saat ini obyek perkara) kepada penggugat. Serta menghukum tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp 144 (Seratus Empat Puluh Empat Rupiah),” jelas Muhammad Tahir.

Tergugat, Nasarudin Kinanggi dan saudara-saudaranya sesaat sebelum memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Kalabahi.

Muhammad Tahir menjelaskan, amar putusan PN Kupang tersebut tidak diindahkan oleh tergugat Banla Kinanggi dan Makunimau Kinanggi saat itu, hingga turun temurun sampai pada keturunannya Nasarudin Kinanggi dan saudara-saudaranya. Para tergugat ini diduga menguasai tanah milik Suku Mataru dan menjual sepihak kepada orang lain.

“Jadi kedua pihak ini sudah pernah berperkara dengan obyek perkara yang sama. Tahun 1958 di PN Kupang dan tahun 1960 di Pengadilan Tinggi (PT) Kupang. Dua-dua dimenangkan oleh penggugat,” tandas Muhammad Tahir.

Advokat Istana Budaya Batua beralamat di Lombok Timur, NTB ini melanjutkan bahwa wadah Badan Penuntut Pengembalian Pusaka saat ini sudah tidak aktif karena pengurusnya sudah meninggal dunia dan tidak dilanjutkan lagi. Pada tanggal 12 – 13 Januari 2022, pihaknya sempat mempertanyakan keberadaan wadah ini di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Alor.

Dia mengatakan bahwa Ananias Malaikari dan Alexander Mamalai semasa hidupnya, telah berusaha meminta obyek perkara kepada Banla Kinanggi dan Makunimau Kinanggi serta keturunannya. Namun mereka tetap saja mempertahankan tanpa alasan yang jelas sehingga hal ini disebut perbuatan melawan hukum.

“Menguasai tanah milik orang dan tidak mau mengembalikan kepada pemiliknya adalah perbuatan melawan hukum. Banla Kinanggi dan Makunimau Kinanggi semasa hidup juga diduga melakukan penganiayaan dan penyiksaan terhadap orang-orang Mataru diatas obyek perkara itu. Jadi barang pusaka milik Suku Mataru yang ada diatas obyek perkara itu seperti, emas, tongkat, topi dan lain-lain,” tandas Muhammad Tahir.

Dia menambahkan, setelah Ananias Malaikari dan Alexander Mamalai meninggal dunia sekitar tahun 1965 dan mulai terjadilah perang G30S PKI. Saat itu juga obyek perkara tidak lagi dikuasai oleh Suku Mataru. Setelah Banla Kinanggi meninggal dunia sekitar tahun 1959 kemudian diikuti Makunimau Kinanggi yang meninggal dunia tahun 1969, penguasaan obyek perkara dilanjutkan oleh Nasarudin Kinanggi dan saudara-saudaranya.

Menurut Muhammad Tahir, penguasaan obyek perkara oleh Nasarudin Kinanggi yang juga mantan Camat ABAD dan saudara-saudaranya tanpa seijin penggugat serta tidak memperdulikan hak-hak penggugat. Terakhir kali, lanjut Muhammad Tahir, para penggugat mewakili masyarakat Suku Mataru berusaha meminta obyek perkara dengan jalan mediasi di Kepolisian Sektor (Polsek ABAD) tanggal 1 November 2021. Namun hasilnya tetap saja gagal. Sehingga untuk mencari keadilan, penggugat lalu melayangkan gugatan ke PN Kalabahi.

Menurutnya, penguasaan obyek perkara tanpa seijin penggugat adalah perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad). Sehingga segala bentuk surat-surat berkaitan dengan obyek perkara haruslah dinyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.

Atas gugatan yang diajukan itu, Muhammad Tahir memohon Yang Mulia Majelis Hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili perkara untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:

  1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
  2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (Conservatoir Beslaag) yang diletakkan di atas obyek perkara.
  3. Menyatakan hukum bahwa obyek perkara hak milik dari penggugat.
  4. Menyatakan hukum bahwa penguasaan obyek perkara oleh Banla Kinanggi dan Makunimau Kinanggi semasa hidupnya adalah perbuatan melawan hukum.
  5. Menyatakan hukum bahwa penguasaan obyek perkara oleh keturunan Banla Kinanggi dan Makunimau Kinanggi yaitu Nasarudin Kinanggi dan saudara-saudaranya adalah perbuatan melawan hukum.
  6. Menyatakan hukum bahwa perbuatan Nasarudin Kinanggi yang telah menjual obyek perkara tanpa seijin penggugat sebagai perbuatan melawan hukum.
  7. Menyatakan hukum bahwa perbuatan Nasarudin Kinanggi dan saudara-saudaranya yang membangun rumah diatas obyek perkara tanpa seijin penggugat adalah perbuatan melawan hukum.
  8. Menyatakan hukum bahwa segala bentuk surat-surat berkaitan dengan obyek perkara atas nama Banla Kinanggi dan Makunimau Kinanggi serta keturunannya Nasarudin Kinanggi dan saudara-saudaranya tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
  9. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi dari hasil obyek perkara selama dikuasai tahun 1961 sampai 2022 kepada para penggugat Rp. 133.027.500.000 (Seratus Tiga Puluh Tiga Miliar Dua Puluh Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).
  10. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa Rp. 40.000.000 (Empat Puluh Juta Rupiah).
  11. Menghukum para tergugat menyerahkan kembali obyek perkara kepada penggugat secara cuma-cuma dalam keadaan kosong dan bebas dari beban apapun.
  12. Menyatakan putusan perkara ini serta merta dijalankan walaupun ada upaya hukum verzet, banding maupun kasasi.
  13. Menghukum para tergugat membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sesuai hukum.
  14. Dan atau Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang adil sesuai hukum (ex aequo etbono).

Untuk diketahui, penggugat dalam perkara ini didampingi dua Kuasa Hukum yakni Muhammad Tahir Boling, SH, MH dan Samsul Bahri, SH. Sedangkan 43 KK lainnya atau saudara-saudara Nasarudin Kinanggi yang saat ini mendiami obyek perkara yang juga merupakan pihak tergugat adalah:

  1. Mochtar Kinanggi
  2. Ramlan Kinanggi
  3. Syamsuddin Kinanggi
  4. Bahdar S. Makunimau
  5. Maimuna Makunimau
  6. Muliyati Sanga
  7. Sumarni Sanga
  8. Darwin Sanga
  9. Yakun Sanga
  10. Suriyani Sanga
  11. Cucu K. Sanga
  12. Lisa Sanga
  13. Dewi Sanga
  14. Rudi Sanga
  15. Rasid Sanga
  16. Jai Sanga
  17. Muhamad Sanga
  18. Marten Maniyeni
  19. Yulianus Kamaleng
  20. Yonatan Manimalai
  21. Markus Manifani
  22. Oma Moukay
  23. Petrus Legimakani
  24. Yonatan Manisali
  25. Siti Halima
  26. Nurbaya Kinanggi
  27. Tarmizi Sanga
  28. Alfian Sanga
  29. Sunarti Boling
  30. Taufik Abdulah
  31. Siti
  32. Supri Lanjo
  33. Matias Lakalau
  34. Nahum Alaukari
  35. Martinus Kalau
  36. Martina Taiyeni
  37. Arkalaus Falanlau
  38. Alexander I. Maukari
  39. Fenus Kamuikar
  40. Musa Atakari
  41. Alpensai Moikari
  42. Eliasar Genakama
  43. Sudarmono Sinapas

Sementara itu, pihak tergugat yakni Nasarudin Kinanggi hingga berita ini ditayang belum berhasil dikonfirmasi. (*)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button