Metro

Miris, Pembayaran Zakat Desa Baruta Diduga Salah Alamat

BERITANASIONAL.ID, BUTON TENGAH SULTRA – Pembayaran zakat fitrah menjelang hari raya idul fitri 1443 hijriah oleh sebagian warga Desa Baruta, Kecamatan Sangia Wambulu diduga salah alamat. Pasalnya pembayaran tidak dilakukan dimesjid tapi dirumah adat kabolosi.

Hal ini disampaikan oleh kepala desa Baruta, Muh Ridwan kepada awak media ini. Menurutnya hal tersebut tidak diketahui dirinya sebagai pimpinan di Desa Baruta (kepala desa) termasuk Baznas Kabupaten Buton Tengah.

“Yang jelas ada pembayaran zakat fitrah tanpa sepengetahuan kepala desa termasuk Baznas Kabupaten Buton Tengah dilakukan dirumah adat Kabolosi, padahal berdasarkan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah bukti harta zakat hak pribadi seseorang tapi diatur oleh negara. Sebagai turunan dari UU 23 Tahun 2011 itu, diterbitkan peraturan pemerintah (PP) No 14 Tahun 2014 tentang aturan pelaksanaan pengelolaan zakat” Kata Ridwan, Sabtu, (30/4/2022).

Seterusnya lanjut Ridwan lebih rinci lagi, dikeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2014 tentang optimalisasi pengumpulan zakat di Kementerian dan Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal, BUMN dan BUMD melalui Baznas. Lebih teknis lagi, Keputusan Menteri (Kepmen) Agama RI No.118 Tahun 2014 tentang pembentukan Baznas Provinsi.

Dilanjutkan dengan Keputusan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II.568 Tahun 2014 tentang Pembentukan Baznas Kabupaten dan Baznas Kota.

Baznas pusat pun kemudian membuat aturan No. 01 Tahun 2014 tentang tata cara pengajuan pertimbangan, pengangkatan /pemberhentian Pimpinan BAZNAS Provinsi dan Baznas Kabupaten Kota.

“Masih persoalan regulasi. Baznas pusat mengeluarkan aturan No. 2 Tahun 2014 tentang pedoman tata cara pemberian rekomendasi izin pembentukan lembaga amil zakat (LAZ). Disamping masih ada aturan Baznas pusat tentang organisasi dan tata kerja Baznas Provinsi dan Baznas Kabupaten/Kota” Urai Ridwan

Semua regulasi, berbentuk UU, Inpres, Keputusan Menteri Agama dan Keputusan Dirjen Bimas Islam, keseluruhannya mengukuhkan Baznas lembaga resmi negara yang diberi wewenang menghimpun, mendistribusikan dan mendayagunaan harta zakat. Mulai dari Baznas pusat, provinsi sampai ke Baznas kabupaten dan kota.

“Apakah kelompok lain tidak boleh menghimpun harta zakat? Jawabannya, boleh. Mesti ikuti aturan. Agar tidak disebut lembaga illegal atau dituduh melawan/melanggar hukum. Setiap perkantoran, lembaga kemanusiaan, masjid atau mushalla dibenarkan membentuk unit penghimpun zakat (UPZ). Syaratnya, lembaga itu memilih paling kurang tiga orang sebagai ketua, sekretaris dan bendahara. Kalau mau ditambah dengan satu orang konsultan zakat, juga dibolehkan” Ungkapnya.

Nama-nama calon pengurus UPZ diajukan ke Kantor Baznas kabupaten atau kota untuk diminta dikeluarkan surat keputusan (SK). Sekaligus mengukuhkan pengurus UPZ itu. Setelah terbentuk dan di SK-kan, UPZ sudah ‘halal’ (sah) melakukan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan harta zakat. Kepada siapa UPZ menyalurkan harta zakat, tidak ada intervensi dari Baznas kota atau kabupaten.

“Penyaluran harta zakat yang penting sesuai dengan asnap delapan. Sebagai tanggung jawab moral dan administrasi UPZ-UPZ harus memberikan laporan keuangan dan kebijakan tertulis kepada Baznas” Urainya.

Bagaimana pula kalau menghimpun zakat melawan hukum? Jelas setiap perbuatan melawan hukum atau melanggar hukum pasti ada sanksi pidananya.

Dalam pasal 38, UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan harta zakat, dijelaskan dengan tegas. Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak sebagai amil zakat, melakukan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.

Siapa lembaga yang dimaksud berwenang itu? Lembaga yang berwenang pengelola zakat adalah Baznas. Jika ada yang melakukan pemungutan zakat dan mendistribusikannya kepada orang lain tanpa izin Baznas, perbuatan tersebut dikategorikan melawan hukum.

Berkaitan dengan sanksi mengelola zakat tanpa izin yang berwenang, ditegaskan dalam pasal 41, UU No, 23 Tahun 2011.

“Isinya adalah setiap orang yang melakukan pelanggaran mengelola (menghimpun dan mendistribusikan) zakat tanpa izin, dapat dipidana dengan pidana kurungan palin lama satu tahu. Atau pidana denda paling banyak Rp 50 juta” Tutup Ridwan. (Muhammad)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button