Opini

Pandemi, Tugas dan Tantangan Penghulu di Tengah Masyarakat

Oleh : Fathur Rahman

Sebesar dan semegah apapun pelaksanaan akad nikah dilangsungkan, tanpa kehadiran seorang penghulu, maka pernikahan tersebut dianggap pernikahan dibawah tangan atau nikah sirri yang tidak dapat langsung dicatatkan sesuai perundang-undangan yang berlaku. Karenanya, peran kehadiran penghulu dalam akad nikah sangatlah urgen, meskipun seringkali dalam kondisi sulit, penghulu harus tetap hadir guna menyaksikan dan mencatat peristiwa akad nikah. Kehadiran penghulu tersebut disamping tugasnya menyaksikan dan mencatat serta memberikan buku nikah, juga sebagai tanggung jawab negara untuk menjamin pelaksanaan pernikahan tersebut telah sesuai dengan aturan agama serta dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.

Penghulu dalam melaksanakan tugasnya selalu berlandaskan pada aturan atau regulasi yang sudah ada. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama(PMA) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan disebutkan, bahwa pejabat fungsional penghulu yang selanjutnya disebut Penghulu adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan dan bimbingan masyarakat Islam. Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang membidangi pencatatan pernikahan, Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang bertugas di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan, memang ditugaskan oleh menteri agama atau pegawai yang ditunjuk untuk melakukan pencatatan nikah pada masyarakat muslim.

Ketika Pandemi Covid-19 yang mulai masuk ke Indonesia pada awal Maret tahun 2020, tugas penghulu yang sudah berjalan dengan normal menjadi berat tatkala adanya pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah terkait Pandemi Covid-19. Setidaknya pada bulan Maret saja, ada 5 Surat Edaran (SE) menteri agama yang dikeluarkan terkait Pandemi Covid-19. Diawali pada 13 Maret 2020, dengan dikeluarkannya SE Menteri Agama Nomor 1 tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan protokol penanganan Covid-19 pada rumah ibadah, penghulu yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala KUA kecamatan sibuk dengan tugas untuk memastikan seluruh area rumah ibadah bersih, menghimbau untuk menggulung dan membersihkan karpet serta membuat poster tentang pentingnya cuci tangan dan lain sebagainya.

Tugas yang paling berat adalah ketika dikeluarkannya SE Menteri Agama Nomor 2 tahun 2020 pada 16 Maret 2020. Dimana dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 pada lingkup Kementerian Agama (Kemenag), penyelenggaraan tatap muka yang menghadirkan banyak peserta agar ditunda atau dibatalkan. Sehingga jadwal pelaksanaan yang telah tertata rapi untuk pernikahan di kantor maupun diluar kantor untuk ditunda atau dibatalkan. Inilah perjuangan keras penghulu untuk menjelaskan secara baik dan bisa diterima oleh masyarakat yang akan melaksanakan hajat akad nikah dan resepsinya. Sehingga sedikit banyak, penghulu harus berhadapan dengan masyarakat yang menuntut untuk bisa dilaksanakan hajat pernikahannnya. Untuk memudahkan menjelaskan pada masyarakat, terkadanga harus dibantu aparat keamanan yang ada ditingkat kecamatan.

Pada tanggal 23 Maret 2020, melalui SE MA Nomor 3 tahun 2020, dikeluarkanlah sIstem kerja pegawai terkait dengan pelaksanaan akad nikah dengan penguatan Surat Edaran Dirjen Bimas Islam nomor P.002/ DJ.III/HK.007/03/2020 tentang himbauan dan pelaksanaan protokol penanganan Covid-19 pada area publik dilingkungan Dirjen Bimas Islam, diantaranya untuk pernikahan di KUA yang harus membatasi jumlah orang yang tidak boleh lebih dari 10 orang. Calon pengantin dan keluarganya yang mengikuti prosesi akad nikah harus telah membasuh tangan dengan sabun/hand sanitizer dan juga semua yang hadir diwajibkan memakai masker. Begitu juga untuk pelaksanaan nikah yang diluar kantor atau dirumah mempelai/wali, syarat yang diharuskan juga sama dengan pernikahan di kantor, dengan tambahan syarat yakni ruangan tempat prosesi akad nikah dilaksanakan ditempat terbuka/ventilasi yang sehat. Pada point inilah seringkali penghulu dihadapkan pada posisi yang dilematis, dimana masyarakat yang membutuhkan pelayanan pernikahan merasa dibatasi dan dikekang oleh KUA, namun disisi lain, penghulu harus tegas menegakkan aturan yang telah ditetapkan oleh Kemenag. Dimasa Pandemi Covid-19, penghulu dituntut untuk membantu pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19, dan disisi lainnya harus mengatur dan menerapkan prosesi pernikahan sesuai dengan protokol kesehatan.

Penghulu dimasa pandemi tetap harus melakukan pelayanan pernikahan pada masyarakat, namun demikian tidak boleh lengah karena penghulu dalam melaksanakan tugas juga rentan tertular Covid-19, sehingga dibutuhkan keberanian dan kerja keras dalam melaksanakan tugas disatu sisi dan menjaga diri dari tertularnya wabah Covid-19 disisi lainnya. Cluster pernikahan sempat viral di wilayah Sragen Jawa tengah, dimana pada Oktober 2020 pengantin perempuan dan kedua orang tuanya meninggal dengan status terjangkit Covid-19. Penghulu yang menghadiri akad nikah juga tidak luput dari sorotan karena berpotensi tertular wabah Covid-19. Dengan tugas berat dimasa pandemi, tidak jarang penghulu harus bersitegang dengan masyarakat, karena harus ketat menerapkan protokol kesehatan. Belum lagi masyarakat yang masih meremehkan dan menganggap tidak ada Corono/Covid-19 di daerahnya. Ketegasan petugas/penghulu dalam melayani pernikahan yang diajukan masyarakat tidak lain juga bertujuan untuk melindungi dirinya juga sebagai petugas yang rentan tertular wabah Covid-19.

Pada saat pemeriksaan akad nikah, penghulu sudah menyampaikan agar pihak mempelai dan wali memakai sarung tangan serta peserta akad nikah semuanya memakai masker, namun pada prakteknya ketika acara akad nikah digelar ada juga yang tidak mengindahkannya, sehingga terpaksa petugas/penghulu bersikap tegas kepada keluarga mempelai dan wali untuk mencukupi persyaratan yang ada sehingga tak jarang membuat acara akad nikah menjadi molor dan petugas bersitegang dengan warga. Ditambah lagi dengan dikeluarkannya SE Dirjen Bimas Islam Nomor P.003/DJ.III/HK.007/04/2020 tentang perubahan atas SE Dirjen Bimas Islam Nomor P.002, dimana permohonan akad nikah yang baru untuk tidak dilayani oleh KUA dan masyarakat diminta untuk menundanya. Disinilah penghulu dituntut untuk memberikan pemahaman dan penjelasan yang baik agar bisa diterima oleh masyarakat yang akan melangsungkan akad nikah.

Dibulan yang sama pada April 2020 setelah SE Dirjen Bimas Islam Nomor P.003, SE Dirjen Bimas Islam Nomor P.004 juga keluar dengan menegaskan untuk menolak permohonan akad nikah jika tidak bersedia untuk mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Pada SE P.004 tersebut juga disampaikan bahwa permohonan akad nikah yang didaftarkan setelah tanggal 23 April 2020 tidak dapat dilaksanakan sampai tanggal 29 Mei 2020, dan disinilah juga penghulu sedikit banyak bersitegang dengan masyarakat untuk menjelaskan aturan yang ada secara baik dan benar.

Babak baru keputusan pemerintah lewat SE Menpan RB Nomor 58 tahun 2020 sudah mulai disampaikan kepada masyarakat yang hal ini juga disusul dengan SE Menteri Agama Nomor 16 tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai Kemenag dalam tatanan normal baru. Dalam hal penegakan aturan pelayanan pernikahan, melalui SE Dirjen Bimas Islam Nomor P.006/DJ.III/HK.007/06/2020 tentang Pelayanan Nikah menuju masyarakat produktif aman covid, dimasa tatanan normal baru, akad nikah bisa dilaksanakan dikantor maupun luar kantor dengan maksimal yang hadir adalah 10 orang dengan protokol kesehatan yang ketat, memakai masker, menyediakan fasilitas cuci tangan serta calon pengantin laki-laki, wali dan penghulu memakai sarung tangan. Pada SE P.006 ini juga sudah dibolehkan akad nikah dengan lokasi di masjid atau gedung dengan hadirin yang mengikuti acara akad nikah 20% dari kapasitas masjid atau gedung yang ada serta tidak boleh lebih dari 30 orang.

Memasuki tahun 2021 hingga saat ini, penghulu dalam melaksanakan tugasnya berpegang pada SE Dirjen Bimas Islam Nomor P.006 dimana Pandemi Covid-19 yang hingga saat ini belum reda tetap dituntut tegas untuk selalu mengingatkan masyarakat agar melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat, karena tidak jarang, masih ada masyarakat yang menganggap Corona/Covid-19 sudah berlalu. Inilah yang menjadi tugas berat dan tantangan penghulu dalam melaksanakan tugas dimasa pandemi. Pemerintah juga tidak lengah dengan sudah mulai menurunnya angka terpapar covid, karena berdasarkan pengalaman negara lainnya yang lengah, masyarakat yang terpapar Covid-19 melonjak karena ketidak hati-hatian dalam menerapkan protokol kesehatan secara baik dan benar.

Vaksinasi terhadap penghulu yang merupakan ASN yang mendapat prioritas untuk dilakukan vaksin menjadi modal utama petugas dalam melaksanakan tugas secara aman dan nyaman. Sehingga dalam memberikan pelayanan akad nikah di masyarakat sudah tidak was-was yang disisi lain juga harus tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Mudah-mudahan Pandemi Covid-19 pada tahun 2021 ini bisa reda dan teratasi sehingga penghulu dapat memberikan pelayanan seperti biasa dan masyarakat juga bisa terlayani dengan baik. (*)

          Penulis adalah Penghulu Muda/Kepala KUA Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi
Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button