JabotabekRagam

Pejuang Rupiah Dari Kampung Ditengah PPKM Level 3 Jakarta

BeritaNasional.ID, JAKARTA – Ditengah ekonomi yang sulit saat pandemi masih mendera, para pejuang rupiah asal pulau Madura dan Situbondo tak pernah menyerah untuk terus berjuang mengais rejeki di daerah Ibu kota dan sekitarnya, meskipun menghadapi situasi pelanggan yang tiba-tiba sepi akibat PPKM yang terus berlanjut akibat penyebaran wabah virus corona (COVID-19).

Wilayah Jabotabek dikenal dengan daerah yang pernah tidur, tak pernah sepi dengan berbagai aktivitas warganya yang tak mengenal lelah untuk mencari nafkah.

Sejak dua tahun terakhir Rocky Junior (21) asal Situbondo Jawa Timur bersama kedua orang tuanya mencoba peruntungan di daerah Ibu Kota Jakarta dengan berjualan sembako ( warung kelontong) walaupun harus berpindah – pindah tempat.

“Tak mudah memang hidup di Ibu Kota, meski berat harus berpisah dari keluarga besar dan adik- adik di kampung, pekerjaan ini tetap kami jalani dengan harapan bisa merubah nasib dan bisa menyekolahkan adik – adik hingga bangku kuliah nantinya,” Kata Rocky. Selasa 31/08/2021.

Diakuinya sejak wabah pandemi melanda, penjualan di toko kelontongnya banyak menurun akibat banyak orang jarang keluar rumah.

“Sejak wabah virus corona di tahun 2020 omset kami terus menurun, apalagi pemberlakuan PSBB, serta PPKM yang berkelanjutan membuat penghasilan turun hingga sampai 60 persen, ” paparnya.

Dengan sepeda motor butut, di bawah teriknya matahari, Rocky dan Bapaknya setiap hari tanpa mengeluh secara bergantian berbelanja kebutuhan warung sembako.

“Sebulan terakhir ini Bapak sakit – sakitan, secara otimatis saya yang harus berbelanja kebutuhan warung, bahkan saya sering jatuh karena beban belanjaan yang terlalu berat, yah walau saat ini penghasilan setiap harinya menurun akibat PPKM tetap kami jalani, di perparah lagi aturan Pertamina di mana setiap SPBU tidah boleh melayani pembelian pertalite menggunakan jerigen, semakin membuat usaha kami terpuruk karena tidak bisa menjual pertalite eceran, ” tuturnya dengan nada sedih.

Sejak pertengahan tahun 2020, Rocky mengaku jika dirinya bersama kedua orang tuanya pindah tempat usaha sebanyak tiga kali karena omsetnya kecil.

“Pernah juga tinggal di Jakarta pusat, Depok dan sekarang di Bekasi, kalau di satu tempat kita omsetnya kecil perhari, kami pindah sampai ketemu tempat yang cocok dan omset lumayan, kalau gak gitu kita gak bisa kirim uang ke kampung mas buat adik, ” ucapnya.

Menghadapi situasi yang semakin sulit di tengah PPKM, Rocky tidak tinggal diam menghadapi situasi tersebut. Jika pelanggan berkurang karena semua orang sedang menerapkan imbauan sosial distancing, dirinya menyiasatinya dengan membuka pemesanan dan antar barang melalui WhatsApp.

“Sekarang semua toko sepi. Barang banyak nggak jalan (terjual). Orang beli kebutuhan pokok seperti beras, itu tidak lagi seperti dulu, makanya di warung kami pelanggan bisa WhatsApp untuk beli apapun. Roti dan makanan ringan pun kita antar, bukan cuma galon dan gas saja yang bisa diantarkan. biaya antar juga kami gratiskan,” lanjutnya.

Meskipun diakuinya pekerjaannya di warung sembako beresiko tinggi tertular virus corona, namun dengan tetap menggunakan 3 M, dan patuh terhadap anjuran pemerintah serta berpasrah diri pada yang kuasa dirinya pasrah menjalani pekerjaannya.

“Resiko tertular memang cukup tinggi, dimana setiap hari harus berhadapan dengan puluhan pelanggan atau dari uang yang pelanggan berikan, tapi kami sekeluarga tak pernah abai tetap pakai masker, cuci tangan bahkan kami siapkan juga hand sanitizer di warung, ikuti anjuran pemerintah dengan divaksin dan yang paling penting adalah kita bersandar pada Tuhan, alhamdulilah sampai saat ini kami baik – baik saja belum pernah terpapar virus,” ujarnya bersyukur.

Rocky mengaku, Pandemi telah banyak hikmah dan pelajaran hidup, Bekerja di tempat keras mengajarkan bahwa seminimal apapun hasilnya tetap harus diusahakan.

“Bapak saya sering memberi wejangan yang intinya tidak mudah untuk mendapat penghasilan yang ideal, perlu usaha dan kerja keras namun dengan bersyukur maka seberat apapun perjuangan akan terasa lebih ringan, hal itu yang menjadikan saya belajar arti kehidupan dan berupaya kuat dalam perjuangan diperantauan, ” tandasnya

Keluhan hampir sama juga di sampaikan A.Rofik (31) asal Bondowoso Jawa Timur, sejak diberlakukannya PPKM oleh pemerintah, pembeli di warung sembakonya semakin sepi.

“Sebelum pandemi omset kotor perhari sekitar 5 juta, setelah pandemi dan PSBB, omset kotor 3.5 juta perhari, tapi setelah PPKM omset hanya 1 – 1.5 juta sehari, di tambah saat ini tidak bisa jual pertalite eceran, karena sudah tidak boleh beli pakai jerigen di SPBU, ” keluhnya.

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button